HASIL PENELITIAN
KAJIAN HUBUNGAN VOLUME Kendaraan
KAJIAN HUBUNGAN VOLUME Kendaraan
DAN KONDISI KLIMATOLOGI
TERHADAP kandungan Plumbum pada udara
ambient DI DAERAH PANAM KOTA PEKANBARU
Oleh:
Vanda Julita Yahya-Biologi FMIPA-UR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Panam yang terletak
pada kecamatan Tampan kota Pekanbaru merupakan kota satelit terbaru kota
Pekanbaru. Dalam 4 tahun ini Panam menjadi
daerah yang berkembang sangat pesat, hal ini terlihat dari pembangunan
infrastuktur, aktifitas manusia maupun perdagangan. Pada awalnya planning pemerintah
kota Pekanbaru dalam usaha pengembangan pembangunan difokuskan didaerah Arengka
dan Rumbai. Tetapi pada kenyataannya Panam lebih dulu berkembang dibandingkan
Arengka dan Rumbai. Perkembangan tersebut
karena Panam merupakan salah satu jalur strategis yang menghubungkan antar
Kabupaten di Proipinsi Riau seperti Kampar dan Pasir Pangaraian serta salah
satu jalur yang menghubungkan antar Propinsi seperti Sumatera Barat dan
Sumatera Utara. Jalur ini banyak dilalui kendaraan dengan berbagai macam
aktifitas mulai dari perdagangan sampai pengangkutan barang dan penumpang.
Dengan semakin meningkatnya perkembangan sektor
transportasi, akan semakin tinggi penggunaan bahan bakar minyak. Penggunaan bahan
bakar minyak secara intensif dalam sektor ini menjadi penyebab utama timbulnya
dampak terhadap lingkungan udara. Data statistik menunjukkan bahwa 70
persen pencemaran udara di kota-kota besar di dunia berasal dari emisi
kendaraan. Polusi udara dari kendaraan bermotor mengandung 70 persen karbon
monoksida (CO), 100 persen plumbum (Pb), 60 persen hidrokarbon (HC) dan 60
persen Oksida Nitrogen (Nox). Bahan polutan tersebut pada umumnya
mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya
bagi organisme hidup (Palar, 1994). Plumbum atau Pb merupakan racun
yang bersifat neurotoksin yang sengaja ditambahkan dalam bahan bakar dengan
tujuan untuk menaikan angka oktan dalam bahan bakar. Neurotoksin adalah zat racun yang menyerang
syaraf dan bersifat akumulatif serta dapat merusak perkembangan otak pada anak. Hasil studi menunjukan bahwa timbal dapat menyebabkan kerusakan sistem
syaraf dan masalah pencernaan, sedangkan berbagai bahan kimia yang mengandung
timbal dapat menyebabkan kanker. (Darmono, 2001).
Masalah
pencemaran udara dikota-kota besar, sangat dipengaruhi dan berbeda oleh
berbagai faktor yaitu: tofografi, kependudukan, iklim dan cuaca serta tingkat
atau angka perkembangan sosio ekonomi dan industrialisasi. Masalah ini akan meningkat
keadaannya, jika jumlah penduduk perkotaan semakin meningkat pada umumnya akan menghasilkan
zat pencemar lebih banyak dari kendaraan bermotor. Kontribusi relatif dari mobil dan
sumber-sumber yang bergerak terhadap emisi polutan udara berbeda nyata diantara
kota–kota,tergantung dari tingkat motorisasi, kepadatan, tipe industri yang
ada. Kontribusi dari kendaraan bermotor lebih sedikit dikota-kota dengan
tingkat motorisasi rendah seperti: di Afrika dan kota-kota terletak didaerah
yang suhu dingin (tergantung pada bahan bakar batu bara atau biomosa untuk
pemanas ruangan) Cina, Eropa Timur. Suatu hal yang perlu diperhatikan pada
beberapa negara berkembang adalah cenderung banyaknya kendaraan bermotor tua
dan tak terawat sehingga jelas merupakan suatu faktor yang menunjukkan
kendaraan tersebut adalah sumber zat pencemar.
Tujuan
Tujuan
dari penelitian ini adalah; mengkaji hubungan volume kendaraan dan kondisi
klimatologi terhadap kandungan Pb pada udara ambient di daerah Panam, kota Pekanbaru.
Hipotesis
Kepadatan
penduduk dan volume kendaraan sangat berpengaruh terhadap tingkat pencemaran
udara. Perbedaan klimatologi serta letak topografi daerah menyebabkan perbedaan
tingkat pencemaran udara.
Manfaat
Penelitian
Hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengendalian pencemaran
lingkungan dari kendaraan bermotor di kota di daerah Panam kota Pekanbaru.
Metodelogi
Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010 -
Desember 2010.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data meteorologi yang
diambil dari Departemen Perhubungan, Badan Meteorologi dan geofisika kota Pekanbaru dan data laju emisi yang dihitung berdasarkan jumlah kendaraan pada jalan H.R. Subrantas (Gambar 1.).
diambil dari Departemen Perhubungan, Badan Meteorologi dan geofisika kota Pekanbaru dan data laju emisi yang dihitung berdasarkan jumlah kendaraan pada jalan H.R. Subrantas (Gambar 1.).
