HASIL PENELITIAN
Studi Tentang Residu Pb
pada Lokasi Kebun Sayur
di Pinggir Jalan
Oleh : Vanda Julita Yahya
Jurusan Biologi
FMIPA-UNRI, Pekanbaru
Telah
dilakukan penelitian terhadap kandungan Pb pada tanah dan cacing pada
kebun sayur dekat dengan jalan raya
(lokasi terdedah) 5 m maupun 1 km dari
jalan raya (tidak terdedah). Penelitian
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Penelitian dilakukan di Pekanbaru pada bulan Desember 2003-Februari
2005. Hasil penelitian menunjukan
bahwa jarak
pada lokasi terdedah dan tak terdedah tidak berpengaruh terhadap kandungan Pb
dalam tanah, maupun cacing tanah. Jarak Pb tanah dan cacing mempunyai
hubungan yang kurang signifikan pada tingkat 0.05. Hasil uji korelasi pada tanah dan cacing
terjadi interaksi positif antara kadar Pb dalam tanah dengan kadar Pb pada
cacing. Pada lokasi terdedah
kadar Pb tanah significant pada tingkat 22.82% dan Pb cacing significant
pada tingkat 14.92%. Pada lokasi ta terdedah kadar Pb tanah significant pada
tingkat 24.31% dan Pb cacing significant pada tingkat 6.37%.
Kata Kunci; Pb, tanah, cacing
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kota pekanbaru merupakan salah satu kota di Propinsi Riau dengan
pertumbuhan pembangunan dan perekonomian yang cukup pesat dibandingkan dengan
kota-kota lain. Hal tersebut karena kota Pekanbaru merupakan kota transit
di Sumatra serta mempunyai posisi geografis yang sangat strategis karena
letaknya berdekatan dengan jalur lalu lintas pelayaran internasional. Sektor transportasi merupakan salah satu sektor indikatif yang sangat berperan dalam
pembangunan ekonomi yang menyeluruh.
Perkembangan sektor ini akan secara langsung mencerminkan pertumbuhan
pembangunan ekonomi yang sedang berlangsung.
Namun demikian sektor ini dikenal pula sebagai salah satu sektor yang
dapat memberikan dampak terhadap lingkungan dalam cakupan spasial dan temporal
yang besar.
Penggunaan bahan bakar minyak secara intensif dalam sektor ini
menjadi penyebab utama timbulnya dampak terhadap lingkungan udara, terutama
didaerah-daerah perkotaan. Proses
pembakaran bahan bakar minyak akan mengeluarkan unsur dan senyawa-senyawa pencemar ke udara,
seperti padatan total tersuspensi (debu), karbon monoksida, total hidrokarbon,
oksida-oksida nitrogen, oksida-oksida sulfur, partikel timbel dan oksidan fotokimia
(Soedomo, 2001).
Di Indonesia penggunaan bahan bakar minyak masih di dominasi oleh
penggunaan bensin bertimbel/Pb. Pb dalam
bensin merupakan senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) yang sengaja ditambahkan
dalam bahan bakar dengan tujuan untuk menaikan angka oktan dalam bahan
bakar. Angka oktan secara sederhana
dapat diartikan sebagai indeks waktu penyalaan bahan bakar bensin. Makin tinggi angka oktan Mogas (Mobil
Gasoline) akan semakin cepat menyala.
Kelambatan waktu penyalaan akan menimbulkan bunyi pada mesin mobil (knocking). Sehingga penambahan senyawa Pb merupakan
bahan aditif dalam bensin yang berfungsi sebagai anti-knocking dimana
penggunaannya sudah sejak tahun 1920-an (Widianto, 1994).
Timbel atau Pb adalah neurotoksin, zat racun yang menyerang syaraf
dan bersifat akumulatif serta dapat merusak perkembangan otak pada
anak-anak. Hasil studi menunjukan bahwa
dampak timbel berbahaya pada anak-anak karena akan menurunkan tingkat
kecerdasan (IQ). Selain itu timbel juga
sebagai polutan udara yang mempunyai efek toksik yang luas pada manusia dan
hewan karena mengganggu fungsi ginjal, saluran pencernaan, system syaraf serta
menurunkan fertilitas (Darmono, 2001).
Penelitian yang dilakukan di kota Bandung, Semarang dan Surabaya
terhadap sampel tanah di pinggiran jalan raya menunjukan bahwa pencemaran Pb
pada tanah berkisar 105-897 ppm (Prajanti et al, 2000). Di Manchester diketahui terdapat 1000 ppm Pb
pada debu jalanan. Dari hasil pengamatan
di California, vegetasi di tepi jalan memiliki kandungan 50 ppm Pb, tapi
setelah 150 meter dari jalan raya kandungan Pb menjadi normal kembali (2 atau 3
ppm). (Sardiyoko, 2002). Siccama dan Smith (1978) dalam Connel et al,
1995 menemukan bahwa dalam penampungan air di hutan , Pb tertinggal dengan
kuatnya di dalam humus, yang dalam banyak keadaan, secara cepat meningkatkan
kandungan Pb. Di daerah perkotaan
kelebihan Pb sebesar 90% yang berasal dari kendaraan bermotor tertinggal di
tanah aliran sungai. Logam berat secara kuat akan tertinggal dalam bahan
organic tanah serta mempunyai laju daur ulang beberapa ribu tahun (Hughes dkk,
1980 dalam Connel et al, 1995.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah;
·
Mengkaji hubungan jarak dengan
kandungan Pb yang terdapat pada tanah
dan cacing tanah.pada lokasi terdedah maupun tak terdedah.
Hipotesis
Logam berat Pb
dapat terakumulasi pada udara, tanah, dan cacing tanah. Perbedaan jarak dari sumber pencemar
menyebabkan perbedaan tingkat pencemaran pada
tanah dan cacing tanah.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam pengendalian keamanan pangan dan lingkungan di kota Pekanbaru. Serta dapat memberi rekomendasi pada
pemerintah daerah dalam merancang tata kota agar masyarakat dapat terhindar
dari pengaruh pencemaran Pb yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan
Tempat Penelitian
Penelitian ini
dilakukan pada bulan Desember 2003 – Februari 2005.
Untuk
pengambilan sampel; Sampel tanah dan cacing diambil dari perkebunan sayur di
pinggir jalan Arifin Ahmad (sampel) yaitu 5 meter dari badan jalan dapat
dilihat pada Gambar 2 dan 1 km dari pinggir jalan Arifin Ahmad (blanko).
Penunjang data udara diambil volume
kendaraan bermotor pada jalan didepan
kebun sayur dengan pengambilan data pada 3 waktu (pagi; jam 07.00, siang 12.00
dan sore 18.00). Analisis logam
dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Jurusan Kimia FMIPA-UNRI.
Bahan dan Alat
Bahan
1.
Udara,
tanah, dan cacing. Kertas saring (filter debu) untuk kualitas udara.
2.
Standar Pb 1000 mg/L, aquades,
asam nitrat GR (p.a.), Asam Sulfat GR (p.a.), H2O2
(hydrogen peroksida) GR (p.a.), aceton, EDTA 3%.
Alat
1. Alat gelas untuk preparasi sample;
Erlenmeyer 100 ml, gelas piala, labu ukur, corong, pipet, mortar, cawan
porselen dan labu semprot.
2.
Alat instrument, timbangan
analitik, hot plate, desikator, oven, tanur, dan AAS (Atomic Absortion
Spectrofotometri). Alat HVAS untuk pengambilan sampel udara, alat pencatat waktu, kompas,
higrometer, barometer dan counter (untuk menghitung jumlah kendaraan).
Metode atau Rancangan
Metode yang
dilakukan adalah metode acak komposit untuk tanah dan cacing diambil pada
daerah terdedah sebagai sampel dan ta terdedah sebagai blanko.
Sampel udara dilakukan 3 waktu (pagi, siang, sore) dan 2 ulangan (Maret
dan September) pada daerah terdedah yang
diasumsikan berpengaruh terhadap sampel-sampel pada lokasi penelitian. Sebagai data penunjang untuk kualitas udara
dilakukan pengambilan sampel volume kendaraan pada tiga waktu yang berbeda.
Analisis Pb untuk tanah dan
cacing dilakukan dengan menggunakan metoda Jemai, 1999 yang menggunakan alat
AAS.
Rancangan percobaan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 lokasi dengan 5x ulangan. Model rancangannya adalah sebagai
berikut :
Yijkl = m + Si + e ijkl
Keterangnn :
Yijkl =
Respon pengamatan
m = Nilai tengah umum,
Si =
Pengaruh perlakuan faktor S taraf ke‑1,
1 = 1,2,3,..,n (Steel
dan Torrie, 1995)
Penanganan
Sampel.
Udara.
Metoda yang digunakan ekstraksi basah yaitu;
·
Kertas saring yang akan digunakan
pada alat pompa penyedot udara dipanaskan dalam oven pada suhu 60oC
selama 60 menit kemudian didinginkan dalam desikator, ditimbang dan dilakukan
pemanasan hingga didapat bobot tetap.
·
Letakan alat HVAS pada lokasi
tempat pengukuran kandungan debu sesuai jarak dan posisi yang tepat.
·
Letakan kertas saring pada
alat HVAS dan lakukan pengambilan sample
selama 1 jam dengan kecepatan alir udara yang disedot 70 m3/jam.
·
Ambil kertas saring dari alat
HVAS dan keringkan dalam oven, kemudian dinginkan dalam desikator kemudian
ditimbang.
·
Destruksi kertas saring dengan
campuran asam nitrat dan sulfat.
·
Selama proses destruksi
tambahkan sedikit-sedikit hydrogen peroksida sampai kertas saring larut dan
jernih.
·
Hasil destruksi encerkan dalam
labu ukur 100 ml dengan aquabides.
·
Deteksi dengan menggunakan alat
AAS.
Tanah.
Metoda yang digunakan ekstraksi basah yaitu;
·
Destruksi tanah dengan campuran
asam nitrat dan sulfat.
·
Masukan dalam oven pada suhu 60oC
hingga kering kemudian masukan dalam tanur hingga menjadi abu putih.
·
Destruksi dengan asam nitrat
dan sulfat pekat, kemudian masukan dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan
aquabides.
·
Kemudian deteksi dengan
AAS. Hasil destruksi encerkan dalam labu
ukur 100 ml dengan aquabides.
·
Deteksi dengan menggunakan alat
AAS.
Cacing.
Metoda yang digunakan ekstraksi kering yaitu;
·
Cacing ditimbang kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama 5 jam,
·
Masukan dalam tanur hingga
menjadi abu putih.
·
Destruksi dengan asam nitrat
dan sulfat pekat, kemudian masukan dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan
aquabides.
·
Kemudian deteksi dengan AAS.
·
Tentukan konsentrasi larutan Pb
berdasarkan larutan standarnya dengan menggunakan kurva kalibrasi atau
persamaan regresinya (Y mg/L).
Perhitungan :
Pb = Y x V x Fp
BS
Y = konsentrasi Pb
dalam pengukuran AAS
V = volume labu
pengencer
Fp = factor
pengenceran
BS = berat sample.
Kondisi AAS :
Wavelength :
Pb 217.0 nm.
Lamp current Low (mA) : 10.0
Lamp current High (mA) : 0
Slit width :
1.0
Background correction : BCOn
Pengukuran
Volume Kendaraan
Pengukuran volume kendaraan menggunakan
metoda manual, yaitu dengan menghitung jumlah kendaraan yang lalu lalang baik
roda dua maupun roda empat dengan menggunakan alat Bantu counter.
Pengukuran Cuaca
Pengukuran kelembapan dengan alat
higrometer, suhu dengan barometer, dan arah angin dengan kompas .
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Sebagai konsekuensi dari
meningkatnya jumlah penduduk perkotaan maka akan tinggi pula mobilitas mereka
yang beraktifitas sehari-hari. Hal
tersebut sudah terlihat dengan perkembangan yang relatif cepat jumlah kendaraan
bermotor di kota Pekanbaru selama 5 tahun terakhir ini (Tabel 1). dalam Tabel 1. pengklasifikasian kendaraan
bermotor terbagi empat yaitu; (1) mobil penumpang meliputi; sedan, jeep, minibus; (2) mobil beban meliputi; truck barang,
container, trailer, Derek, tangki BBM/air, pemadam api, tracktor, pick up,
ambulance, mobil jenasah; (3) mobil bus meliputi; bus biasa, station wagon; (4)
sepeda motor meliputi; scuter dan speda motor 50 cc keatas (Samsat, 2005).
Tabel 1. Perkembangan
Jumlah Kendaraan Pribadi dan Angkutan Kota di kota Pekanbaru
No
|
Jenis Angkutan
|
Tahun/Jumlah
|
||||
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
2004
|
||
1.
|
Mobil Penumpang
|
15.982
|
17.586
|
31.442
|
34.407
|
37.890
|
2..
|
Mobil beban
|
23.625
|
25.897
|
28.264
|
44.397
|
46.352
|
3.
|
Mobil bus
|
14.670
|
17.447
|
7.117
|
7.183
|
7.253
|
4.
|
Sepeda Motor
|
119.597
|
133.647
|
154.621
|
179.636
|
208.617
|
Jumlah
|
173.874
|
194.577
|
221.444
|
265.623
|
300.112
|
Sumber data: POLRI daerah Riau Direktorat Lalu Lintas (2005).
Menurut Umar
(2003), faktor yang mempengaruhi besarnya polutan yang diakibatkan oleh
kendaraan bermotor antara lain;
a.
Kendaraan bermotor itu sendiri,
b.
Kemacetan lalu lintas
sehinggapada daerah tertentu terjadi akumulasi polutan yang tinggi,
c.
Pengemudi yang tidak
mengemudikan kendaraan dengan benar dan baik serta perawatan dari mesin
kendaraan itu sendiri,
d.
Kondisi lingkungan geografis
yang relatif tertutup, sehingga menyulitkan pergerakan bebas udara yang
tercemar. Seperti halnya di DKI Jakarta
karena lingkungan penuh dengan bangunan gedung-gedung bertingkat yang
menyulitkan sirkulasi udara.
Menurut
Soedomo (2001), pola penyebaran dan difusi pencemar udara Pb dari kendaraan
bermotor pada suatu daerah juga sangat ditentukan oleh data meteorology yaitu;
a.
Pola arah dan kecepatan angin
dalam bentuk bunga angin,
b.
Radiasi sinar matahari dan lama
waktu penyinarannya,
c.
Kelembapan udara dalam
persentase humiditas,
d.
Curah hujan dan jumlah hari
hujan,
e.
Profil temperatur vertical yang
bekerja,
f.
Penutupan awan.
Pada
penelitian ini data meteorologi diambil dari Departemen Perhubungan, Badan Meteorologi dan geofisika Pekanbaru
(Tabel 2).
Tabel 2. Data-data Klimatologi Kota di kota Pekanbaru
Januari-September 2004
Bulan
|
Temperatur*
|
Curah hjn (mm) **
|
Penyinaran Mthr***
|
Tek Udara (mb)
|
Kelem-
bapan
nisbi (%)
|
Angin
|
||||
Rata2
|
Max
|
Min
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
|||||
1
|
28
|
31.9
|
23.3
|
16/18 hari
|
42
|
1011.5
|
82
|
5
|
NE
|
8
|
2
|
27.4
|
32.5
|
23.3
|
13.4/17 hari
|
39.9
|
1025.3
|
80
|
5
|
NE
|
7
|
3
|
27.6
|
32.9
|
23.3
|
11.4/18 hari
|
71.1
|
1010.4
|
81
|
6
|
NW
|
9
|
4
|
27.9
|
32.9
|
23.4
|
20.4/20hari
|
71.6
|
1010.3
|
82
|
5
|
NW
|
8
|
5
|
29.3
|
35.1
|
24.1
|
13.8/12 hari
|
73
|
1043.3
|
81
|
5
|
S
|
8
|
6
|
28.1
|
32.6
|
23
|
12.5/12 hari
|
59
|
1021.4
|
76
|
6
|
S
|
10
|
7
|
27.7
|
33.5
|
23.2
|
15.3/hari
|
62
|
1044.4
|
84
|
6
|
S
|
10
|
8
|
28.8
|
33.1
|
23.1
|
11.3/6 hari
|
-
|
1011.6
|
75
|
6
|
S
|
10
|
9
|
27.2
|
32.6
|
23.1
|
12/20 hari
|
44
|
1011.6
|
81
|
6
|
S
|
9
|
Sumber Data: Departemen
Perhubungan, Badan Meteorologi dan
geofisika Pekanbaru
Keterangan : *
Temperatur diukur pada jam 07.00, 13.00 dan 18.00; **
diukur jam
07.00; *** diukur 08.00-16.00
(1), Kecepatan
rata-rata; (2), Arah terbanyak; (3)Kecepatan terbesar
Kandungan Pb tanah pada lokasi terdedah kendaraan bermotor (A) serta 1 km dari sumber pencemar (B) dapat
dilihat pada Gambar 1. dibawah ini.


Gambar 2. Pb Tanah Berdasarkan Jarak dari Sumber Pencemar
Konsentrasi Pb tanah berdasarkan Gambar 2. diatas
menunjukan bahwa terjadi fluktuasi kadar pada lokasi A maupun B sehingga dapat
disimpulkan bahwa jarak tidak berpengaruh terhadap kadar. Pada lokasi A kemungkinan Pb yang terdapat
pada tanah dapat berasal dari Pb yang dikeluarkan dari asap kendaraan bermotor
atau dari tanah itu sendiri, karena hasil penelitian pada tanah petani sayur di
Australia (Oliver dan Naidu, 2000) menyatakan bahwa kontaminasi logam pada
tanah dapat berasal dari; 1) industry
slag seperti tanah untuk tempat tinggal, 2)
sedimen atau bebatuan dalam tanah 3)
Pb dari kendaraan bermotor yang terdapat dalam bensin, 4) tempat tinggal
yg digunakan untuk pertanian (kontaminasi DDT dan pestisida lain yang mengandung
Pb merupakan atau tanah yang berada pada area industri).
Penelitian yang dilakukan oleh Van Hook dkk pada tahun 1977 serta Siccama dan Smith
pada tahun 1978 menemukan bahwa penampungan air di hutan, Pb tertinggal dan
terikat kuat dalam humus, yang dalam banyak keadaan secara cepat akan
meningkatkan kandungan Pb. Di daerah
perkotaan kelebihan Pb sebesar 90% yang berasal dari kendaraan bermotor
tertinggal di tanah dan aliran sungai (Bogges dan Wixson, 1977 dalam
Conell et al, 1995). Menurut Hughes dkk,
1980 dalam Conell et al, 1995, Pb secara kuat tertinggal dalam bahan
organic tanah serta mempunyai laju daur ulang beberapa ribu tahun.
Hasil penelitian di India menunjukan bahwa kontribusi
tertinggi Pb dalam tanah disebabkan oleh battery dan cat yang digunakan untuk
rumah tangga. Penelitian mereka membandingkan kandungan Pb tanah yang berasal
dari asap bensin kendaraan bermotor, baterai dan cat dinding rumah tangga. Pada lokasi padat kendaraan kandungan Pb tanah
463-8973 ppm, tanah yang diambil berjarak 25 m dari jalanan. Pada jarak 37 m kandungan Pb meningkat
menjadi 1640 ppm. 4 m didepan took pinggiran jalan kandungan Pb tanah sebesar
6233 ppm. Pada penelitian mereka disimpulkan bahwa tingginya kandungan Pb bukan
dipengaruhi oleh jarak dari lokasi padat kendaraan, yang sangat berpengaruh
adalah baterai yang dibuang ke dalam tanah dan cat-cat dinding perkantoran
(Clark et al, 2005).
Keberadaan Pb dalam tanah juga dipengaruhi oleh jenis, unsur
organik dan pH tanah. Kondisi tanah kebun A lebih berpasir daripada
kebun B, sehingga kebun A lebih banyak menggunakan air untuk mengelola kebunnya
dan bila musim kering mereka tidak membuka semua lahan untuk ditanami
sayur. Kondisi kebun B tanahnya berpasir
sedikit tekstur tanah terlihat lebih kompak data analisa jenis tanah, kandungan
organic dan pH tanah pada kedua kebun dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisa Tanah Kebun Sayuran
di Lokasi Terdedah dan Tidak Terdedah
Kode
|
pH
(H2O/KCl)
|
Organik
(C, N)
|
C/N
|
Jenis
tanah
|
TA
|
5.83/5.46
|
1.92,
0.51
|
3.76
|
Berpasir/porous
|
TB
|
4.68/4.45
|
7.30,
0.62
|
11.77
|
Liat/lengket
|
Keterangan; TA; Tanah A, terdedah kendaraan
bermotor
TB; Tanah B, ta
terdedah kendaraan bermotor
Hasil penelitian menunjukan bahwa pH tanah untuk lokasi A lebih tinggi
dari lokasi B. Bila pH rendah maka unsur Pb akan tinggi, pH merupakan faktor
penting dalam phytoavaibility dari
kontaminasi logam seperti Cd, Pb Cu.
Penelitian yang dilakukan Oliver dan Naidu, (2000) menunjukan bahwa pH
tanah 5 atau lebih rendah akan
menyebakan Pb terikat kuat dalam struktur tanah terutama untuk tanah-tanah tipe lempung. Tipe tanah lokasi B merupakan tipe lempung
berdasarkan hasil analisis yang dilakukan di laboratorium tanah Fakultas
Pertanian UNRI. pH tanah sangat penting sebagai pengontrol hanya untuk species
polar yaitu pada tanah lempung/clay.
Pada kondisi lingkungan dibawah normal Pb tidak bebas bergerak karena Pb
tertinggi akan didapatkan pada kedalaman tanah 2-5 cm. Bila Pada kondisi seperti ini pencucian tidak
berpengaruh terhadap ikatan Pb dengan struktur tanah. Bila dilihat dari data pH, pada tanah lokasi
B mempunyai pH lebih rendah dari lokasi A.
penurunan pH akan menghilangkan unsure kation dari logam karena proses
pelarutan. Presipitasi asam dalam
pelarutan tanah erat hubungannya dengan mobilisasi deposit anion dalam tanah,
juga dalam sisitim pertukaran kation antara tanah dan tanaman. Pada waktu terjadi kelebihan air, rembesan
kation dari tanah ini akan diserap oleh tanaman. Pada saat unsure logam melarut dalam tanah yang lebih dalam,
akan terjadi akumulasi Pb terutama pada pH dibawah 5, pada tanah yang asam Pb berada dalam bentuk asam kompleks
(Darmono, 1995).
Selain struktur dan pH tanah pencemaran tanah berhubungan erat
dengan persentase pengaruh penyerapan ligand dan unsur organik dalam tanah.
Pada penelitian ini (Tabel 3.) kandungan karbon (C) pada lokasi A sebesar 1.92
% dan Nitrogen (N) 0.51%, sedangkan pada lokasi B kandungan karbon sebesar
7.30% dan Nitrogen 0.62%, bila dilihat dari ratio C/N untuk lokasi A sebesar
3.76 dan lokasi B sebesar 11.77. Dari ratio C/N terlihat bahwa lokasi B
memiliki ratio C/N lebih tinggi dari lokasi A.
Tumbuhan menyerap logam berat dari dalam tanah bersama dengan unsur
hara. Ion Pb mempunyai afinitas yang
besar terhadap gugus-SH dan CH3, suatu senyawa organik, bahkan
terhadap –N dan –O (Kumar, 1987) sehingga dapat mempengaruhi sifat dan
aktivitas makromolekul. Dari hasil
penelitian menunjukan bahwa unsur organik
kebun B lebih besar daripada kebun A berarti tingginya kandungan Pb pada lokasi
B dipengaruhi oleh tingginya kandungan organik yang berada dalam tanah
tersebut. Hasil data survey menunjukan
bahwa penanaman sayuran menggunakan pupuk kandang yang dikombinasikan dengan
pupuk organik (TSP dan Urea).
Tingginya unsur hara dalam tanah sangat menentukan populasi
cacing tanah. Cacing tanah merupakan
salah satu hewan yang ikut berperan dalam proses penguraian sisa-sisa tanaman
agar mudah diserap oleh tanaman. Dalam
proses dekomposisi tersebut bagian yang
tidak terserap dari sisa tanaman dikeluarkan berupa material yang lumat (Suin,
1997). Hasil penelitian menunjukan bahwa
kadar Pb dalam cacing tanah pada lokasi terdedah lebih tinggi daripada tak
terdedah (Tabel 4). Kadar Pb pada
cacing pada Gambar 3 menunjukan bahwa
jarak tidak berpengaruh dengan kadar Pb pada cacing tersebut. Persamaan linier untuk lokasi terdedah adalah
y= 0.1263x + 0.0604 dan R2= 0.1492 sedangkan persamaan linier untuk
lokasi tak terdedah adalah y= 0.0345x + 0.1596 dan R2= 0.0637

Tabel 4 Analisa Cacing dan Tanah (ppm) di Kebun Sayuran
Pada Lokasi
Terdedah dan Tak Terdedah
No.
|
Jarak
|
CT
|
CTT
|
1
|
0
|
0.05
|
0.15
|
2
|
5
|
0.03
|
0.23
|
3
|
10
|
0.99
|
0.19
|
4
|
15
|
0.04
|
0.24
|
5
|
20
|
0.34
|
0.13
|
6
|
25
|
2.06
|
1.06
|
7
|
30
|
1.52
|
0.52
|
8
|
35
|
0
|
0
|
Keterangan; CT ; Cacing , terdedah kendaraan
bermotor
CTT; Cacing, ta terdedah kendaraan bermotor
Hasil uji korelasi yang dapat dilihat pada Gambar 3. didapatkan
nilai R2 sebesar 0.1492 pada lokasi terdedah dari data
tersebut menunjukan bahwa pada kadar
Pb significant pada tingkat 14.92% dari data tersebut
menunjukan bahwa jarak tidak berpengaruh terhadap kadar Pb pada Cacing. Terjadinya peningkatan Pb pada jarak 10 meter
dari lokasi 25 meter menunjukan bahwa kecepatan angin berpengaruh terhadap
keberadaan logam Pb yang berasal dari kendaraan bermotor akibat emisi yang
dikeluarkan dari bahan bakar kendaraan bermotor tersebut. Terdapatnya dua puncak tertinggi pada lokasi
terdedah menunjukan bahwa banyaknya kendaraan bermotor yang meliwati daerah
tersebut memungkinkan partikel Pb bertahan di udara kemudian diterbangkan
kembali dengan datangnya kendaraan mobil berikutnya. Pada lokasi tidak terdedah nilai R2
sebesar 0.0637 data tersebut menunjukan
bahwa kadar Pb significant pada tingkat 6.37%. Peningkatan Pb terlihat pada jarak 25 meter
dari pangkal kebun. Pada lokasi tidak
terdedah hanya ditemukan satu puncak, bila dibandingkan dengan lokasi terdedah
menunjukan bahwa angin yang disebabkan oleh banyaknya kendaraan yang berlalu
lalang berpengaruh terhadap jatuhnya partikulat
Pb pada permukaan tanah.

Gambar 4. Kadar Pb Tanah
dan Cacing pada Lokasi Terdedah
Hasil uji korelasi yang dapat
dilihat pada Gambar 4. menunjukan bahwa ada interaksi antara kadar Pb dalam
tanah dengan kadar Pb dalam cacing. Pola
interaksi dengan nilai R2
sebesar 0.2431 menunjukan bahwa ada interaksi antara tanah dan cacing untuk
lokasi terdedah dengan persamaan linier untuk lokasi terdedah adalah y= 0.0083x
+ 0.119 dan R2= 0.2431 dari
persamaan tersebut menunjukan bahwa interaksi pada lokasi terdedah significant
pada 24.31%. Lokasi tak terdedah (Gambar 5) persamaan linier y= 0.0081x + 0.1192 dan R2=
0.2282 didapatkan nilai R2
sebesar 0.2282 pada lokasi tidak terdedah
menunjuukan bahwa kandungan Pb dalam tanah significant terhadap cacing
sebesar 22.82%.

Gambar 5. Kadar Pb Tanah
dan Cacing pada Lokasi Tak Terdedah
KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah
dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa;
1.
Jarak pada lokasi terdedah dan tidak terdedah tidak
berpengaruh terhadap kandungan Pb dalam tanah, maupun cacing tanah.
2.
Jarak Pb tanah dan cacing mempunyai
hubungan yang kurang signifikan pada tingkat 0.05.
3.
Terjadi interaksi positif antara kadar
Pb dalam tanah dengan kadar Pb pada cacing.
4.
Pada
lokasi
terdedah kadar Pb tanah significant pada
tingkat 22.82% dan Pb cacing significant pada tingkat 14.92%.
5.
Pada
lokasi
ta terdedah kadar Pb tanah significant pada tingkat 24.31% dan Pb cacing
significant pada tingkat 6.37%.
TINJAUAN PUSTAKA
C.S.Clark, V.Thuppil, R.
Clark, S. Sinha, G. Menezes, H.D.Souza, N.Nayak, A. Kuruvilla, T.Law, P.Dave
and S.Shak. Lead in Paint and Soil in Karnataka and Gujarat, India. Journal of Occupational and Environmental Hygiene, 2:38-44, January
2005.
Connel Des W., Gregory J.
Miller. (1995). Penerjemah; Yanti Koestoer dan Sahati) Kimia
dan Ekotoksikologi Pencemaran. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Danielle Oliver and Ravi Naidu, 2000. Uptake of
Copper (Cu), Lead (Pb), Cadmium (Cd), Arsenic (As) and
Dichlorodiphenylchloroethane (DDT) by Vegetable Grown in Urband Environtments.
Proceeding of the Fifth National Workshop on the Assessment of Site
Contamination.
Darmono, 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Penerbit
Universitas Indonesia.(UI-Press) Jakarta.
Prajanti Arum, Asiah, Susy Lahtiany, Dewi Retnaningsih, Ch
Netty Widianti, Darmaerius, (2000).
Pengkajian Timah Hitam (Pb) di Beberapa Kota Padat Lalu Lintas di
Indonesia. http//geogle.com
Sardiyoko, (2002).
Problem perkotaan 10 tahun Kedepan. Koran Surya. http//geogle.com.
Soedomo Moestikahadi, 2001. Pencemaran Udara. Penerbit ITB.
Bandung.
Steel Robert G.D. dan James
H.Torrie. Prinsip dan Prosedur
Statistika, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Umar Genius, (2003). Analisis Kebijakan Penanggulangan Kemacetan
Lalu Lintas di KI Jakarta. Makalah Falsafah Sains.
Program Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor.
Widianto Wahyo (1994),
Mengapa Timah Hitam Digunakan ? http//geogle.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar