Selasa, 05 Januari 2016

PENCEMARAN Pb DARI KENDARAAN BERMOTOR DAN PENGARUHNYA PADA SUPIR ANGKOT

HASIL PENELITIAN

PENCEMARAN Pb dari Kendaraan Bermotor
dan Pengaruhnya pada Supir Angkot
 (Studi Kasus di Kota Pekanbaru)

Oleh:  Vanda Julita Yahya-Biologi FMIPA-UNRI


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan bahan bakar minyak secara intensif dari kendaraan bermotor menjadi penyebab utama timbulnya dampak terhadap lingkungan udara, terutama didaerah-daerah perkotaan.  Proses pembakaran bahan bakar minyak akan mengeluarkan unsur  dan senyawa-senyawa pencemar ke udara, seperti padatan total tersuspensi (debu), karbon monoksida, total hidrokarbon, oksida-oksida nitrogen, oksida-oksida sulfur, partikel timbel dan oksidan fotokimia (Soedomo, 2001).
Di Indonesia penggunaan bahan bakar minyak masih di dominasi oleh penggunaan bensin bertimbel/Pb.  Pb dalam bensin merupakan senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) yang sengaja ditambahkan dalam bahan bakar dengan tujuan untuk menaikan angka oktan dalam bahan bakar.  Angka oktan secara sederhana dapat diartikan sebagai indeks waktu penyalaan bahan bakar bensin.  Makin tinggi angka oktan Mogas (Mobil Gasoline) akan semakin cepat menyala.  Kelambatan waktu penyalaan akan menimbulkan bunyi pada mesin mobil (knocking).  Sehingga penambahan senyawa Pb merupakan bahan aditif dalam bensin yang berfungsi sebagai anti-knocking dimana penggunaannya sudah sejak tahun 1920-an (Widianarko et al, 1994).
Timbel atau Pb adalah neurotoksin, zat racun yang menyerang syaraf dan bersifat akumulatif serta dapat merusak perkembangan otak pada anak-anak.  Hasil studi menunjukan bahwa dampak timbel berbahaya pada anak-anak karena akan menurunkan tingkat kecerdasan (IQ).  Selain itu timbel juga sebagai polutan udara yang mempunyai efek toksik yang luas pada manusia dan hewan karena mengganggu fungsi ginjal, saluran pencernaan, system syaraf serta menurunkan fertilitas (Darmono, 2001).

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah; mengkaji hubungan kandungan Pb pada rambut dengan umur dan lama bekerja supir oplet di kota Pekanbaru.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini  dilakukan di kota Pekanbaru, pada bulan desember 2009,  terhadap  supir oplet yang beroperasi pada sepanjang jalan Panam-Soekarno Hata-Nangka

Bahan dan Alat

Bahan

1.        Rambut manusia, kertas saring.
2.        Standar Pb 1000 mg/L, aquades, asam nitrat GR (p.a.), Asam Sulfat GR (p.a.), H2O2 (hydrogen peroksida) GR (p.a.), aceton, EDTA 3%.

Alat

1.      Alat gelas untuk preparasi sample; Erlenmeyer 100 ml, gelas piala, labu ukur, corong, pipet, mortar, cawan porselen dan labu semprot.
2.      Alat instrument, timbangan analitik, hot plate, desikator, oven, tanur, dan AAS (Atomic Absortion Spectrofotometri).

Metode atau Rancangan

Analisis Pb untuk rambut dilakukan dengan menggunakan metoda Jemai, 1999 dengan  menggunakan alat AAS. 
Sampel manusia diambil beberapa gram rambut dari 60 orang supir oplet yang rata-rata mempunyai umur dan waktu beroperasi yang sama


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian Djuangsih et al, 1988 dalam Setiono et al 1998 menyatakan bahwa supir angkot menempati urutan kedua yang darahnya mengandung timah hitam (Pb) yaitu mencapai 40mg/dl.   Tingginya kandungan Pb dalam darah dipengaruhi oleh proses masuknya Pb ke dalam tubuh.  Proses masuknya Pb dalam tubuh  dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit.  Hasil penelitian tersebut juga  menyatakan bahwa ada korelasi antara Pb dalam udara dan Pb dalam darah.  Hasil penelitian terhadap supir angkot daerah Ciganjur di Jakarta menunjukan bahwa  darah dari supir angkot yang diteliti  mengandung Pb sebesar 18,4 mg/dl. Kandungan tersebut mencapai dua kali lipat lebih besar bila dibandingkan dengan penduduk Ciganjur  yaitu sebesar 9,0 mg/dl (Setiono et al 1998). 
Selain pengaruh udara yang tinggi terakumulasinya Pb dalam darah  dipengaruhi juga oleh umur dan jenis kelamin.  Hasil penelitian pada penduduk dengan tingkat pencemaran udara yang tinggi (melebihi ambang batas) pada laki-laki berumur 21-30 tahun  kandungan  Pb dalam jaringan otak sebesar  0,055 mg/100g , sedangkan  laki-laki yang berumur 51-60 tahun  jumlah kandungan Pb dalam jaringan otak  sebesar 0,064 mg/100g dan pada wanita sebesar  0,046-0,051 mg/100g Pb. Studi yang dilakukan BAPEDALDA DKI  Jakarta pada tahun 2001 menunjukan bahwa ibu-ibu yang tinggal di pinggiran kota memiliki ASI berkadar timbel 10-30 μg per kilogram berat badan kadar ini jauh lebih tinggi dengan mereka yang tinggal di pedesaan yaitu  2 μg per kilogram berat badan.  Terakumulasinya Pb pada ibu yang sedang hamil akan terbawa dalam darah anak semasa dalam kandungan melalui ari-ari sehingga adanya logam berat tersebut akan mengganggu pertumbuhan dan fungsi otak ketika janin itu dilahirkan.
Timbal merupakan racun yang bersifat kumulatif.  Sekitar 90% dari timbal yang terkumpul dalam tubuh masuk ke dalam tulang.  Dari tulang Pb dapat diremobilisasi lagi dan masuk ke dalam peredaran darah.  Timbal terikat dengan kuat pada banyak jenis senyawa seperti asam amino, haemoglobin, banyak jenis enzim, RNA dan DNA sehingga dapat mengganggu banyak alur metabolisme (Setiono et al 1998).
Pada penelitian ini supir angkot yang diteliti kandungan Pb pada rambutnya berumur 40 sampai 50 tahun dengan masa kerja 20 sampai 29 tahun .  Hasil  analisis  regresi, lama bekerja berpengaruh sangat nyata (ά=0,01>p=0,0002) terhadap kandungan timbal (Pb) pada rambut, semakin lama bekerja  semakin tinggi Pb dalam rambut.  Keragaman  Pb dalam rambut sebesar 76,68%  sedangkan umur berkontribusi 2,24% terhadap Pb dalam rambut.   Lama kerja 25 hingga 29 tahun pada supir oplet yang diteliti mengandung Pb dalam rambut sebesar 2,32 –2,33 ppm.
Dikatakan bawa kandungan ambient udara akan berpengaruh terhadap kandungan Pb dalam darah.  Masih rendahnya kandungan Pb dalam rambut supir angkot di kota Pekanbaru menunjukan bahwa udara ambient kota Pekanbaru masih dibawah ambang batas yang ditetapkan, sehingga Pb yang terakumulasi dalam darah masih rendah.  Namun hal yang perlu diantisipasi adalah bertambahnya jumlah kendaraan.  Hasil uji statistik menunjukan bahwa jumlah kendaraan berpengaruh sangat nyata terhadap debu di udara.  Tingginya debu diudara berkorelasi positif terhadap jumlah atau volume kendaraan bermotor di jalan raya.  Semakin tinggi volume kendaraan bermotor di jalan raya yang tidak diimbangi dengan lebar badan jalan akan menimbulkan kemacetan.  Dimana kemacetan merupakan salah satu kontribusi tertinggi terhadap jumlah kandungan Pb di udara yang berasal dari kendaraan bermotor.  Hasil pengamatan pada lokasi-lokasi penelitian menunjukan bahwa badan jalan yang tersedia masih memenuhi persyaratan dan kemacetan yang terjadi umumnya disebabkan oleh adanya lampu merah yang padam.

PUSTAKA

1.      Darmono, 2001.  Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Penerbit Universitas Indonesia.(UI-Press) Jakarta.
2.      Setiono Kusdiwirarti, Johan S. Masjhur dan Anna Alisyahbana (Ed), 1998.  Manusia Kesehatan dan Lingkungan. PT Alumni Bandung.
3.      Soedomo Moestikahadi,  2001. Pencemaran Udara. Penerbit ITB. Bandung.
4.      Widianarko,B; K.H. Timotius & K.Vink, 1994a.  Ecotoxicological Approuch for Environmental Standards with Special Reference to Soil Quality In Widianarko, B., Vink K., & N.M. van Staarlen (Eds).  Environmental Toxicology in South East Asia.  The Free University Press, Amsterdam. Pp.7-18.

5.      Widianarko,B; R.A. Nugroho   & A.Subadi, 1994a.  Development of ecotoxicological Soil Quality Standards for Pb and Cd in Central Java, Indonesia.  Journal Lingkungan dan Pembangunan 16(4);279-290;1996.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar