Jumat, 05 Februari 2016

Barium Pangan dan Kesehatan Lingkungan
Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Lingkungan
Vanda Julita Yahya (P062110011)
S3-PSL-IPB- 2012

I.             Daya Larut Senyawa Barium
1.1.      Air
Dalam kondisi alami, barium akan membentuk senyawa oksidasi (+2).  Barium tidak dapat larut dalam air kecuali dalam lingkungan yang sangat basa (yaitu, pada tingkat pH ≥ 10) (Bodek et al. 1988).  Air laut yang mengandung sulfat dengan konsentrasi tinggi disebabkan pH air laut bersifat basa sedangkan pada  air permukaan kelarutan barium sulfat sangat rendah, (Bodek et al, 1988;. NAS 1977).   Pada tingkat pH 9,3 atau di bawah itu, barium sulfat dapat membatasi konsentrasi barium di perairan alami (Bodek et al. 1988). Kelarutan dari barium sulfat meningkat bila bersenyawa dengan  klorida (Cl-).  Perairan alami umumnya mengandung sulfat yang cukup tinggi dengan konsentrasi ion barium lebih dari 1.000 -1.500 mg/L. Curah hujan yang cukup tinggi akan menurunkan konsentrasi barium karbonat karena barium karbonat sulit larut dalam medium asam, bila medium alkalis maka akan terjadi peningkatan senyawa barium karbonat karena pada konsentrasi alkalis seperti lautan,  kelarutan barium karbonat akan tinggi. Bentuk garam barium arsenate, kromat, fluorida, oksalat, dan fosfat mempunyai  kelarutan yang rendah (Bodek et al, 1988;. EPA 1983; Kunesh 1978).  Barium klorida, hidroksida, dan nitrat adalah garam barium yang mempunyai kelarutan yang tinggi, sehingga  sering terdeteksi dalam lingkungan perairan (Rai et al. 1984). Barium juga membentuk kompleks dengan organik alami dalam air (misalnya, asam lemak dalam limbah yang mengandung asam) sampai batas tertentu.  Perairan alami mempunyai kelarutan karbonat sebesar 22 mg/L pada kondisi 18o C,  klorida  mempunyai kelarutan sebesar 310 g/L pada kondisi 0o Ckromat  mempunyai kelarutan sebesar 3.4 mg/L pada kondisi 16 o deg Csianida mempunyai kelarutan sebesar 800 g/L pada 14 oC.  Kelarutan hidroksida. di dalam asam   nitrat mempunyai kelarutan sebesar 87 g/L pada kondisi 20 oC; permanganate mempunyai kelarutan sebesar 625 g/L pada kondisi 11oC dan   sulfat mempunyai kelarutan 2.2 mg/L pada kondisi 18o C

II.          Penyerapan Senyawa Barium

2.1.      Sedimen dan Tanah
Di dalam sedimen dan tanah barium bereaksi dengan oksida logam dan hidroksida dan selanjutnya teradsorbsi. Adsorpsi oksida logam dalam tanah dan sedimen merupakan kontrol atas konsentrasi barium di perairan alami (Bodek et al. 1988). Dalam kondisi lingkungan yang khusus logam-logam alkali tanah seperti MnO2, SiO2, dan TiO2 akan menggantikan barium dan teradsorpsi dari tanah.  Namun, barium hilang karena keberadaan logam alkali tanah seperti Al2O3 (Rai et al. 1984). Jari-jari ionik barium 2 + ion, keadaan oksidasi yang khas, membuat substitusi isomorf hanya mungkin dengan strontium, dan umumnya tidak dengan anggota lain dari unsur alkali tanah (Kirkpatrick 1978). Di alam terjadi pula substitusi barium dengan kalium tetapi tidak dengan ion natrium selain itu juga dengan besi, mangan, aluminium, dan silikon (Kirkpatrick 1978). Barium juga teradsorbsi ke tanah melalui interaksi elektrostatik yaitu pertukaran kation dimana kapasitas sorben akan mengontrol retensi barium di tanah (Bodek et al. 1988). Barium juga akan sangat teradsorpsi oleh adanya mineral dalam tanah lempung (Kabata-Pendias dan Pendias 1984; Lagas et al. 1984).  Di dalam tanah barium dapat membentuk garam dengan asetat, klorida nitrat dan ion hidroksida. Mobilitas barium di tanah meningkat pada pembentukan garam-garam yang larut air dan secara umum, kelarutan senyawa barium meningkat dengan menurunnya pH (Bodek et al. 1988). 
III.       Keberadaan Barium
Barium adalah unsur yang paling berlimpah keempat belas di kerak bumi. Kelimpahan diperkirakan sekitar 0,05 persen.  Sumber yang paling umum dari barium adalah barit dan witherite. Barit adalah barium yang bersenyawa dengan sulfur (BaSO4), dan witherite adalah barium yang bersenyawa dengan karbonat (BaCO 3).   Barium adalah unsur yang sangat reaktif, artinya mudah bereaksi dengan unsur lainnya sehingga jarang sekali ditemukan barium murni di alam. Biasanya barium akan berbentuk BaO, BaO2, BaCl2. Sifat kimia dan fisikanya hampir mirip dengan kalsium, yaitu sedikit larut dalam air dan mudah bereaksi.
Konsentrasi barium di lingkungan sangat rendah. Pada lingkungan udara mengandung barium dengan konsentrasi 0,0015 ppb (part per billion).  Barium yang dilepaskan ke udara dari pabrik kira-kira 0,33 ppb. Hasil penelitian di Amerika menunjukan bahwa sebagian besar permukaan air dan pasokan air untuk masyarakat mengandung barium kira-kira sebesar 0,38 ppm (part per million). Di beberapa daerah yang memiliki sumur air bawah tanah, air minum mempunyai konsentrasi melebihi yang dianjurkan EPA yaitu  lebih dari ppm 1.  .Jumlah tertinggi yang ditemukan dari sumur yang di survai kandungan barium pada air sumur mencapai 10 ppm. Jumlah tertinggi dari barium yang ditemukan di dalam tanah sebesar 100 sampai 3.000 ppm. Barium dalam sistem tanah kurang dinamis. Adsorpsi dari barium dalam tanah tergantung dari jenis tanah, misalnya tanah lumpur akan meningkatkan mobilitas unsur-unsur dalam tanah yang terkait dengan kombinasi kompleksasi oleh senyawa organik terlarut, konsentrasi tinggi dan kekuatan ionik larutan tanah. Tumbuhan, tanaman kedelai dan tomat mengikat barium dari tanah dengan konsentrasi 2-20 kali.  Hewan laut pengikatannya mencapai  7-100 kali, dan tumbuhan laut 1000 kali dari konsentrasi air laut.
Table 6.3 menunjukan rata-rata konsentrasi senyawa barium pada jenis-jenis tanah.
Hasil survai tersebut juga menunjukan bahwa di Amerika Serikat dari limbah-limbah yang diteliti, senyawa barium ditemukan sebanyak 150 situs limbah.  Beberapa limbah dari industri yang mengandung senyawa barium membuang limbah ke tanah atau ke laut dan badan air lainnya.  Dalam air, garam barium sulfat dan karbonat bila larut lebih beracun namun umumnya  mengendap sebagai sulfat yang bersifat kurang toksik.   Sumber utama alami barium pada air minum berasal dari pencucian dan pengikisan batuan sedimen yang kemudian masuk ke dalam air tanah (Kojola et al. 1978). 
Hasil studi lanjutan pada lahan pertanian mengandung barium dalam bentuk barium sulfat (barit) dan barium karbonat dalam jumlah yang tinggi.  Barium dalam konsentrasi tinggi di lahan pertanian disebabkan oleh pembuangan proses pengeboran minyak mentah dan gas alam serta penggunaan pestisida.  Pada proses pengeboran minyak mentah limbah yang dihasilkan berupa limbah cairan atau lumpur. Sebagian besar cairan atau lumpur mengandung pH basa (10)  dan mengandung barit (barium sulfat) dan logam lainnya.  Kontribusi barium dari lahan pertanian karena penggunaan insektisida yang mengandung barium karbonat fluorosilicate. Hasil analisis dan uji sampel dari tanah pertanian menunjukan bahwa sekitar 52% dari limbah yang digunakan untuk pupuk di lahan pertanian tersebut mengandung barium dengan rata-rata konsentrasi sebesar 100,5 ppm.  Barium yang dilepaskan ke lingkungan dari sumber industri dalam bentuk yang tidak tersebar. 
Tabel 6.2 menunjukan keberadaan dan penggunaan barium di perairan dan tanah.

Barit secara alami terdapat dalam tanah dalam bentuk  mineral yang dihasilkan dari batu kapur, feldspar, dan / atau deposito serpih pelapukan. Penyimpanan  barit dalam tanah umumnya terkait dengan kuarsa, fluorspar, kalsit, dan sulfida logam.  Kebanyakan  barit ditemukan dalam bentuk sedimen, sebagai nodul yang dihasilkan dari pelapukan sedimen yang kaya barit, di batu kapur dan batu pasir.  Penelitian tentang kandungan barit di Kanada dilaporkan bahwa tanah di Kanada belum  terkontaminasi oleh barium, masih dalam ambang batas yang diperbolehkan. Kandungan tanah di Quebec memiliki rerata konsentrasi barium 62 mg/kg. Daerah pedesaan di Ontario memiliki konsentrasi rata-rata barium 72 mg/kg.  Semua sampel dianalisis dengan menggunakan induktif coupled plasma (ICP) atau spektrometri serapan atom (SSA) berikut HNO3/ HCl pencernaan.   Konsentrasi barit di lumpur pengeboran dengan menggali sumur yang dalam ditemukan barit melebihi 100.000 mg/kg (Rehuel, 2003) dan dilaporkan untuk tiga sumber barit berkisar dari 429.000 sampai 509.000 mg / kg (Nelson et al., 1984). 
IV.       Biokonsentrasi Barium Tanah, Air, Udara dan Biota
4.1.      Air
Dalam media air, barium mengendap sebagai garam (BaSO4 atau BaCO3). Barium juga dapat menyerap air untuk partikulat tersuspensi melalui pembentukan ion berpasangan dengan anion alami seperti bikarbonat atau sulfat (Bodek et al, 1988;. EPA 1984;  Giusti et al. 1993; Lagas et al. 1984; Tanizaki et al. 1992).   Presipitasi garam barium sulfat  dipercepat ketika memasuki sungai atau laut karena kandungan sulfat yang tinggi (905 mg/L) di laut (Bowen 1966; WHO 2001).   Kontribusi barium total dari sumber air tawar ke lautan diperkirakan sebesar 0,006% (Chow et al 1978;. WHO 2001).   Masuknya barium dari sumber air tawar disebabkan curah hujan yang tinggi di daratan sehingga kristal barium sulfat (barit) yang dihasilkan tanah akibat kerja mikroorganisme tanah  akan masuk ke dalam laut.  (González-Muñoz et al 2003.).  Menurut DOE 1984 dan  Rai et al. 1984, konsentrasi air tanah yang masuk ke laut sebesar  200 sampai 2.800 mg/L yang terdapat pada sedimen berpasir lempung. Bowen 1966 dan Schroeder 1970 menyatakan bahwa proses eliminasi barium dari sedimen disebabkan adanya ikan dan organisme laut.  Kadar barium pada air laut berkisar 2-63 mg/L dengan rata-rata konsentrasi sekitar 13 mg / L (Bowen 1979).   Selain itu barium juga ditemukan pada tumbuhan laut dengan konsentrasi yang mempunyai kelipatan 400-4.000 kali (Bowen 1966).  Schroeder (1970) melaporkan bahwa    factor biokonsentrasi barium pada hewan laut, plankton, dan ganggang coklat masing-masing sebesar 100, 120, dan 260 kali.  Harapan et al 1996, melaporkan bahwa faktor biokonsentrasi ikan air tawar sebesar 129 kali dari konsentrasi barium di di dalam air sebesar 0,07 mg/L.
4.2.      Tanah
Barium pada lahan pertanian yang berasal dari limbah lumpur pengeboran akan diserap  oleh vegetasi atau diangkut melalui tanah dengan presipitasi (Bates 1988).  Harapan et al. 1996 melaporkan bahwa tanah pertanian tersebut mempunyai konsentrasi barium sebesar 104,2 mg/kg,  faktor biokonsentrasi oleh tanaman 0,4 untuk tanaman di dataran banjir Virginia.   Beberapa tanaman, seperti kacang-kacangan, tanaman hijauan, kacang Brasil, dan jamur akan mengakumulasi barium (Aruguete et al, 1998;. IPCS 1991; WHO 2001). Factor biokonsentrasi dari 2 sampai 20 untuk tanaman tomat dan kedelai (WHO, 2001).   Barium sangat tidak mobil dalam sistem tanah, karena garam barium dalam tanah tidak larut dalam air dan ketidakmampuan ion barium untuk membentuk kompleks yang larut dengan asam humat fulvat (WHO 2001).    Tingkat transportasi dari garam barium dari dalam tanah tergantung pada karakteristik bahan tanah.  Pengaruh transportasi garam barium dari air tanah tergantung dari kapasitas tukar kation, misalnya untuk kalsium karbonat (CaCO3) dan pH.   Pada tanah dengan kapasitas tukar kation yang tinggi (misalnya, tanah mineral bertekstur halus atau tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi), maka mobilitas barium akan dibatasi oleh adsorpsi (Bates 1988; Kabata-Pendias dan Pendias 1984).  Tingginya kandungan CaCO3 dalam tanah akan merupakan pembatas terhadap mobilitas pengendapan senyawa  BaCO3 (Lagas et al. 1984).  Barium juga akan mengendapan sebagai barium sulfat dengan adanya ion sulfat di dalam tanah (Bodek et al, 1988; Lagas et al 1984).   Barium akan lebih mobil dan lebih mudah tercuci pada tanah bila tanah mengandung  klorida,  karena barium klorida mempunyai kelarutan yang tinggi dibandingkan dengan bentuk kimia lainnya dari barium (Bates, 1988;. Lagas et al 1984).   Selain itu barium dapat menjadi lebih mobil dalam tanah bila tanah berada dalam kondisi asam, seperti barium sulfat dan karbonat lebih mudah larut sebagai barium di dalam air garam (WHO 2001).  Mobilitas barium dalam tanah akan berkurang bila tanah mengandung asam humat dan fulvat  yang akan mengendapkan barium karbonat dan barium sulfat. 
4.3.      Udara
Di atmosfer, barium berada dalam bentuk partikulat (EPA 1984). Meskipun reaksi kimia dapat menyebabkan perubahan spesiasi dari barium di udara.   Mekanisme untuk menghilangkan senyawa barium dari atmosfer dengan cara deposisi basah dan kering.  Barium unsur mengalami oksidasi di udara dan mudah teroksidasi di udara lembab (Boffito 2002; EPA 1983; Kresse et al. 2007; Kunesh 1978). Atmosfer barit dapat dipancarkan selama kegiatan antropogenik atau sebagai debu yang berasal dari barit yang terkandung dari dalam tanah atau kegiatan pertambangan (WHO, 2001).  Sumber utama dari barium di atmosfer dari kegiatan industri (US EPA, 2005a).  Tahun  1976 dilaporkan bahwa kandungan barit sejumlah 3.200 ton di atmosfer berasal dari penambangan dan pengolahan bijih barit.  Selain dari penambangan dan barit yang berada di atmosfer berasal dari knalpot diesel kendaraan bermotor. Pierson et al. (1981 dikutip dalam Lingkungan Kanada, 1999) melaporkan sekitar 95% dari barium ditambahkan ke bahan bakar diesel kemudian barit akan dikeluarkan melalui knalpot. Waktu tinggal barium di atmosfer mungkin beberapa hari, tergantung pada ukuran partikel yang terbentuk, sifat kimia dari partikel, dan faktor lingkungan seperti curah hujan (EPA 1984; WHO 2001).  Di pabrik-pabrik yang menggunakan barit sebagai pencampur sebesar 3,5-9,1 mg /m3, misalnya pabrik plastik dan pelapis kandungan barit  ke udara pabrik selama 8-jam sebesar 1,3-3,7 mg/m3.
Partikulat dari knalpot diesel pernah menjadi sumber dari barium di udara ambien. Namun, emisi dari mesin diesel telah sangat berkurang emisi barium mendekati nol dengan arus penggunaan bahan bakar rendah sulfur solar, yang tidak memerlukan penambahan dari barium sebagai agen sulfur pemulungan (Hildemann et al, 1991;. Schauer et al, 1999;. Shahin et al, 2000;. Winkler 2002). Tabor dan Warren (1958) melaporkan konsentrasi udara perkotaan dan pinggiran kota mengandung barium mulai dari <0,005 untuk 1,5 mg / m3. Dalam studi lain konsentrasi barium di udara ambien, nilai-nilai berkisar dari 0,0015 sampai 0,95 mg /m3 (EPA 1984). Tidak ada pola yang berbeda terkait dengan industrialisasi muncul dalam hasil yang dilaporkan pada 754 sampel dari 18 kota dan empat daerah pinggiran kota di Amerika Serikat. Misalnya, di Houston, Texas dan sekitarnya, 76% dari sampel mengandung barium pada tingkat 0,005-1,5 ug/m3, sedangkan di Fort Worth, Texas, 66% dari sampel memiliki nilai <0,005 mg/m3 (Tabor dan Warren 1958). Kompilasi data lain menunjukkan konsentrasi atmosfer barium di atmosfer perkotaan Utara Amerika mulai dari 2x10-4 untuk 2.8x10-2ug/m3 dengan konsentrasi rata-rata 1.2x10-2ug / m3 (Bowen 1979). Sebaliknya, kadar barium dalam sampel dari Kutub Selatan dan Utara Norwegia 1.6x10-5 dan 7.3x19-4ug/m3(Bowen 1979). Konsentrasi barium di udara yang dikumpulkan antara bulan April dan Oktober 2002 di kampus Universitas Birmingham, Inggris, adalah 0,32 dan 1,4 ng/m3 serta dibawah <0,5 dan 3,0-7,2 (Birmili et al.2006). Maksimum konsentrasi barium sebagai senyawa larut  terkait dengan tidak terkendali emisi partikulat atmosfer dari pengering kimia dan calciners barium dipabrik pengolahan berkisar 1,3-330 ug/m3 waktu rata-rata selama 24-jam di lokasi sepanjang batas fasilitas (yaitu, jauh dari sumber emisi) (Reznik dan Toy 1978). Barium telah diukur dalam sampel debu yang diambil dari 49 tempat tinggal di Ottawa, Kanada. Mean dan konsentrasi rata-rata 405,56 dan 222,22 mg barium/kg debu, masing-masing, diukur dalam sub-fraksi dari sampel debu di mana ukuran partikel berkisar 100-250 pM (Butte dan Heinzow 2002; Rasmussen et al. 2001). Barium telah diukur dalam hujan dan salju yang terkumpul dekat Claremont, New Hampshire pada 1996-1997 (Feng et al. 2000).  Konsentrasi barium dalam hujan berkisar 0,22-0,84 mg/L dengan rata-rata konsentrasi 0,39 mg/L. Di salju, konsentrasi barium berkisar 0,64-7,44 mg/L dengan rata-rata konsentrasi 1,5 mg/L. Sampel udara yang dikumpulkan pada 24 dari 798 situs limbah berbahaya di mana barium telah terdeteksi di beberapa media lingkungan hidup (HazDat 2006).  Konsentrasi dari barium di udara berkisar antara 0,015 sampai 327.000.000 mg/m3 yang terdeteksi dari 16 titik (HazDat 2006).
4.4.      Biota
Pada tanaman dan jaringan hewan penyerapan barit berada pada konsentrasi tinggi karena kelarutannya dalam air sangat rendah, namun, barit dapat disimpan ke daun tanaman atau pada pernapasan maupun sistem pencernaan hewan.  Tanaman yang ditanam di lahan basah di mana pada ladang minyak yang banyak mengandung barit, konsentrasi rata-rata barium 541mg /kg, sedangkan tanaman yang ditanam di tanah sawah rata-rata barium yang terkandung mempunyai konsentrasi 304 mg/kg. Sebaliknya,  Nelson dkk. (1984) melakukan penelitian rumah kaca ditemukan pada tumbuh-tumbuhan yang berasal dari lahan yang mengandung lumpur pengeboran berada dalam konsentrasi yang jenuh barium yaitu sebesar 322 mg/kg, penelitian yang lain menunjukan tanaman yang ditanam pada tanah mineral mampu bertahan pada kondisi barium lebih tinggi dari 23.400 mg/kg.  Metode analisis yang digunakan untuk menentukan total konsentrasi barium menggunakan campuran HHO3,HCl, dan HF dalam bom Teflon dalam oven microwave.ARC (1992) juga menganalisis ekstrak jenuh paste untuk menyelidiki konsentrasi logam pada pengeboran lumpur. Konsentrasi barium di pasta berada pada tingkat jenuh dengan konsentrasi 0,32 mg/L, sedangkan maksimum adalah 11,4 mg/L.   Dilaporkan juga bahwa barit atau barium yang terkonsentrasi dalam biota kemudian dikonsumsi manusia, ketika darah dan ASI dianalisis tidak ditemukan barium, sehingga produk makanan yang pelapis kaleng menggunakan barit diperbolehkan untuk dikonsumsi.
Pada tahun 1992, telah dilakukan analisis terhadap 19 lokasi di seluruh Kanada untuk mengetahui kandungan barium, hasil temuan menunjukan bahwa 12 kota besar, daerah pedesaan, dan satu kawasan industri ( 518 sampel), 80% berada di bawah ambang batas yang diperbolehkan.  Terdeteksi 11,9 ng m-3, nilai maksimum yang diperbolehkan sebesar 75 ng m-3 . Barium konsentrasi dalam air baku ditetapkan dalam air minum nasional berkisar antara ≤ 5 sampai 592 mg Ba L-1, Dengan konsentrasi rata-rata 16 mg Ba L-1 (Subramanian dan Méranger 1984). Beberapa sungai di Kanada diteliti dengan teknik spectrographically oleh durum dan Haffty (1961) ditemukan konsentrasi berkisar 4,1-85 pg Ba L-1,dengan rata-rata konsentrasi 35, 17, 73, 53, dan 8 mg Ba L-1 untuk Churchill, Fraser, Mackenzie, Nelson, dan St Lawrence sungai, masing-masing.  Sampel air tanah dari akuifer atas Scarborough tebing di daerah Toronto mengandung 90-302 mg Ba L-1, sedangkan air pori perkotaan Don Valley memiliki 253-336 mg Ba L-1.   Tingginya kadar barium dalam air tanah akibat pencucian dan pengikisan barium dari batuan sedimen (WHO 1990) dan batubara.   Dilaporkan bahwa konsentrasi barium sebesar 1200-1210 800 mg L Ba-1 dan rata-rata dari 7300 mg Ba L-1 dilaporkan dalam air tanah dari tambang batubara yang diusulkan lokasi tambang di British Columbia (Buchanan 1985).  Pengambilan sampel secara acak dari tanah di pertanian Manitoba, Saskatchewan, dan Alberta (n = 1273), barium total yang dianalisis menggunakan aktivasi neutron instrumen mempunyai konsentrasi berkisar 120-4300 ug Ba°g-1, dengan rata-rata 662 ± 170 dan 660 ug Ba°g-1.
Barium di perairan alami mengandung klorida, sulfat, nitrat, dan anion karbonat pada pH> 9,3, Ba (II).  Perairan umumnya mengandung sulfat dengan konsentrasi  Ba (II) sebesar <1500 mg L-1 (ATSDR 1992). Pada pH > 9,3, barium karbonat dan  barium sulfat tidak larut.  Pada perairan tawar barium mampu diadsorpsi tanah liat, mangan oksida, dan mineral zeolit.    Barium yang secara alami terdapat dalam tanah berada pada konsentrasi yang tinggi bila berikatan dengan kapur dan feldspar. Umumnya, barium menunjukkan mobilitas terbatas karena pembentukan garam yang tidak larut air dan ketidakmampuan barium untuk membentuk kompleks larut humat dan fulvat (WHO 1990).  Barium bereaksi dengan oksida logam dan hidroksida, yang kemudian teradsorbsi ke partikel tanah (Rai et al 1984.). 
Pada tanaman terestrial barium ditemukan dalam kebanyakan tanaman banyak sedikit nya barium pada tanaman tergantung biokonsentrasi tanaman.  Barium secara aktif dan kuat dijerap oleh kacang-kacangan, biji-bijian batang, tanaman hijauan, pohon (merah abu,hitam kenari, hickory, kacang Brazil, dan cemara Douglas), dan tanaman darigenus  Astragallu (Reeves 1986; WHO 1990).  Para distribusi dari barium dalam jaringan tanaman menunjukkan bahwa tingkat tertinggi ditemukan pada akar. Dalam sedge dan nutgrass, 97,6 dan 131,9 ug Ba° g-1, Masing-masing, dilaporkan dalam akar, 15,4 dan 37,5 pg Ba ° g-1 di daun, 10,0 dan 11,6 pg Ba° g-1 dalam biji, dan 9,2 dan 11,1 ug Ba° g-1 pada batang (Cherry dan Guthrie 1979). Berbagai tanaman terestrial telah menunjukkan kepekaan terhadap barium, tetapi konsentrasi barium sebagai racun untuk tanaman bila tanah kekurangan kalsium (Robinson dan Whetstone, 1950). Chaudry et al. (1977) melaporkan bahwa tanaman kacang (Phaseolus vulgaris) dan barley (Hordeum vulgare) mengandung Ba (NO3)2 dengan konsentrasi mulai 0-2000 mg Ba kg-1 di tanah lempung Yolo. Pada tanaman barley dengan konsentrasi 500 mg Ba kg-1 terjadi penurunan sebesar 38% dibandingkan dengan control, sedangkan pada tanaman kacang pada konsentrasi 2000 mg Ba · kg-1 penurunan hingga sebesar 63%.  Barium akan menjadi racun bila berada pada konsentrasi yang sangat tinggi. Tingginya kandungan barium klorida akan menimbulkan efek osmotik yang berbahaya sehingga klorida menjadi toksik sebelum  barium yang bersifat toksik. Tes toksikologi yang dilakukan pada lobak (Raphanus sativa) dan selada (Lactuca sativa) dengan menggunakan BaCl22H2O dalam tanah buatan hasil yang diperoleh adalah 177 mg NOEC kg-1, LC25 adalah 325 mg kg-1, dan LC50 adalah 868 mg kg-1. Para NOEC, LC 25, dan LC50 untuk bibit lobak adalah 1055, 1064, dan 2944 mg kg-1. Titik akhir beracun dilaporkan dalam tes ini adalah karena ion klorida terdisosiasi dengan ion barium dalam larutan tanah (Davis et al. 1978; M. Dixon 1997, Bagian Phytotoxicity, Standar Pengembangan Cabang, Ontario Kementerian Lingkungan Hidup dan Energi, pers. com).  
 Meskipun berbagai senyawa yang mengandung barium telah telah digunakan sebagai pestisida untuk mengendalikan terestrial tertentu dari invertebrata (Grace 1990; Grace dan Abdallay 1990) dilaporkan bahwa barium terkonsentrasi pada cacing tanah (Eisenia foetida) dalam bentuk BaCl2 dalam tanah buatan. Efek yang ditimbulkan adalah kematian, dan titik akhir termasuk NOEC, LOEC, LC25, Dan LC50 pada 2390, 2894, 2952, dan 3754 mg  kg-1, Masing-masing. Efek yang diamati menunjukan bahwa keracunan terjadi bukan disebabkan ion barium, namun karena ion klorida dalam tanah. Pengamatan terhadap hewan ternak dan satwa liar, bahwa barium terkonsentrasi di dalam tulang, dan terjadi persaingan  dengan kalsium untuk situs pertukaran (Bligh dan Taylor 1963).   Pada mamalia, mukosa usus mudah ditembus ion Ba+2 dan garam barium terlarut ke dalam dan keluar dari saluran darah.  Kontaminasi barium terhadap tubuh dari makanan hanya sekitar 2% dari total barium yang dikomsumsi karena barium yang terikat berada dalam bentuk tak larut (Venugopal dan Luckey 1978; Reeves 1986). Gejala keracunan barium akut pada manusia dan mamalia lainnya,  termasuk air liur berlebihan, muntah, kolik, kekerasan diare, tremor, kelumpuhan otot, berat cardiotoxicity, dan kelumpuhan sistem saraf pusat (Venugopal dan Luckey 1978; Pento 1979). Borzelleca et al. (1988) melakukan uji jangka pendek terhadap toksisitas BaCl2 pada tikus jantan  dan betina.  Hasil menunjukan bahwa    LD50s (batas kepercayaan 95%) untuk tikus jantan dan betina 419 (352-499) dan 408 (342 -487) mg BaCl2 Kg-1. Tardiff et al. (1980) melakukan penelitian terhadap tikus di sungai Charles, dilaporkan bahwa air sungai mengandung barium klorida hasil penelitian menunjukan bahwa  LD50 dari 220 mg kg-1 bw untuk tikus kecil dan LD50 dari 132 mg kg-1bw untuk dewasa.  Penelitian yang dilakukan terhadap ayam, Johnson etal. (1960) melaporkan LD50 dari 623 mg kg-1 bw saat Ba (OH)2 diberikan kepada mereka secara oral (diminumkan) dan kaplet (makanan), hasil menunjukan terjadi penghambatan pertumbuhan hingga dan pengurangan 16%  ketika 2000 mg Ba (OH)2Kg-1bw diberikan kepada mereka dalam makanannya (tabel 6.4 menunjukan kondisi kandungan senyawa barium pada makanan yang dikonsumsi).
Source: Health Canada (2005)
 V.          Pemaparan
Efek dari paparan zat berbahaya tergantung pada dosis, durasi, dan bagaimana terkontaminasi.  Paparan barium kebanyakan terjadi di tempat kerja atau air minum yang terkontaminasi.  Menelan air minum yang mengandung barium menurut pedoman EPA dalam jangka waktu yang relatif singkat dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan kelemahan otot.   Menelan barium pada konsentrasi tinggi untuk waktu yang lama akan  merusak ginjal. 
Orang-orang dengan risiko terpaparan barium dengan konsentrasi tinggi adalah mereka yang bekerja di industri yang membuat atau menggunakan senyawa barium.  Kebanyakan orang-orang ini terkena karena menghirup udara yang mengandung barium sulfat atau barium karbonat.   Kadang-kadang mereka terkena salah satu bentuk yang lebih berbahaya dari barium (misalnya, barium klorida atau barium hidroksida) dengan menghisap dan kontak langsung dengan debu dari senyawa barium.  Paparan dekat lokasi limbah berbahaya dapat terjadi dengan menghirup debu, makan tanah atau tanaman, atau minum air yang tercemar dengan barium. 
Barium masuk ke udara selama pemurnian, pertambangan, dan produksi senyawa barium, dan dari pembakaran batubara dan minyak.  Lamanya waktu barium bertahan di udara, tanah, air, atau sedimen tergantung pada bentuk dari barium.  Senyawa barium senyawa, seperti barium sulfat dan barium karbonat, yang tidak larut dalam air, dapat bertahan lama waktu di lingkungan. Senyawa barium klorida, nitrat, atau barium hidroksida, yang larut dengan mudah dalam air biasanya tidak lama berada di lingkungan. 
5.1.      Estimasi di Lingkungan
Potensi paparan barium bergantung pada keandalan data pendukung analisis dari sampel lingkungan dan spesimen biologis. Konsentrasi barium di atmosfer tercemar dan di perairan hasil analisis sering ditemukan dalam jumlah yang rendah.  Dalam meninjau data pada tingkat barium dimonitor atau diperkirakan dalam lingkungan, itu juga harus dicatat jumlah bahan kimia yang digunakan untuk analisis diidentifikasi terlebih dahulu sebelum digunakan. 
VI.       Manfaat  Barium
Penggunaan senyawa barium pada bidang kedokteran adalah metode disebut radiografi. Radiografi merupakan teknik di mana sinar X yang melewati tubuh. Sinar X energi tinggi gelombang cahaya. Mereka dapat melewati kulit dan jaringan, tetapi diserap oleh tulang. Jadi sinar X merupakan cara yang baik untuk mengetahui jika ada tulang yang patah, misalnya setiap jenis cahaya muncul pada film sinar-X akan menghasilkan area hitam, atau eksposur. Sinar X melalui isu lembut, mengekspos film. Tulang tampak putih keabu-abuan pada film, tergantung pada seberapa banyak energi akan melalui.  Radiografi dapat juga digunakan untuk mempelajari bagian-bagian tubuh di mana tulang tidak terlibat. Sebagai contoh, dokter mungkin ingin mempelajari perut seseorang. Karena tidak ada tulang di perut, beberapa metode lain harus digunakan untuk melihat di dalam perut.
Barium sulfat sering digunakan dalam kasus tersebut. Barium sulfat memiliki beberapa sifat yang sama sebagai bahan tulang. Oleh karena itu, karena sinar X tidak akan melewati barium sulfat, senyawa ini dapat digunakan untuk memeriksa jaringan lunak tertentu. Radiografi menggunakan barium sulfat disebut menelan barium atau barium enema. Barium sulfat dicampur dengan air menjadi bubur (campuran) yang terlihat dan rasanya seperti tanah-up kapur. Pasien menelan campuran padat. Seorang dokter atau perawat kemudian memegang fluoroskop diatas perut pasien. Fluoroskop memancarkan sinar X yang muncul di layar televisi.  Campuran barium sulfat- air perlahan-lahan bergerak ke tenggorokan pasien, ke dalam perut, melalui usus, dan keluar melalui perut. Sebagai barium sulfat mantel lapisan saluran pencernaan, dokter dapat melihat apakah ada sesuatu yang salah.
Bagaimana senyawa beracun seperti barium sulfat digunakan untuk prosedur ini? Barium sulfat tidak larut dalam air. Sehingga tidak dapat memasuki aliran darah. Jika tidak dapat masuk ke darah, tidak memiliki efek racun. Barium sulfat dihilangkan melalui perut beberapa jam setelah prosedur. 
Selain digunakan dalam dunia kedokteran barit juga digunakan sebagai pengisi, extender, atau agen bobot dalam produk seperti cat, plastik, dan karet. Beberapa aplikasi spesifik termasuk penggunaannya dalam mobil dan bantalan rem kopling dan mobil primer cat untuk logam perlindungan dan gloss, dan untuk menambah bobot mudflaps karet di truk dan jaket semen sekitar air pipa minyak. Dalam industri pengecoran logam, barit adalah bagian dari cetakan-release senyawa. Karena barit signifikan blok x-ray dan sinar gamma emisi, digunakan sebagai agregat dalam beton kepadatan tinggi untuk radiasi perisai sekitar x-ray unit di rumah sakit, powerplants nuklir, dan fasilitas universitas riset nuklir. Ultra murni barit dikonsumsi sebagai cairan digunakan sebagai media kontras dalam medis x-ray.
Jenis-jenis barium yang digunakan dalam industri adalah :
·            Barium peroksida digunakan sebagai pemutih, dalam pewarna, kembang api dan peluru.  Barium hidroksida digunakan dalam minyak pelumas dan gemuk dan sebagai komponen deterjen dalam minyak motor. Hal ini juga digunakan dalam stabilisator plastik, aditif pembuatan kertas, senyawa penyegel, vulkanisasi akselerator, dispersan pigmen dan self-pemadam busa polyurethane dan untuk melindungi kapur benda dari kerusakan.
·            Barium nitrat digunakan dalam kembang api, glasir keramik, elektronik, peluru tracer, detonator, dan neon tanda lampu. 
·            Barium sianida digunakan dalam elektroplating dan metalurgi. 
·            Barium klorat digunakan dalam kembang api, bahan peledak, korek api, dan sebagai tajam dalam pencelupan.
·            Barium karbonat digunakan sebagai berikut: 45 persen sebagai bahan dalam gelas, 25 persen di batu bata dan tanah liat produk, 7 persen sebagai bahan baku untuk ferrites barium, 4 persen dalam pelapis kertas foto, 19 lainnya persen.
·            Barium klorida digunakan dalam pigmen, kaca, pencelupan, penyamakan kulit, klorin dan natrium hidroksida pembuatan dan dalam air pelunakan. Barium berbasis pewarna yang banyak digunakan dalam tinta, cat, kosmetik dan obat-obatan.
·            Barium hidroksida digunakan dalam minyak pelumas dan gemuk dan sebagai komponen deterjen dalam minyak motor. Hal ini juga digunakan dalam stabilisator plastik, aditif pembuatan kertas, senyawa penyegel, vulkanisasi akselerator, dispersan pigmen dan self-pemadam busa polyurethane dan untuk melindungi kapur benda dari kerusakan.
·            Senyawa barium sulfat digunakan oleh industri minyak dan gas untuk membuat lumpur pengeboran. Pengeboran lumpur membuat lebih mudah untuk menembus batuan dengan cara melumasi bit drill dengan barium sulfat.   Selain itu digunakan juga untuk membuat cat, batu bata, keramik, kaca, dan karet.
VII. Barium dan Kesehatan
Barium memasuki tubuh ketika menghirup udara, makan makanan, atau minum air yang mengandung barium. Masuk ke dalam tubuh sebagian kecil dapat terjadi melalui kontak kulit langsung dengan senyawa barium.   Senyawa barium masuk dalam tubuh saat  bernapas lebih mudah untuk memasuki aliran darah.   Konsumsi makanan yang mengandung barium masuk ke  aliran darah melalui lambung atau usus.   Sehingga dikatakan bahwa tingginya senyawa barium dalam aliran darah kita berkorelasi positif dengan banyaknya kita menghirup udara yang banyak mengandung senyawa barium serta banyaknya makanan yangkita konsumsi. Senyawa barium klorida  dapat memasuki tubuh melalui kulit, tapi ini sangat jarang dan biasanya terjadi pada kecelakaan industri di pabrik-pabrik di mana mereka membuat atau menggunakan senyawa barium. Barium di situs limbah berbahaya dapat memasuki tubuh jika kita menghirup debu, makan tanah atau tanaman, atau minum air yang tercemar dengan barium. Barium juga dapat memasuki tubuh jika tanah tercemar atau air menyentuh kulit.  Barium yang masuk ke tubuh dengan bernapas, makan, atau minum dieliminasi melalui  feses dan urin. Sebagian besar barium yang masuk ke tubuh akan dikeluarkan dalam beberapa hari, dan hampir semuanya hilang dalam waktu 1-2 minggu. Senyawa barium   di dalam tubuh masuk ke dalam tulang dan gigi. 
 Jika sulfat terkonsentrasi dalam air tinggi, maka pengendapan dari barium sebagai garam sulfat mempunyai efek kesehatan. Menelan senyawa barium yang tidak larut dalam air pada konsentrasi tinggi dalam jangka waktu pendek telah mengakibatkan kesulitan dalam bernapas, peningkatan tekanan darah, perut iritasi, perubahan kecil dalam darah, kelemahan otot, perubahan refleks saraf, pembengkakan otak, dan kerusakan pada, ginjal hati, jantung limpa. Penelitian dengan menggunakan tikus percobaan yang makan atau minum barium selama periode singkat member efek pengeluaran cairan di trakea (tenggorokan), pembengkakan dan iritasi pada usus, perubahan bobot organ, penurunan berat badan, dan peningkatan jumlah kematian.  Kemudian tikus yang makan atau minum barium lebih lama telah meningkatkan tekanan darah dan perubahan dalam fungsi dan kimia jantung. Tikus yang makan atau minum barium dalam jangka panjang memiliki masa hidup lebih pendek. Selain itu penelitian pada hewan percobaan  dengan pemberian senyawa barium dalam waktu yang lama akan meningkatkan tekanan darah dan perubahan dalam jantung. Berdasarkan studi tersebut, Amerika Serikat Environmental Protection Agency (USEPA) telah menetapkan bahwa air yang tercemar adalah air minum yang mempunyai konsentrasi senyawa barium sebesar 2,0 ppm. Satu studi menunjukkan bahwa air minum yang mengandung senyawa barium dengan konsentrasi 10 ppm yang dikonsumsi  selama 4 minggu mengalami peningkatan tekanan darah atau ritme jantung yang abnormal.  Makan atau minum dalam jumlah yang sangat besar senyawa barium yang larut dalam air dapat menyebabkan kelumpuhan atau kematian pada beberapa individu. Beberapa orang yang makan atau minum sedikit jumlah yang lebih kecil dari barium untuk jangka pendek berpotensi mengalami kesulitan dalam bernapas, tekanan darah meningkat, perubahan irama jantung.  Beberapa orang yang makan atau minum jumlah barium di atas tingkat yang dianjurkan maka dalam periode singkat akan mengalami muntah, kram perut, diare, mati rasa di sekitar wajah, dan kelemahan otot.
Kami tidak memiliki informasi yang dapat dipercaya tentang pengaruh kesehatan pada hewan percobaan yang terkena barium dengan bernapas atau kontak kulit langsung. Kami juga tidak memiliki informasi yang dapat dipercaya untuk mengatakan apakah barium menyebabkan cacat lahir kanker atau pada hewan percobaan.  Pada table 6.5 terlihat makanan yang dikonsumsi dan kandungan senyawa barium yang akan berbeda penyerapannya untuk perbedaan jenis kelamin maupun tingkatan umur.
Bagaimana barium mempengaruhi anak-anak?

Kita tidak tahu apakah anak-anak akan lebih atau kurang sensitive dibandingkan orang dewasa toksisitas barium. Sebuah penelitian pada tikus yang menelan barium menemukan penurunan berat badan bayi baru lahir, kita tidak tahu apakah efek yang sama akan terlihat pada manusia.
Bagaimana keluarga mengurangi risiko paparan barium?
Sumber potensi terbesar dari paparan barium melalui makanan dan minum air. Namun, jumlah dari barium dalam makanan dan air minum biasanya terlalu rendah untuk menjadi perhatian.
Pengaruh Kesehatan Ringkasan
Akut: EPA telah ditemukan barium untuk berpotensi menyebabkan gangguan pencernaan dan kelemahan otot dihasilkan dari eksposur akut pada tingkat di atas MCL. Tidak Advisories Kesehatan telah ditetapkan untuk eksposur jangka pendek.
Kronis: Barium memiliki potensi untuk menyebabkan hipertensi akibat dari eksposur jangka panjang pada tingkat di atas MCL.
Kanker: Tidak ada bukti bahwa barium memiliki potensi untuk menyebabkan kanker dari eksposur seumur hidup dalam minum air.
Biomarker
Barium dapat diukur dalam tulang, darah, urin, dan feses. Namun, tidak ada Data tingkat barium mengaitkan dalam jaringan dengan tingkat eksposur yang spesifik. Gangguan pencernaan diikuti oleh hipokalemia, hipertensi, dan jantung kelainan ritme sering melaporkan paparan lisan berikut akut untuk dosis tinggi dari barium.
VIII. PENUTUP 
Di berbagai Negara berkembang termasuk Indonesia, usaha kesehatan masyarakat merupakan usaha utama.  Hal tersebut dilakukan karena dianggap lebih murah dan lebih positif.  Interaksi manusia dan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar, karena manusia memerlukan daya dukung unsure-unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya .   Udara, air, makanan dan keseluruhan kebutuhan manusia harus diambil dari lingkungan hidupnya.  Akan tetapi dalam interaksi proses manusia dengan lingkungannya ini tidak selalu didapatkan keuntungan, kadang-kadang manusia bahkan mendapat kerugian.  Misalnya seseorang makan dan minum untuk menghilangkan rasa lapar dan dahaga, tetapi ia dapat menjadi sakit karenannya, bila makanan ataupun minuman mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan.  Zat-zat tersebut dapat berupa racun asli (berasal dari makanan itu sendiri) ataupun akibat kontaminasi makanan tersebut dengan zat kimia yang berbahaya sehingga dapat terjadi keracunan atau penyakit.  Hal ini merupakan akibat hubungan timbale balik antara aktivitas manusia dengan lingkungannya .  jadi di dalam lingkungan terdapat factor-faktor yang dapat menguntungkan manusia (eugenic), ada pula yang merugikan manusia (disgenik).  Usaha-usaha di bidang kesehatan lingkungan ditujukan untuk meningkatkan dayaguna factor eugenic dan mengurangi peran atau mengendalikan factor disgenik di dalam lingkungan hidupnya, oleh karenannya ia selalu berusaha untuk selalu memperbaiki keadaan sekitarnya sesuai dengan kemampuannya.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta aplikasinya dalam pembangunan Negara, pemanfaatan sumberdaya alam akan meningkat.  Demikian pula dengan buangan berbahayanya, sehingga kualitas lingkungan  hidup akan terus berubah secara dinamis.  Beban lingkungan dalam menunjang pembangunan akan semakin berat.  Pertumbuhan industri di berbagai bidang serta tekanan terhadap sumberdaya alam menyebabkan timbulnya permintaan inovasi, dan produksi sumber alam sintetis yang sering tergolong dalam bahan berbahaya, demikian pula buangannya.  Perubahan kualitas lingkungan yang cepat ini merupakan tantangan bagi manusia untuk dapat menjaga fungsi lingkungan agar tetap normal sehingga daya dukung kelangsungan hidup manusia di bumi ini tetap lestari dan kesehatan masyarakat tetap terjamin.

PUSTAKA  ACUAN
BAPPENAS. 1998. Planning for fire prevention and drought management project: interim report. BAPPENAS, Jakarta.
Page, S.E., J.O. Rieley, H.D.V. Böhm, F. Siegert, & N.Z. Muhamad. 2000. Impact of the 1997 fires on the peatlands of Central Kalimantan, Indonesia. Dalam: L. Rochefort, & J.Y. Daigle (eds.), Sustaining our Peatlands, Proceedings of the 11th International Peat Congress. Québec City, Canada, h. 962–970.
Parish, F. 2002. Peatlands, biodiversity and climate change in SE Asia: an overview. Makalah disajikan pada Workshop on Prevention and Control of Fire in Peatlands, 19–21 March 2002, Kuala Lumpur, Malaysia, 11 h.
Singaravelu, S.S. 2002. El Nino, climate change and peat fires. Makalah disajikan pada Workshop on Prevention and Control of Fire in Peatlands, 19–21 March 2002, Kuala Lumpur, Malaysia, 9 h.

Selasa, 05 Januari 2016

Studi Tentang Residu Pb pada Lokasi Kebun Sayur di Pinggir Jalan

HASIL  PENELITIAN

Studi Tentang Residu Pb pada Lokasi Kebun Sayur
di Pinggir Jalan

Oleh : Vanda Julita Yahya
Jurusan Biologi FMIPA-UNRI, Pekanbaru


Telah dilakukan penelitian terhadap kandungan Pb pada tanah dan cacing pada kebun  sayur dekat dengan jalan raya (lokasi terdedah) 5 m   maupun 1 km dari jalan raya (tidak terdedah).  Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).  Penelitian dilakukan di Pekanbaru pada bulan Desember 2003-Februari 2005.      Hasil penelitian menunjukan bahwa jarak pada lokasi terdedah dan tak terdedah tidak berpengaruh terhadap kandungan Pb dalam tanah, maupun cacing  tanah.  Jarak Pb tanah dan cacing mempunyai hubungan yang kurang signifikan pada tingkat 0.05.  Hasil uji korelasi pada tanah dan cacing terjadi interaksi positif antara kadar Pb dalam tanah dengan kadar Pb pada cacing.  Pada  lokasi terdedah  kadar Pb tanah significant pada tingkat 22.82% dan Pb cacing significant pada tingkat 14.92%.   Pada  lokasi ta terdedah kadar Pb tanah significant pada tingkat 24.31% dan Pb cacing significant pada tingkat 6.37%.

Kata Kunci; Pb, tanah, cacing


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota pekanbaru merupakan salah satu kota di Propinsi Riau dengan pertumbuhan pembangunan dan perekonomian yang cukup pesat dibandingkan dengan kota-kota lain.  Hal tersebut  karena kota Pekanbaru merupakan kota transit di Sumatra serta mempunyai posisi geografis yang sangat strategis karena letaknya berdekatan dengan jalur lalu lintas pelayaran internasional.  Sektor transportasi merupakan salah satu  sektor indikatif yang sangat berperan dalam pembangunan ekonomi yang menyeluruh.  Perkembangan sektor ini akan secara langsung mencerminkan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang sedang berlangsung.  Namun demikian sektor ini dikenal pula sebagai salah satu sektor yang dapat memberikan dampak terhadap lingkungan dalam cakupan spasial dan temporal yang besar. 
Penggunaan bahan bakar minyak secara intensif dalam sektor ini menjadi penyebab utama timbulnya dampak terhadap lingkungan udara, terutama didaerah-daerah perkotaan.  Proses pembakaran bahan bakar minyak akan mengeluarkan unsur  dan senyawa-senyawa pencemar ke udara, seperti padatan total tersuspensi (debu), karbon monoksida, total hidrokarbon, oksida-oksida nitrogen, oksida-oksida sulfur, partikel timbel dan oksidan fotokimia (Soedomo, 2001).
Di Indonesia penggunaan bahan bakar minyak masih di dominasi oleh penggunaan bensin bertimbel/Pb.  Pb dalam bensin merupakan senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) yang sengaja ditambahkan dalam bahan bakar dengan tujuan untuk menaikan angka oktan dalam bahan bakar.  Angka oktan secara sederhana dapat diartikan sebagai indeks waktu penyalaan bahan bakar bensin.  Makin tinggi angka oktan Mogas (Mobil Gasoline) akan semakin cepat menyala.  Kelambatan waktu penyalaan akan menimbulkan bunyi pada mesin mobil (knocking).  Sehingga penambahan senyawa Pb merupakan bahan aditif dalam bensin yang berfungsi sebagai anti-knocking dimana penggunaannya sudah sejak tahun 1920-an (Widianto, 1994).
Timbel atau Pb adalah neurotoksin, zat racun yang menyerang syaraf dan bersifat akumulatif serta dapat merusak perkembangan otak pada anak-anak.  Hasil studi menunjukan bahwa dampak timbel berbahaya pada anak-anak karena akan menurunkan tingkat kecerdasan (IQ).  Selain itu timbel juga sebagai polutan udara yang mempunyai efek toksik yang luas pada manusia dan hewan karena mengganggu fungsi ginjal, saluran pencernaan, system syaraf serta menurunkan fertilitas (Darmono, 2001).
Penelitian yang dilakukan di kota Bandung, Semarang dan Surabaya terhadap sampel tanah di pinggiran jalan raya menunjukan bahwa pencemaran Pb pada tanah berkisar 105-897 ppm (Prajanti et al, 2000).  Di Manchester diketahui terdapat 1000 ppm Pb pada debu jalanan.  Dari hasil pengamatan di California, vegetasi di tepi jalan memiliki kandungan 50 ppm Pb, tapi setelah 150 meter dari jalan raya kandungan Pb menjadi normal kembali (2 atau 3 ppm).  (Sardiyoko, 2002).  Siccama dan Smith (1978) dalam Connel et al, 1995 menemukan bahwa dalam penampungan air di hutan , Pb tertinggal dengan kuatnya di dalam humus, yang dalam banyak keadaan, secara cepat meningkatkan kandungan Pb.  Di daerah perkotaan kelebihan Pb sebesar 90% yang berasal dari kendaraan bermotor tertinggal di tanah aliran sungai. Logam berat secara kuat akan tertinggal dalam bahan organic tanah serta mempunyai laju daur ulang beberapa ribu tahun (Hughes dkk, 1980 dalam Connel et al, 1995. 

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah;
·         Mengkaji hubungan jarak dengan kandungan Pb yang terdapat pada   tanah dan cacing tanah.pada lokasi terdedah maupun tak terdedah.

Hipotesis

Logam berat Pb dapat terakumulasi pada udara, tanah, dan cacing tanah.  Perbedaan jarak dari sumber pencemar menyebabkan perbedaan tingkat pencemaran pada   tanah dan  cacing tanah.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengendalian keamanan pangan dan lingkungan di kota Pekanbaru.  Serta dapat memberi rekomendasi pada pemerintah daerah dalam merancang tata kota agar masyarakat dapat terhindar dari pengaruh pencemaran Pb yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor. 

METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini  dilakukan pada bulan Desember 2003 – Februari 2005.
Untuk pengambilan sampel; Sampel tanah dan cacing diambil dari perkebunan sayur di pinggir jalan Arifin Ahmad (sampel) yaitu 5 meter dari badan jalan dapat dilihat pada Gambar 2 dan 1 km dari pinggir jalan Arifin Ahmad (blanko). Penunjang data udara diambil  volume kendaraan bermotor    pada jalan didepan kebun sayur dengan pengambilan data pada 3 waktu (pagi; jam 07.00, siang 12.00 dan sore 18.00).  Analisis logam dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Jurusan Kimia FMIPA-UNRI.

Bahan dan Alat

Bahan

1.        Udara, tanah, dan cacing. Kertas saring (filter debu) untuk kualitas udara.
2.        Standar Pb 1000 mg/L, aquades, asam nitrat GR (p.a.), Asam Sulfat GR (p.a.), H2O2 (hydrogen peroksida) GR (p.a.), aceton, EDTA 3%.

Alat

1.      Alat gelas untuk preparasi sample; Erlenmeyer 100 ml, gelas piala, labu ukur, corong, pipet, mortar, cawan porselen dan labu semprot.
2.      Alat instrument, timbangan analitik, hot plate, desikator, oven, tanur, dan AAS (Atomic Absortion Spectrofotometri). Alat HVAS untuk pengambilan sampel  udara, alat pencatat waktu, kompas, higrometer, barometer dan counter (untuk menghitung jumlah kendaraan).

Metode atau Rancangan

Metode yang dilakukan adalah metode acak komposit untuk tanah dan cacing diambil pada daerah terdedah sebagai sampel dan ta terdedah sebagai  blanko.  Sampel udara dilakukan 3 waktu (pagi, siang, sore) dan 2 ulangan (Maret dan September) pada  daerah terdedah yang diasumsikan berpengaruh terhadap sampel-sampel pada lokasi penelitian.  Sebagai data penunjang untuk kualitas udara dilakukan pengambilan sampel volume kendaraan pada tiga waktu yang berbeda.
Analisis Pb untuk   tanah dan cacing dilakukan dengan menggunakan metoda Jemai, 1999 yang menggunakan alat AAS. 
Rancangan percobaan menggunakan  Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 lokasi dengan 5x ulangan. Model rancangannya adalah sebagai berikut  :

              Yijkl  =  m + Si + e ijkl

Keterangnn :
             Yijkl       =  Respon pengamatan
             m          =  Nilai tengah umum,
             Si         =  Pengaruh perlakuan faktor S taraf ke‑1,
1    = 1,2,3,..,n (Steel dan Torrie, 1995)




Penanganan Sampel.

Udara.
Metoda yang digunakan ekstraksi basah yaitu;
·         Kertas saring yang akan digunakan pada alat pompa penyedot udara dipanaskan dalam oven pada suhu 60oC selama 60 menit kemudian didinginkan dalam desikator, ditimbang dan dilakukan pemanasan hingga didapat bobot tetap. 
·         Letakan alat HVAS pada lokasi tempat pengukuran kandungan debu sesuai jarak dan posisi yang tepat.
·         Letakan kertas saring pada alat  HVAS dan lakukan pengambilan sample selama 1 jam dengan kecepatan alir udara yang disedot 70 m3/jam.
·         Ambil kertas saring dari alat HVAS dan keringkan dalam oven, kemudian dinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.
·         Destruksi kertas saring dengan campuran asam nitrat dan sulfat.
·         Selama proses destruksi tambahkan sedikit-sedikit hydrogen peroksida sampai kertas saring larut dan jernih.
·         Hasil destruksi encerkan dalam labu ukur 100 ml dengan aquabides.
·         Deteksi dengan menggunakan alat AAS.

Tanah.
Metoda yang digunakan ekstraksi basah yaitu;
·         Destruksi tanah dengan campuran asam nitrat dan sulfat.
·         Masukan dalam oven pada suhu 60oC hingga kering kemudian masukan dalam tanur hingga menjadi abu putih. 
·         Destruksi dengan asam nitrat dan sulfat pekat, kemudian masukan dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan aquabides. 
·         Kemudian deteksi dengan AAS.  Hasil destruksi encerkan dalam labu ukur 100 ml dengan aquabides.
·         Deteksi dengan menggunakan alat AAS.
Cacing.
Metoda yang digunakan ekstraksi kering yaitu;
·         Cacing ditimbang kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama 5 jam,
·         Masukan dalam tanur hingga menjadi abu putih. 
·         Destruksi dengan asam nitrat dan sulfat pekat, kemudian masukan dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan aquabides. 
·         Kemudian deteksi dengan AAS.
·         Tentukan konsentrasi larutan Pb berdasarkan larutan standarnya dengan menggunakan kurva kalibrasi atau persamaan regresinya (Y mg/L).





Perhitungan :

      Pb  = Y x V x Fp

                  BS

            Y = konsentrasi Pb dalam pengukuran AAS
            V = volume labu pengencer
            Fp = factor pengenceran
            BS = berat sample.

Kondisi AAS :
Wavelength                       : Pb 217.0 nm.
Lamp current Low (mA)   : 10.0
Lamp current High (mA)  : 0
Slit width                          : 1.0
Background correction     :  BCOn


Pengukuran Volume Kendaraan
Pengukuran volume kendaraan menggunakan metoda manual, yaitu dengan menghitung jumlah kendaraan yang lalu lalang baik roda dua maupun roda empat dengan menggunakan alat Bantu counter.

Pengukuran Cuaca

Pengukuran kelembapan dengan alat higrometer, suhu dengan barometer, dan arah angin dengan kompas .
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebagai konsekuensi dari meningkatnya jumlah penduduk perkotaan maka akan tinggi pula mobilitas mereka yang beraktifitas sehari-hari.  Hal tersebut sudah terlihat dengan perkembangan yang relatif cepat jumlah kendaraan bermotor di kota Pekanbaru selama 5 tahun terakhir ini (Tabel 1).  dalam Tabel 1. pengklasifikasian kendaraan bermotor terbagi empat yaitu; (1) mobil penumpang meliputi; sedan, jeep, minibus;  (2) mobil beban meliputi; truck barang, container, trailer, Derek, tangki BBM/air, pemadam api, tracktor, pick up, ambulance, mobil jenasah; (3) mobil bus meliputi; bus biasa, station wagon; (4) sepeda motor meliputi; scuter dan speda motor 50 cc keatas (Samsat, 2005).
Tabel 1.   Perkembangan Jumlah Kendaraan Pribadi dan Angkutan Kota di kota Pekanbaru
No
Jenis Angkutan
Tahun/Jumlah
2000
2001
2002
2003
2004
1.
Mobil Penumpang
15.982
17.586
31.442
34.407
37.890
2..
Mobil beban
23.625
25.897
28.264
44.397
46.352
3.
Mobil bus
14.670
17.447
7.117
7.183
7.253
4.
Sepeda Motor
119.597
133.647
154.621
179.636
208.617
Jumlah
173.874
194.577
221.444
265.623
300.112
Sumber data: POLRI daerah Riau Direktorat Lalu Lintas (2005).
Menurut Umar (2003), faktor yang mempengaruhi besarnya polutan yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor antara lain;
a.       Kendaraan bermotor itu sendiri,
b.      Kemacetan lalu lintas sehinggapada daerah tertentu terjadi akumulasi polutan yang tinggi,
c.       Pengemudi yang tidak mengemudikan kendaraan dengan benar dan baik serta perawatan dari mesin kendaraan itu sendiri,
d.      Kondisi lingkungan geografis yang relatif tertutup, sehingga menyulitkan pergerakan bebas udara yang tercemar.  Seperti halnya di DKI Jakarta karena lingkungan penuh dengan bangunan gedung-gedung bertingkat yang menyulitkan sirkulasi udara.

Menurut Soedomo (2001), pola penyebaran dan difusi pencemar udara Pb dari kendaraan bermotor pada suatu daerah juga sangat ditentukan oleh data meteorology yaitu;
a.       Pola arah dan kecepatan angin dalam bentuk bunga angin,
b.      Radiasi sinar matahari dan lama waktu penyinarannya,
c.       Kelembapan udara dalam persentase humiditas,
d.      Curah hujan dan jumlah hari hujan,
e.       Profil temperatur vertical yang bekerja,
f.       Penutupan awan.
Pada penelitian ini data meteorologi diambil dari Departemen Perhubungan,  Badan Meteorologi dan geofisika Pekanbaru (Tabel 2).

Tabel  2.  Data-data Klimatologi Kota di kota Pekanbaru
  Januari-September 2004
Bulan
 Temperatur*
Curah hjn (mm) **
Penyinaran Mthr***
Tek Udara (mb)
Kelem-
bapan
nisbi (%)
Angin
Rata2
Max
Min
(1)
(2)
(3)
1
28
31.9
23.3
16/18 hari
42
1011.5
82
5
NE
8
2
27.4
32.5
23.3
13.4/17 hari
39.9
1025.3
80
5
NE
7
3
27.6
32.9
23.3
11.4/18 hari
71.1
1010.4
81
6
NW
9
4
27.9
32.9
23.4
20.4/20hari
71.6
1010.3
82
5
NW
8
5
29.3
35.1
24.1
13.8/12 hari
73
1043.3
81
5
S
8
6
28.1
32.6
23
12.5/12 hari
59
1021.4
76
6
S
10
7
27.7
33.5
23.2
15.3/hari
62
1044.4
84
6
S
10
8
28.8
33.1
23.1
11.3/6 hari
-
1011.6
75
6
S
10
9
27.2
32.6
23.1
12/20 hari
44
1011.6
81
6
S
9
Sumber Data: Departemen Perhubungan,  Badan Meteorologi dan geofisika Pekanbaru

Keterangan  :  * Temperatur diukur pada jam 07.00, 13.00 dan 18.00; **
diukur jam 07.00;  *** diukur 08.00-16.00
                               (1), Kecepatan rata-rata; (2), Arah terbanyak; (3)Kecepatan terbesar

Kandungan Pb tanah pada lokasi terdedah kendaraan bermotor (A)  serta 1 km dari sumber pencemar (B) dapat dilihat pada Gambar 1. dibawah ini.
Gambar 1. Kebun sayur A dengan jarak 5 m dari sumber pencemar.
Gambar 2. Pb Tanah Berdasarkan Jarak dari Sumber Pencemar

Konsentrasi Pb tanah berdasarkan Gambar 2. diatas menunjukan bahwa terjadi fluktuasi kadar pada lokasi A maupun B sehingga dapat disimpulkan bahwa jarak tidak berpengaruh terhadap kadar.  Pada lokasi A kemungkinan Pb yang terdapat pada tanah dapat berasal dari Pb yang dikeluarkan dari asap kendaraan bermotor atau dari tanah itu sendiri, karena hasil penelitian pada tanah petani sayur di Australia (Oliver dan Naidu, 2000) menyatakan bahwa kontaminasi logam pada tanah dapat berasal dari;  1) industry slag seperti tanah untuk tempat tinggal, 2)  sedimen atau bebatuan dalam tanah 3)  Pb dari kendaraan bermotor yang terdapat dalam bensin, 4) tempat tinggal yg digunakan untuk pertanian (kontaminasi DDT dan pestisida lain yang mengandung Pb merupakan atau tanah yang berada pada area industri).
Penelitian yang dilakukan oleh Van Hook  dkk pada tahun 1977 serta Siccama dan Smith pada tahun 1978 menemukan bahwa penampungan air di hutan, Pb tertinggal dan terikat kuat dalam humus, yang dalam banyak keadaan secara cepat akan meningkatkan kandungan Pb.  Di daerah perkotaan kelebihan Pb sebesar 90% yang berasal dari kendaraan bermotor tertinggal di tanah dan aliran sungai (Bogges dan Wixson, 1977 dalam Conell et al, 1995).  Menurut Hughes dkk, 1980 dalam Conell et al, 1995, Pb secara kuat tertinggal dalam bahan organic tanah serta mempunyai laju daur ulang beberapa ribu tahun.
Hasil penelitian di India menunjukan bahwa kontribusi tertinggi Pb dalam tanah disebabkan oleh battery dan cat yang digunakan untuk rumah tangga. Penelitian mereka membandingkan kandungan Pb tanah yang berasal dari asap bensin kendaraan bermotor, baterai dan cat dinding rumah tangga.  Pada lokasi padat kendaraan kandungan Pb tanah 463-8973 ppm, tanah yang diambil berjarak 25 m dari jalanan.  Pada jarak 37 m kandungan Pb meningkat menjadi 1640 ppm. 4 m didepan took pinggiran jalan kandungan Pb tanah sebesar 6233 ppm. Pada penelitian mereka disimpulkan bahwa tingginya kandungan Pb bukan dipengaruhi oleh jarak dari lokasi padat kendaraan, yang sangat berpengaruh adalah baterai yang dibuang ke dalam tanah dan cat-cat dinding perkantoran (Clark et al, 2005). 
Keberadaan Pb dalam tanah juga dipengaruhi oleh jenis, unsur organik  dan pH tanah.  Kondisi tanah kebun A lebih berpasir daripada kebun B, sehingga kebun A lebih banyak menggunakan air untuk mengelola kebunnya dan bila musim kering mereka tidak membuka semua lahan untuk ditanami sayur.  Kondisi kebun B tanahnya berpasir sedikit tekstur tanah terlihat lebih kompak data analisa jenis tanah, kandungan organic dan pH tanah pada kedua kebun dapat dilihat pada Tabel 3.

 Tabel 3.  Analisa Tanah Kebun Sayuran

                         di Lokasi Terdedah dan Tidak Terdedah

Kode
pH (H2O/KCl)
Organik (C, N)
C/N
Jenis tanah
TA
5.83/5.46
1.92, 0.51
3.76
Berpasir/porous
TB
4.68/4.45
7.30, 0.62
11.77
Liat/lengket
    Keterangan; TA; Tanah A, terdedah kendaraan bermotor
TB; Tanah B, ta terdedah kendaraan bermotor

Hasil penelitian menunjukan bahwa pH tanah untuk lokasi A lebih tinggi dari lokasi B. Bila pH rendah maka unsur Pb akan tinggi, pH merupakan faktor penting dalam phytoavaibility dari kontaminasi logam seperti Cd, Pb Cu.  Penelitian yang dilakukan Oliver dan Naidu, (2000) menunjukan bahwa pH tanah   5 atau lebih rendah akan menyebakan Pb terikat kuat dalam struktur tanah terutama  untuk tanah-tanah tipe lempung.  Tipe tanah lokasi B merupakan tipe lempung berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di laboratorium tanah Fakultas Pertanian UNRI. pH tanah sangat penting sebagai pengontrol hanya untuk species polar yaitu pada tanah lempung/clay.  Pada kondisi lingkungan dibawah normal Pb tidak bebas bergerak karena Pb tertinggi akan didapatkan pada kedalaman tanah 2-5 cm.  Bila Pada kondisi seperti ini pencucian tidak berpengaruh terhadap ikatan Pb dengan struktur tanah.  Bila dilihat dari data pH, pada tanah lokasi B mempunyai pH lebih rendah dari lokasi A.  penurunan pH akan menghilangkan unsure kation dari logam karena proses pelarutan.  Presipitasi asam dalam pelarutan tanah erat hubungannya dengan mobilisasi deposit anion dalam tanah, juga dalam sisitim pertukaran kation antara tanah dan tanaman.  Pada waktu terjadi kelebihan air, rembesan kation dari tanah ini akan diserap oleh tanaman.  Pada saat unsure  logam melarut dalam tanah yang lebih dalam, akan terjadi akumulasi Pb terutama pada pH dibawah 5, pada tanah yang asam  Pb berada dalam bentuk asam kompleks (Darmono, 1995).
Selain struktur dan pH tanah pencemaran tanah berhubungan erat dengan persentase pengaruh penyerapan ligand dan unsur organik dalam tanah. Pada penelitian ini (Tabel 3.) kandungan karbon (C) pada lokasi A sebesar 1.92 % dan Nitrogen (N) 0.51%, sedangkan pada lokasi B kandungan karbon sebesar 7.30% dan Nitrogen 0.62%, bila dilihat dari ratio C/N untuk lokasi A sebesar 3.76 dan lokasi B sebesar 11.77. Dari ratio C/N terlihat bahwa lokasi B memiliki ratio C/N lebih tinggi dari lokasi A.  Tumbuhan menyerap logam berat dari dalam tanah bersama dengan unsur hara.  Ion Pb mempunyai afinitas yang besar terhadap gugus-SH dan CH3, suatu senyawa organik, bahkan terhadap –N dan –O (Kumar, 1987) sehingga dapat mempengaruhi sifat dan aktivitas makromolekul.  Dari hasil penelitian menunjukan bahwa unsur  organik kebun B lebih besar daripada kebun A berarti tingginya kandungan Pb pada lokasi B dipengaruhi oleh tingginya kandungan organik yang berada dalam tanah tersebut.  Hasil data survey menunjukan bahwa penanaman sayuran menggunakan pupuk kandang yang dikombinasikan dengan pupuk organik (TSP dan Urea). 
Tingginya unsur    hara dalam tanah sangat menentukan populasi cacing tanah.  Cacing tanah merupakan salah satu hewan yang ikut berperan dalam proses penguraian sisa-sisa tanaman agar mudah diserap oleh tanaman.  Dalam proses dekomposisi tersebut   bagian yang tidak terserap dari sisa tanaman dikeluarkan berupa material yang lumat (Suin, 1997).  Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar Pb dalam cacing tanah pada lokasi terdedah lebih tinggi daripada tak terdedah (Tabel 4).  Kadar Pb pada cacing  pada Gambar 3 menunjukan bahwa jarak tidak berpengaruh dengan kadar Pb pada cacing tersebut.  Persamaan linier untuk lokasi terdedah adalah y= 0.1263x + 0.0604 dan R2= 0.1492 sedangkan persamaan linier untuk lokasi tak terdedah adalah y= 0.0345x + 0.1596 dan R2= 0.0637
 Gambar 3. Kadar Pb Cacing pada Lokasi Terdedah dan tak Terdedah

Tabel 4 Analisa Cacing dan Tanah (ppm) di Kebun Sayuran

                             Pada Lokasi Terdedah dan Tak Terdedah

No.
Jarak
CT
CTT
1
0
0.05
0.15
2
5
0.03
0.23
3
10
0.99
0.19
4
15
0.04
0.24
5
20
0.34
0.13
6
25
2.06
1.06
7
30
1.52
0.52
8
35
0
0
 Keterangan; CT ; Cacing , terdedah kendaraan bermotor
CTT; Cacing, ta terdedah kendaraan bermotor


 Hasil uji korelasi  yang dapat dilihat pada Gambar 3.  didapatkan  nilai R2 sebesar 0.1492 pada lokasi terdedah dari data tersebut  menunjukan bahwa pada kadar Pb  significant  pada tingkat 14.92% dari data tersebut menunjukan bahwa jarak tidak berpengaruh terhadap kadar Pb pada Cacing.  Terjadinya peningkatan Pb pada jarak 10 meter dari lokasi 25 meter menunjukan bahwa kecepatan angin berpengaruh terhadap keberadaan logam Pb yang berasal dari kendaraan bermotor akibat emisi yang dikeluarkan dari bahan bakar kendaraan bermotor tersebut.  Terdapatnya dua puncak tertinggi pada lokasi terdedah menunjukan bahwa banyaknya kendaraan bermotor yang meliwati daerah tersebut memungkinkan partikel Pb bertahan di udara kemudian diterbangkan kembali dengan datangnya kendaraan mobil berikutnya.  Pada lokasi tidak terdedah nilai R2 sebesar 0.0637 data tersebut  menunjukan bahwa  kadar Pb  significant pada tingkat 6.37%.  Peningkatan Pb terlihat pada jarak 25 meter dari pangkal kebun.  Pada lokasi tidak terdedah hanya ditemukan satu puncak, bila dibandingkan dengan lokasi terdedah menunjukan bahwa angin yang disebabkan oleh banyaknya kendaraan yang berlalu lalang berpengaruh terhadap jatuhnya partikulat  Pb pada permukaan tanah.
Gambar 4. Kadar Pb Tanah dan Cacing pada Lokasi Terdedah 

Hasil uji korelasi  yang dapat dilihat pada Gambar 4. menunjukan bahwa ada interaksi antara kadar Pb dalam tanah dengan kadar Pb dalam cacing.  Pola interaksi dengan  nilai R2 sebesar 0.2431 menunjukan bahwa ada interaksi antara tanah dan cacing untuk lokasi terdedah dengan persamaan linier untuk lokasi terdedah adalah y= 0.0083x + 0.119 dan R2= 0.2431  dari persamaan tersebut menunjukan bahwa interaksi pada lokasi terdedah   significant   pada  24.31%.  Lokasi tak terdedah    (Gambar 5) persamaan linier   y= 0.0081x + 0.1192 dan R2= 0.2282 didapatkan  nilai R2 sebesar 0.2282 pada lokasi tidak terdedah   menunjuukan bahwa kandungan Pb dalam tanah significant terhadap cacing sebesar 22.82%. 
Gambar 5. Kadar Pb Tanah dan Cacing pada Lokasi Tak Terdedah 
KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa;
1.      Jarak pada lokasi terdedah dan tidak terdedah tidak berpengaruh terhadap kandungan Pb dalam tanah, maupun cacing  tanah. 
2.      Jarak Pb tanah dan cacing mempunyai hubungan yang kurang signifikan pada tingkat 0.05. 
3.      Terjadi interaksi positif antara kadar Pb dalam tanah dengan kadar Pb pada cacing.
4.      Pada  lokasi terdedah  kadar Pb tanah significant pada tingkat 22.82% dan Pb cacing significant pada tingkat 14.92%.  
5.      Pada  lokasi ta terdedah kadar Pb tanah significant pada tingkat 24.31% dan Pb cacing significant pada tingkat 6.37%.

TINJAUAN PUSTAKA

C.S.Clark, V.Thuppil, R. Clark, S. Sinha, G. Menezes, H.D.Souza, N.Nayak, A. Kuruvilla, T.Law, P.Dave and S.Shak. Lead in Paint and Soil in Karnataka and Gujarat, India. Journal of Occupational and Environmental Hygiene, 2:38-44, January 2005.
Connel Des W., Gregory J. Miller.  (1995).  Penerjemah; Yanti Koestoer dan Sahati) Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Danielle Oliver and Ravi Naidu, 2000. Uptake of Copper (Cu), Lead (Pb), Cadmium (Cd), Arsenic (As) and Dichlorodiphenylchloroethane (DDT) by Vegetable Grown in Urband Environtments. Proceeding of the Fifth National Workshop on the Assessment of Site Contamination.
Darmono, 2001.  Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Penerbit Universitas Indonesia.(UI-Press) Jakarta.
Prajanti Arum,  Asiah, Susy Lahtiany, Dewi Retnaningsih, Ch Netty Widianti, Darmaerius, (2000).  Pengkajian Timah Hitam (Pb) di Beberapa Kota Padat Lalu Lintas di Indonesia. http//geogle.com
Sardiyoko, (2002).  Problem perkotaan 10 tahun Kedepan. Koran Surya. http//geogle.com.
Soedomo Moestikahadi,  2001. Pencemaran Udara. Penerbit ITB. Bandung.
Steel Robert G.D. dan James H.Torrie.  Prinsip dan Prosedur Statistika, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Umar Genius, (2003).  Analisis Kebijakan Penanggulangan Kemacetan Lalu Lintas di KI Jakarta.  Makalah Falsafah Sains.  Program Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor.

Widianto Wahyo (1994), Mengapa Timah Hitam Digunakan ? http//geogle.com