Pengambilan sampel udara, dilakukan di jalan H
Subrantas-Panam yaitu dari simpang Arengka 1 sampai Simpang Panam (jalan garuda
Sakti) . Sampel udara diambil dalam 3
waktu (pagi; pukul 07.00, siang; pukul 12.00 dan malam; pukul 18.00);
sampel volume kendaraan bermotor
dilakukan pada lokasi dan waktu yang sama dengan pengambilan sampel udara.
Gambar 1. Lokasi Penelitian Jl. HR
Subrantas
Bahan
dan Alat
Bahan
1.
Udara ambient dalam kertas saring.
2.
Standar Pb 1000 mg/L, aquades, asam
nitrat GR (p.a.), Asam Sulfat GR (p.a.), H2O2 (hydrogen
peroksida) GR (p.a.), aceton, EDTA 3%.
Alat
1.
Alat gelas untuk preparasi sample;
Erlenmeyer 100 ml, gelas piala, labu ukur, corong, pipet, mortar, cawan
porselen dan labu semprot.
2.
Alat instrument, timbangan analitik, hot
plate, desikator, oven, tanur, dan AAS (Atomic Absortion Spectrofotometri).
Metode atau
Rancangan
Sampel
udara dilakukan 3 waktu (pagi, siang, sore) dan 2 ulangan (Februari dan
Oktober) pada sepanjang jalan H.R.
Subrantas. Sebagai data penunjang untuk
kualitas udara dilakukan pengambilan sampel volume kendaraan pada tiga waktu
yang berbeda.
Penanganan
Sampel.
Udara.
Metoda
yang digunakan ekstraksi basah yaitu;
·
Kertas saring yang akan digunakan pada
alat pompa penyedot udara dipanaskan dalam oven pada suhu 60oC
selama 60 menit kemudian didinginkan dalam desikator, ditimbang dan dilakukan
pemanasan hingga didapat bobot tetap.
·
Letakan alat HVAS pada lokasi tempat
pengukuran kandungan debu sesuai jarak dan posisi yang tepat.
·
Letakan kertas saring pada alat HVAS dan lakukan pengambilan sample selama 1
jam dengan kecepatan alir udara yang disedot 70 m3/jam.
·
Ambil kertas saring dari alat HVAS dan
keringkan dalam oven, kemudian dinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.
·
Destruksi kertas saring dengan campuran
asam nitrat dan sulfat.
·
Selama proses destruksi tambahkan
sedikit-sedikit hydrogen peroksida sampai kertas saring larut dan jernih.
·
Hasil destruksi encerkan dalam labu ukur
100 ml dengan aquabides.
·
Deteksi dengan menggunakan alat AAS.
Perhitungan :
Pb = Y x V x Fp
BS
Y = konsentrasi Pb dalam pengukuran AAS
V = volume labu pengencer
Fp = factor pengenceran
BS = berat sample.
Kondisi AAS :
Wavelength : Pb 217.0 nm.
Lamp current Low (mA) : 10.0
Lamp current High (mA) : 0
Slit width : 1.0
Background correction :
BCOn
Pengukuran Volume Kendaraan.
·
Pengukuran volume kendaraan
menggunakan metoda manual, yaitu dengan menghitung jumlah kendaraan yang lalu
lalang baik roda dua maupun roda empat dengan menggunakan alat Bantu counter
Pengukuran Kondisi Klimatologi.
·
Pengukuran kelembapan dengan
alat higrometer,
·
Suhu dengan barometer, dan
·
Arah angin dengan kompas
·
Menggunakan data sekunder dari
Klimatologi kota Pekanbaru
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Panam yang dulunya adalah salah satu daerah di Pekanbaru yang jauh dari
pembangunan infrastuktur dan aktifitas manusia menjadi daerah yang berkembang
sangat pesat, baik dari segi pembangunan infrastuktur maupun segala aktifitas
manusia dan perdagangan. Seiring bertambahnya jumlah kendaraan yang melintas
dan sehubungan Panam adalah salah satu jalan lintas, hal ini memaksa Pemerintah
kota Pekanbaru melaksanakan pembangunan jalan yaitu membuat jalur dari satu
arah menjadi dua arah dua arah Gambar 2.
Gambar 2. Jl. HR Subrantas dua arah
Tingginya minat orang berdomisili di
Panam adalah salah satu indikator pesatnya pembangunan di Panam. Hal tersebut terlihat
dengan pembanguan perumahan mulai dari perumahan elite sampai perumahan murah.
Semakin banyak orang yang berdomisili di Panam akan semakin tinggi tingkat
mobilisasi dari Panam menuju kota Pekanbaru, karena sebagian besar penduduk di
daerah Panam bekerja di kota Pekanbaru (Gambar 3a dan 3b).
Gambar 3a. Suasana pagi
Gambar 3b. Suasana malam
Emisi Pb
masuk ke dalam lapisan atmosfer bumi dan dapat berbentuk gas dan partikel.
Emisi Pb yang masuk dalam bentuk gas terutama berkaitan sekali berasal dari
buangan gas kendaraan bermotor. Emisi tersebut merupakan hasil samping
pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan, yang berasal dari senyawa
tetrametil-Pb dan tetril-Pb yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan
bermotor yang berfungsi sebagai antiknock pada mesin-mesin kendaraan. Musnahnya
timbal (Pb) dalam peristiwa pembakaran pada mesin yang menyebabkan jumlah Pb
yang dibuang ke udara melalui asap buangan kendaraan menjadi sangat tinggi.
Berdasarkan estimasi skitar 80–90% Pb di udara ambien berasal dari pembakaran
bensin tidak sama antara satu tempat dengan tempat lain karena tergantung pada
kepadatan kendaraan bermotor dan efisiensi upaya untuk mereduksi kandungan Pb
pada bensin.
Dua
hal yang sangat mempengaruhi panyebaran dan transportasi dari zat-zat pencemar
udara, yakni iklim dan cuaca, serta letak topografi daerah yang dikaitkan dengan
penyebaran penduduk. Iklim–iklim dikota besar berbeda dengan benua yang lebih
dingin dan lembab (seperti
di Beijing yang sangat dingin), dibandingkan dengan daerah yang di Gurun (Kairo)
atau tropical dengan temperatur sedang dan kelembaban tinggi (Bangkok).
Akibat
beratnya musim dingin, dapat menentukan jumlah pemanasan yang dibutuhkan
penduduk sehingga meningkatkan emisi-emisi polutan, seperti SO2 diwaktu
musim dingin. Pada kota–kota dengan temperatur sedang, beban polusi cenderung
disebarkan secara merata sepanjang tahun. Thermal inversion (=pembalikan suhu)
merupakan masalah khusus bagi kotakota dengan iklim panas dan dingin. Dalam keadaan
penyebaran normal, gas-gas pencemar yang panas akan timbul disaat
mereka datang dan kontak dengan masa udara yang dingin, pada ketinggian yang
lebih tinggi.
Bagaimanapun
lingkaran–lingkaran tertentu, suhu udara lebih meningkat jauh dan
membentuk suatu lapisan inversi beberapa puluh atau ratus meter diatas tanah. Lapisan
ini akan merangkap polutan–polutan yang dekat sumber-sumber emisi dan berperan
sebagai pelindung panas, memperlambat penyebarannya. Kondisi-kondisi seperti
ini akan menjadi permasalahan jika kecepatan angin rendah. Keadaan isotermal
adalah suatu keadaan yang dijumpai bila tidak ada perubahan dalam temperatur
didaerah ketinggian, sehingga mempunyai pengaruh yang sama.
Fenomena
iklim dan cuaca lain yang sangat mempengaruhi kualitas udara adalah heat urban
island yaitu panas yang dihasilkan oleh sebuah kota mengakibatkan meningkatnya
suhu udara, sehingga terjadi penarikan suhu lebih dingin kedalam dan kemungkinan
udaranya lebih tercemar dari daerah-daerah industri sekitarnya.
Sebaiknya
pada kota-kota yang bersuhu lebih tinggi, yang terkena sinar matahari
dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi, cenderung mudah terbentuknya jaringan
ozon dan fotokimia oksidan lain dari emisi-emisi polutan. Letak
tofografi kota-kota besar juga dapat mempengaruhi sifat penyebaran dan
transport zat-zat polutan,contohnya sbb :
1.
Beijing, Kairo, New Delhi dan Moskow
mempunyai tingkat tofografi relatif dan iklimnya
tak dipengaruhi oleh molekul air .
2.
Bangkok, bombay, Buenos aires, Calcutta,
Jakarta, Karachi, London, Manila, New York,
Shanghai dan Tokyo mempunyai tingkat tofografi yang relatif dan iklimnya dipengaruhi oleh molekul air.
3.
Los Angeles, Mexico city, Rio de
janeiro, Sao paolo dan Seoul mempunyai tofografi
beraneka ragam dan suhunya dipengaruhi oleh pegunungan disekitarnya.
Keberadaan yang
jelas dari suatu badan air/molekul dapat mempengaruhi iklim
mikro dan arah angin pantai siang dan malam hari. Bukit-bukit yang mengitari kota-kota sering berfungsi sebagai
penghalang hembusan angin, perangkap polusi yang
dekat kekota. Pada kota-kota yang dikitari oleh pegungungan tinggi, seperti Los Angeles dan Mexico City, zat-zat
polutan mungkin akan terperangkap dalam udara
selama beberapa hari. Daerah pegunungan juga berfungsi sebagai penghambat transportasi polusi udara di
kota-kota besar. Pada kota-kota
dengan bangunan berstruktur tinggi penyebaran emisi polutan akibat angin besar lebih rendah (The
Canyon Effect), karena terhalang oleh bangunan.
Timbel ditambahkan sebagai bahan aditif pada bensin dalam
bentuk timbel organik (tetraetil-Pb atau tetrametil-Pb). Pada pembakaran
bensin, timbel organik ini berubah bentuk menjadi timbel anorganik. Timbel yang
dikeluarkan sebagai gas buang kendaraan bermotor merupakan partikel-partikel
yang berukuran sekitar 0,01 µm. Partikel-partikel timbel ini akan bergabung
satu sama lain membentuk ukuran yang lebih besar, dan keluar sebagai gas buang
atau mengendap pada kenalpot.
Pengaruh Pb pada kesehatan yang terutama adalah pada sintesa
haemoglobin dan sistem pada syaraf pusat maupun syaraf tepi. Pengaruh pada
sistem pembentukkan Hb darah yang dapat menyebabkan anemia, ditemukan pada
kadar Pb-darah kelompok dewasa 60-80µg/100 ml dan kelompok anak
> 40 µg/100 ml. Pada kadar Pb-darah kelompok dewasa sekitar 40 µg/100 ml
diamati telah ada gangguan terhadap sintesa Hb, seperti meningkatnya ekskresi
asam aminolevulinat (ALA).
Pengaruh pada
enzim §-ALAD dapat diamati pada kadar Pb-darah sekitar 10µg/100 ml. Akumulasi
protoporfirin dalam eritrosit (FEP) yang merupakan akibat dari terhambatnya
aktivitas enzim ferrochelatase, dapat terlihat pada wanita edngan kadar
Pb-darah 20- 30 µg/100 ml, pada pria dengan kadar 25-35 µg/100 ml, dan pada
anak dengan kadar > 15 µg/100 ml. Pengaruh Pb terhadap hambatan aktivitas
enzim ALAD tidak menyatakan adanya keracunan yang membahayakan, tetapi dapat
menunjukkan adanya pajanan Pb terha dap tubuh. Meningkatnya ekskresi ALA dan
akumulasi FEP adalam urin mencerminkan adanya kerusakan fungsi fisiologi yang
pada akhirnya dapat merusak fungsi metokhondrial.
Pengaruh pada
syaraf otak anak diamati pada kadar 60µg/100 ml, yang dapat menyebabkan
gangguan pada perkembangan mental anak. Penelitian pada pengaruh Pb yang
dikaitkan IQ anak telah banyak dilakukan tetapi hasilnya belum konsisten.
Sistem syaraf pusat anak lebih peka dibandingkan dengan orang dewasa. Gangguan
terhadap fungsi syaraf orang dewasa berdasarkan uji psikologi diamati pada
kadar Pb- darah 50 µg/100 ml. Sedangkan gangguan sistem syaraf tepi diamati
pada kadar Pb- darah 30 µg/100 ml. Timbel
dapat menembus plasenta, dan karena perkembangan otak yang khususnya peka
terhadap logam ini, maka janinlah yang terutama mendapat resiko.
Tabel 1.
Perkembangan Jumlah Kendaraan Pribadi dan Angkutan Kota di kota
Pekanbaru
No
|
Jenis Angkutan
|
Tahun/Jumlah
|
||||
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
2004
|
||
1.
|
Mobil Penumpang
|
15.982
|
17.586
|
31.442
|
34.407
|
37.890
|
2..
|
Mobil beban
|
23.625
|
25.897
|
28.264
|
44.397
|
46.352
|
3.
|
Mobil bus
|
14.670
|
17.447
|
7.117
|
7.183
|
7.253
|
4.
|
Sepeda Motor
|
119.597
|
133.647
|
154.621
|
179.636
|
208.617
|
Jumlah
|
173.874
|
194.577
|
221.444
|
265.623
|
300.112
|
Sumber
data: POLRI daerah Riau Direktorat Lalu Lintas.
Kendaraan bermotor sebagai produk teknologi dalam operasinya
memer-lukan bahan bakar minyak bumi (BBM).
Bahan bakar mobil (kendaraan ber-motor) yang secara umum disebut bensin
adalah senyawa hidrokarbon yang kandungan oktana atau isooktanannya
tinggi. Senyawa oktana adalah senyawa
hidrokarbon yang digunakan sebagai patokan untuk menentukan kualitas bahan
bakar (bensin) yang dikenal dengan angka oktana. Pada kompresi tinggi iso-oktana memberikan bunyi ketukan pada mesin mobil (knocking
atau ping). Untuk mengurangi
ketukan atau menaikan angka oktana, bahan bakar dapat juga diberikan bahan
tambahan (aditif). Bahan aditif tersebut sering disebut sebagai senyawa anti ketukan (anti
knoucking coumpound). Senyawa anti
ketukan disebut TEL (Tetra Ethyl Lead) atau (CH3CH2)4
Pb. Bahan aditif baru adalah ethyl
fluid, merupakan campuran dari 65% TEL, 25% 1,2 dibromo etana (BrCH2CH2Br)
dan 10% 1,2 dichloroetana (ClCH2CH2Cl). Hydrogen yang terhalogen ini (setelah diberi
ethyl fluid) menyebabkan timbal (Pb)
akan diubah menjadi timbal dibro-mida
yang relatif mudah menguap sehingga mudah keluar dari silinder mesin mobil
melalui knalpot (Wardhana, 2001). Mekanisme penguraian senyawa TEL dalam
bahan bakar mobil adalah :
Tabel 2. Komponen Timbal di dalam Asap
Mobil
Komponen timbal
|
Persen total timbal dalam asap
|
Segera 18 jam
setelah stater setelah stater
|
|
PbBrCl
PbBrCl.2 PbO
PbCl2
Pb (OH)Cl
PbBr2
PbCl22 PbO
Pb (OH)Br
PbOx
PbCO3
PbBr22 PbO
PbCO32 PbO
|
32.0 12.0
31.4
1.6
10.7
8.3
7.7
7.2
5.5
0.5
5.2
5.6
2.2
12.0
2.2
0.1
1.2
13.8
1.1
0.1
1.0 29.6
|
Kandungan senyawa
timbal yang dihasilkan pada pembakaran TEL ber-beda tergantung pada
jenis mesin, umur mesin dan kecepatan kerja mesin. Jenis dan komponen-komponen timbal yang diproduksi dari asap mobil dapat
dilihat pada Tabel 2. dimana kolom pertama menunjukan komposisi asap mobil
segera setelah distater, sedangkan kolom kedua menunjukan komposisi asap mobil
18 jam setelah distater. Data
asap mobil setelah 18 jam menunjukan bahwa kompo-sisi timbal mungkin mengalami reaksi ketika di
lepaskan di udara. Cara menang-kap asap mobil dalam percobaan ini dilakukan dengan menampung
asap di dalam kantung berwarna hitam yang diisi udara bersih kering, kemudian
udara tersebut dianalisis 18 jam kemudian.
Dari data tersebut terlihat bahwa komponen timbal yang terdapat dalam jumlah tinggi di
dalam asap mobil terutama adalah timbal
oksikarbonat (PbCO32PbO),
timbal okside ( PbOx) dan
timbal karbonat ( PbCO3) (Fardiaz, 1992).
Menurut Conell et
al, (1995) timbal yang dikeluarkan
dari kendaraan ber-motor dengan bahan bakar
mengandung timbal, dalam bentuk timbal chlorobro-mide. Setelah pembuangan keatmosfer terjadi
pertukaran yang cepat dari bromida ke chlorida, khususnya pada daerah
pantai. Gambar 2. menggambarkan pola
penyebaran timbal sesudah lepas dari
kendaraan bermotor.
Gambar 2. Jalur Potensial
penyebaran dan pemindahan dalam
ekosistem pinggir jalan
Hasil
penelitian menunjukan bahwa kandungan
timbal diudara lebih tinggi pada
daerah padat penduduk yang banyak menggunakan kendaraan bermotor
daripada daerah perindustrian. Sehingga
lingkungan padat penduduk berbanding lurus dengan tingkat kepekatan kandungan timbal di udara.
Menurut Soedomo (2001), pola penyebaran dan difusi pencemar
udara timbal dari kendaraan bermotor
pada suatu daerah juga sangat ditentukan oleh data meteorologi yaitu;
a.
Pola
arah dan kecepatan angin dalam bentuk bunga angin,
b.
Radiasi
sinar matahari dan lama waktu penyinarannya,
c.
Kelembapan
udara dalam persentase humiditas,
d.
Curah
hujan dan jumlah hari hujan,
e.
Profil
temperatur vertical yang bekerja,
f.
Penutupan awan.
Pada penelitian ini data
meteorologi diambil dari Departemen Perhubungan, Badan Meteorologi dan geofisika Pekanbaru
(Tabel 3).
Tabel 3. Data
Klimatologi Kota Pekanbaru Januari-September 2004
Bulan
|
Temperatur*
|
Curah hjn (mm) **
|
Penyinaran Mthr***
|
TekUdara (mb)
|
Kelem-
bapan
nisbi (%)
|
Angin
|
||||
Rata2
|
Max
|
Min
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
|||||
1
|
28
|
31.9
|
23.3
|
16/18
hari
|
42
|
1011.5
|
82
|
5
|
NE
|
8
|
2
|
27.4
|
32.5
|
23.3
|
13.4/17
hari
|
39.9
|
1025.3
|
80
|
5
|
NE
|
7
|
3
|
27.6
|
32.9
|
23.3
|
11.4/18
hari
|
71.1
|
1010.4
|
81
|
6
|
NW
|
9
|
4
|
27.9
|
32.9
|
23.4
|
20.4/20hari
|
71.6
|
1010.3
|
82
|
5
|
NW
|
8
|
5
|
29.3
|
35.1
|
24.1
|
13.8/12
hari
|
73
|
1043.3
|
81
|
5
|
S
|
8
|
6
|
28.1
|
32.6
|
23
|
12.5/12
hari
|
59
|
1021.4
|
76
|
6
|
S
|
10
|
7
|
27.7
|
33.5
|
23.2
|
15.3/hari
|
62
|
1044.4
|
84
|
6
|
S
|
10
|
8
|
28.8
|
33.1
|
23.1
|
11.3/6
hari
|
-
|
1011.6
|
75
|
6
|
S
|
10
|
9
|
27.2
|
32.6
|
23.1
|
12/20
hari
|
44
|
1011.6
|
81
|
6
|
S
|
9
|
Sumber Data: Departemen Perhubungan, Badan Meteorologi dan geofisika Pekanbaru
Keterangan : * Temperatur diukur pada jam 07.00, 13.00 dan
18.00; **
diukur
jam 07.00; *** diukur 08.00-16.00
(1), Kecepatan
rata-rata; (2), Arah terbanyak; (3)Kecepatan terbesar
Pencemaran yang diakibatkan logam
timbal terkait dengan kondisi air, udara dan tanah disekitarnya dan akan
terus bertambah secara kuantitatif bila terjadi penambahan. Penambahan
timbal di lingkungan dari emisi kendaraan bermotor, tergantung dari
kondisi geografis, cuaca/iklim serta ukuran partikel debu. Timbal dari udara berada pada permukaan tumbuhan misalnya pada daun maupun
buah, air, dan tanah. Pada manusia dan binatang timbal dari lingkungan akan menempel pada
permukaan kulit serta akan memasuki organ pernafasan.
Keadaan iklim di kota
Pekanbaru yang diperoleh dari stasiun
Meteorologi Pekanbaru pada bulan Maret 2004
dipengaruhi oleh angin barat laut, dengan kecepatan rata-rata 9 knot,
curah hujan sedikit hanya 18 kali dalam 1 bulan. Temperatur rata-rata 24.5oC pada
pagi hari, 31.2 oC pada siang hari dan 30.3 oC pada sore
hari. Kelembapan rata-rata 93% pada pagi hari, 66% pada siang hari dan 72% pada sore hari. Penyinaran matahari rata-rata 71.1% .
Udara Pada bulan September 2004 arah angin berubah lebih banyak angin
selatan yang mempunyai rata-rata kecepatan 9 knot. Curah hujan 20 hari dalam satu bulan dimana
pada saat itu sering terjadi kabut asap yang memungkinkan partikulat debu di
udara semakin banyak. Temperatur rata-rata 23.9oC pada
pagi hari, 30.0 oC pada siang hari dan 29.9 oC pada sore
hari. Kelembapan rata-rata 93% pada pagi hari, 66% pada siang hari dan 72% pada sore hari. Penyinaran matahari rata-rata 44 % .
Hasil uji statistik menunjukan bahwa Pb udara sangat dipengaruhi
oleh debu, kelembapan dan tekanan, secara matematis hubungannya adalah;
Pb= 10.15059238 + 0.00193750Kelembapan – 0.00979827Tekanan + 0.00005108debu
Dari hasil analisis
regresi tersebut debu berpengaruh sangat nyata (ά=0.01>p=0.0002) terhadap Pb udara, semakin
tinggi debu semakin tinggi Pb udara.
Kelembapan berpengaruh sangat nyata (ά=0.01>p=0.0006) terhadap Pb udara,
semakin tinggi kelembapan semakin tinggi Pb udara. Sementara tekanan berpengaruh nyata (ά=0.05>p=0.0356), semakin tinggi tekanan
udara semakin rendah Pb udara. Ketiga
peubah ini dapat menggambarkan keragaman Pb udara sebesar 47.62% dengan rincian
debu penyebab paling tinggi terhadap Pb udara yaitu sebesar 25.53%, kelembapan
penyebab kedua yaitu berkontribusi sebesar 17.20% dan tekanan penyebab paling
rendah yaitu sebesar 4.89% seperti ditunjukan oleh hasil analisis regresi
diatas.
Jumlah kendaraan berkorelasi sangat nyata dengan debu udara
dengan koefisien korelasi sebesar r = 0.3495 seperti dapat dilihat pada hasil
analisis korelasi. Karena salah satu
sebab debu diudara adalah jumlah kendaraan maka dapat diartikan bahwa semakin
banyak kendaraan maka semakin banyak debu di udara. Dari analisis korelasi dan regresi dapat
dilihat bahwa jumlah kendaraan adalah penyebab tidak langsung Pb di udara.
Gambar 3. Data Jumlah Kendaraan pada 3
Lokasi Penelitian
Hasil survei jumlah kendaraan (Gambar 3.) pada daerah padat kendaraan dikota Pekanbaru menunjukan bahwa lokasi terpadat pada lokasi
Simpang Gramedia dengan jumlah kendaraan terpadat terjadi pada malam hari
dimana pada daerah simpang Gramedia merupakan daerah perkantoran dan pertokoan
dengan kapasitas jumlah kendaraan tertinggi sebesar 5912 kendaraan per jam pada
bulan Maret dan 5438 kendaraan per jam pada bulan September. Tingginya volume
kendaraan pada bulan Maret kemungkinan pada waktu tersebut merupakan bulan
kampanye pemilihan calon presiden Republik Indonesia. Data DLLJR (Dinas Lalu Lintas Jalan Raya)
menyatakan bahwa rata-rata kepadatan per hari per jam volume kendaraan pada daerah
simpang gramedia sebesar 2030 kendaraan, perhitungan ini dilakukan rata-rata
perhari. Hasil uji kendaraan bermotor
kerjasama KLH Kantor Wilayah Sumatra dengan Bapedalda Kota Pekanbaru menunjukan
bahwa volume rata-rata jumlah kendaraan perjam sebesar 1000 kendaraan untuk
daerah Simpang Nangka-Sukarno Hatta.
Pada penelitian ini volume kendaraan terpadat terjadi pada siang hari
yaitu sebesar 4443 kendaraan pada bulan
Maret dan 4221 kendaraan pada bulan September.
Daerah Simpang Nangka-Sukarno Hatta merupakan daerah pertokoan. Sedangkan daerah Arifin Ahmad merupakan jalan
alternative, yang digunakan sebagaian besar kendaraan untuk menghindari kemacetan pada daerah jalan
protocol untuk kembali pulang kerumah .
Volume kendaraan tertinggi terjadi pada malam hari pada bulan Maret
dengan jumlah kendaraan sebesar 3140 kendaraan dan 2998 kendaraan pada bulan
September.
Dari hasil uji statistik menunjukan bahwa tingginya kandungan Pb
udara secara tidak langsung disebabkan oleh tingginya volume kendaraan. Kendaraan bermotor merupakan salah satu
penyumbang logam Pb di udara, karena menggunakan bahan bakar yang menggandung
Pb yang sengaja ditambahkan dalam bahan bakar tersebut untuk mengurangi bunyi
ketukan pada mesin kendaraan. Besarnya
jumlah Pb yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor dipengaruhi oleh jenis
kendaraan, umur mesin mobil dan kecepatan kendaraan.
Emisi timbal yang masuk dalam
bentuk gas, terutama sekali berasal dari buangan gas kendaraan bermotor yang
merupakan hasil samping dari pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin
kendaraan. Timbal hasil sampingan ini
berasal dari senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb yang selalu ditambahkan
dalam bahan bakar kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai anti-ketuk pada
mesin-mesin kendaraan. Selain itu
kendaraan bermotor diberikan pula scavenger,
yaitu etilendibromida (C2H4Br2) dan etilen
diklorida. Senyawa ini dapat meningkatkan residu timbal yang dihasilkan setelah
pembakaran, sehingga dalam gas buangan terdapat senyawa timbal dengan halogen (Palar, 2004).
Menurut hasil penelitian Jakarta Urban
development Project (Patria, 2001), di tahun 2000 kandungan timbal udara
pada daerah Jakarta telah mencapai 1,7-3,5 m/m3 hal tersebut menunjukan
tingkat kepadatan serta kecepatan lalu lintas yang sangat tinggi.
Penelitian yang dilakukan Haryanto pada
tahun 2003 menunjukan bahwa sekitar 30-46% pengemudi dan polisi serta 50%
pedagang kaki lima di kota Bandung memiliki kadar timbal dalam darahnya diatas
ambang normal yaitu lebih besar dari 40mg/dl darah dalam Anonimous, 2003. Hasil penelitian
Djuangsih et al, 1988 dalam Setiono et
al 1998 menyatakan bahwa supir angkot menempati urutan kedua yang darahnya
mengandung timah hitam (Pb) yaitu mencapai 40mg/dl. Tingginya kandungan Pb
dalam darah dipengaruhi oleh proses masuknya Pb ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui
makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau
lapisan kulit. Hasil penelitian tersebut
juga menyatakan bahwa ada korelasi
antara Pb dalam udara dan Pb dalam darah.
Hasil penelitian terhadap supir angkot daerah Ciganjur di Jakarta
menunjukan bahwa darah dari supir angkot
yang diteliti mengandung Pb sebesar 18,4
mg/dl. Kandungan tersebut mencapai dua kali lipat lebih besar bila
dibandingkan dengan penduduk Ciganjur
yaitu sebesar 9,0 mg/dl
(Setiono et al 1998).
Selain pengaruh udara yang tinggi terakumulasinya Pb
dalam darah dipengaruhi juga oleh umur
dan jenis kelamin. Hasil penelitian pada
penduduk dengan tingkat pencemaran udara yang tinggi (melebihi ambang batas)
pada laki-laki berumur 21-30 tahun
kandungan Pb dalam jaringan otak
sebesar 0,055 mg/100g , sedangkan laki-laki yang berumur 51-60 tahun jumlah kandungan Pb dalam jaringan otak sebesar 0,064 mg/100g dan pada wanita
sebesar 0,046-0,051 mg/100g Pb. Studi
yang dilakukan BAPEDALDA DKI Jakarta
pada tahun 2001 menunjukan bahwa ibu-ibu yang tinggal di pinggiran kota
memiliki ASI berkadar timbel 10-30 μg per kilogram berat badan kadar ini jauh
lebih tinggi dengan mereka yang tinggal di pedesaan yaitu 2 μg per kilogram berat badan. Terakumulasinya Pb pada ibu yang sedang hamil
akan terbawa dalam darah anak semasa dalam kandungan melalui ari-ari sehingga
adanya logam berat tersebut akan mengganggu pertumbuhan dan fungsi otak ketika
janin itu dilahirkan.
Pada penelitian ini supir angkot yang diteliti
kandungan Pb pada rambutnya berumur 40 sampai 50 tahun dengan masa kerja 20
sampai 29 tahun . Hasil analisis
regresi, lama bekerja berpengaruh sangat nyata (ά=0,01>p=0,0002)
terhadap kandungan timbal (Pb) pada rambut, semakin lama bekerja semakin tinggi Pb dalam rambut. Keragaman
Pb dalam rambut sebesar 76,68%
sedangkan umur berkontribusi 2,24% terhadap Pb dalam rambut. Lama kerja 25 hingga 29 tahun pada supir
oplet yang diteliti mengandung Pb dalam rambut sebesar 2,32 –2,33 ppm.
Pada manusia timbal tidak
dibutuhkan dalam proses fisiologis, timbal masuk dalam tubuh manusia melalui
pernafasan, diserap dan diedarkan me-lalui darah dan terakumulasi dalam hati,
pankreas dan tulang. Timbal merupakan racun yang bersifat
kumulatif. Timbal terikat dengan kuat
pada banyak jenis senyawa seperti asam amino, haemoglobin, banyak jenis enzim,
RNA dan DNA sehingga dapat mengganggu banyak alur metabolisme (Setiono et
al 1998). Bila timbal terakumulasi dalam tubuh manusia dapat mempengaruhi dan
merusak fungsi mental, perilaku dan anemia pada tingkat keracunan yang lebih
berat dapat menyebabkan muntah-muntah serta kerusakan yang serius pada sistem
saraf serta gangguan pada sistem otak.
Timbal dalam tubuh manusia akan menyebabkan pengurangan sel-sel darah
merah, penurunan sintesa hemoglobin dan penghambatan sintesa heme yang menimbulkan anemia. Sekitar 90% dari timbal yang terkumpul dalam tubuh masuk ke dalam
tulang. Dari tulang Pb dapat
diremobilisasi lagi dan masuk ke dalam peredaran darah. Pada pembentukan
tulang timbal bersifat seperti
calcium. Akhirnya akan terjadi penghambatan
dalam proses pembentukan tulang bahkan proses pembentukan tulang tidak akan
terjadi. Sehingga akan mengakibatkan
kelumpuhan.
Menurut Tsalev dan Zaprianov
(1985), tingkat keracunan timbal di-pengaruhi oleh; (a) Umur, janin yang masih
berada dalam kandungan, balita dan anak-anak lebih rentan di bandingkan orang
dewasa; (b) Jenis kelamin, wanita lebih rentan dibandingkan pria; (c) Penderita
penyakit keturunan atau orang-orang yang sedang sakit akan lebih rentan; (d)
Musim, musim panas akan meningkatkan daya racun timbal terutama terhadap
anak-anak; (e) peminum alkohol akan lebih rentan terhadap timbal. Orang-orang yang bekerja langsung dengan
bensin seperti petugas pompa bensin, pintu tol, polantas, supir taksi dapat
mengakumulasi Pb dalam darahnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak
berhubungan. Pb yang masuk dalam tubuh
90% tertimbun dalam tulang dan sisanya dalam jaringan lemak terutama dalam hati
dan ginjal.
Dikatakan bawa kandungan
ambient udara akan berpengaruh terhadap kandungan Pb dalam darah. Masih rendahnya kandungan Pb dalam rambut
supir angkot di kota Pekanbaru menunjukan bahwa udara ambient kota Pekanbaru
masih dibawah ambang batas yang ditetapkan, sehingga Pb yang terakumulasi dalam
darah masih rendah. Namun hal yang perlu
diantisipasi adalah bertambahnya jumlah kendaraan. Hasil uji statistik menunjukan bahwa jumlah
kendaraan berpengaruh sangat nyata terhadap debu di udara. Tingginya debu diudara berkorelasi positif
terhadap jumlah atau volume kendaraan bermotor di jalan raya. Semakin tinggi volume kendaraan bermotor di
jalan raya yang tidak diimbangi dengan lebar badan jalan akan menimbulkan
kemacetan. Dimana kemacetan merupakan
salah satu kontribusi tertinggi terhadap jumlah kandungan Pb di udara yang
berasal dari kendaraan bermotor. Hasil
pengamatan peneliti pada lokasi-lokasi penelitian di kota Pekanbaru menunjukan
bahwa badan jalan yang tersedia masih memenuhi persyaratan dan kemacetan yang
terjadi umumnya disebabkan oleh adanya lampu merah yang padam.
PUSTAKA
Darmono, 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Penerbit
Universitas Indonesia.(UI-Press) Jakarta.
Perkembangan Panam
Pekanbaru, 2008. http://pekanbarukita.blogspot.com/
2008/11/perkembangan-pekanbaru.html
Pryde LT (1973) Environmental Chemistry ; An Introduction.pp
155-164.
Kupchella CE & Hyland MC (1993) Environmental Science,Living within the system of nature. Pp 270-307.
Kupchella CE & Hyland MC (1993) Environmental Science,Living within the system of nature. Pp 270-307.
Setiono Kusdiwirarti, Johan S. Masjhur dan Anna Alisyahbana (Ed),
1998. Manusia Kesehatan dan Lingkungan.
PT Alumni Bandung.
Soedomo Moestikahadi, 2001.
Pencemaran Udara. Penerbit ITB. Bandung.
Tri-Tugaswati A, Suzuki S, Kiryu Y, Kawada T (1995)
Automotive Air Pollution in Jakarta with Special emphasis on lead, Particulate,
and nitrogen dioxide. Jpn J of Health and human Ecology 61:261-75.
Japan International Cooperation Agency (1997) The Study on The Integrated air Quality Management for Jakarta Metropolitan Area. Jakarta.
Japan International Cooperation Agency (1997) The Study on The Integrated air Quality Management for Jakarta Metropolitan Area. Jakarta.
Widianarko,B; K.H. Timotius & K.Vink, 1994a. Ecotoxicological Approuch for Environmental
Standards with Special Reference to Soil Quality In Widianarko, B., Vink K.,
& N.M. van Staarlen (Eds). Environmental Toxicology in South East Asia. The Free University Press, Amsterdam.
Pp.7-18.
Widianarko,B; R.A. Nugroho &
A.Subadi, 1994a. Development of
ecotoxicological Soil Quality Standards for Pb and Cd in Central Java,
Indonesia. Journal Lingkungan dan
Pembangunan 16(4);279-290;1996.
World Health Organization (1977) Environmental Health
Criteria No. 3, Lead. Geneva.
World Health Organization (1977) Environmental Health
Criteria No. 4, Oxides of nitrogen, Geneva.
World Health Organization (1978) Environmental Health
Criteria No. 7, Photochemical oxidants. Geneva.
World Health Organization (1979) Environmental Health
Criteria No. 8, Sulfur oxides and suspended particulate matter. Geneva.
International Workshop on Human Health and Enviromental Effects of Motor Vehicle Fuels snd Their Exhaust Emissions, Sydney, Australia, 6-10 April 1992.
International Workshop on Human Health and Enviromental Effects of Motor Vehicle Fuels snd Their Exhaust Emissions, Sydney, Australia, 6-10 April 1992.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar