HASIL PENELITIAN
PENCEMARAN Pb dari Kendaraan Bermotor
dan Pengaruhnya
pada Supir Angkot
(Studi Kasus di Kota Pekanbaru)
Oleh: Vanda Julita Yahya-Biologi FMIPA-UNRI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan bahan bakar minyak secara
intensif dari kendaraan bermotor menjadi penyebab utama timbulnya dampak
terhadap lingkungan udara, terutama didaerah-daerah perkotaan. Proses pembakaran bahan bakar minyak akan
mengeluarkan unsur dan senyawa-senyawa
pencemar ke udara, seperti padatan total tersuspensi (debu), karbon monoksida,
total hidrokarbon, oksida-oksida nitrogen, oksida-oksida sulfur, partikel
timbel dan oksidan fotokimia (Soedomo, 2001).
Di Indonesia penggunaan bahan bakar
minyak masih di dominasi oleh penggunaan bensin bertimbel/Pb. Pb dalam bensin merupakan senyawa Tetra
Ethyl Lead (TEL) yang sengaja ditambahkan dalam bahan bakar dengan tujuan
untuk menaikan angka oktan dalam bahan bakar.
Angka oktan secara sederhana dapat diartikan sebagai indeks waktu
penyalaan bahan bakar bensin. Makin
tinggi angka oktan Mogas (Mobil Gasoline) akan semakin cepat menyala. Kelambatan waktu penyalaan akan menimbulkan
bunyi pada mesin mobil (knocking).
Sehingga penambahan senyawa Pb merupakan bahan aditif dalam bensin yang
berfungsi sebagai anti-knocking dimana penggunaannya sudah sejak tahun
1920-an (Widianarko et al,
1994).
Timbel atau Pb adalah neurotoksin, zat
racun yang menyerang syaraf dan bersifat akumulatif serta dapat merusak
perkembangan otak pada anak-anak. Hasil
studi menunjukan bahwa dampak timbel berbahaya pada anak-anak karena akan
menurunkan tingkat kecerdasan (IQ).
Selain itu timbel juga sebagai polutan udara yang mempunyai efek toksik
yang luas pada manusia dan hewan karena mengganggu fungsi ginjal, saluran
pencernaan, system syaraf serta menurunkan fertilitas (Darmono, 2001).
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah; mengkaji
hubungan kandungan Pb pada rambut dengan umur dan lama bekerja supir oplet di
kota Pekanbaru.
METODOLOGI
PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di kota Pekanbaru, pada bulan
desember 2009, terhadap supir oplet yang beroperasi pada sepanjang
jalan Panam-Soekarno Hata-Nangka
Bahan
dan Alat
Bahan
1.
Rambut manusia, kertas saring.
2.
Standar Pb 1000 mg/L, aquades, asam
nitrat GR (p.a.), Asam Sulfat GR (p.a.), H2O2 (hydrogen
peroksida) GR (p.a.), aceton, EDTA 3%.
Alat
1.
Alat gelas untuk preparasi sample;
Erlenmeyer 100 ml, gelas piala, labu ukur, corong, pipet, mortar, cawan
porselen dan labu semprot.
2. Alat
instrument, timbangan analitik, hot plate, desikator, oven, tanur, dan AAS
(Atomic Absortion Spectrofotometri).
Metode
atau Rancangan
Analisis Pb untuk rambut dilakukan
dengan menggunakan metoda Jemai, 1999 dengan menggunakan alat AAS.
Sampel
manusia diambil beberapa gram rambut dari 60 orang supir oplet yang rata-rata
mempunyai umur dan waktu beroperasi yang sama
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian Djuangsih et al, 1988 dalam
Setiono et al 1998 menyatakan bahwa
supir angkot menempati urutan kedua yang darahnya mengandung timah hitam (Pb)
yaitu mencapai 40mg/dl.
Tingginya kandungan Pb dalam darah dipengaruhi oleh proses masuknya Pb
ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb dalam
tubuh dapat melalui beberapa jalur,
yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi pada
selaput atau lapisan kulit. Hasil
penelitian tersebut juga menyatakan
bahwa ada korelasi antara Pb dalam udara dan Pb dalam darah. Hasil penelitian terhadap supir angkot daerah
Ciganjur di Jakarta menunjukan bahwa
darah dari supir angkot yang diteliti
mengandung Pb sebesar 18,4 mg/dl.
Kandungan tersebut mencapai dua kali lipat lebih besar bila dibandingkan dengan
penduduk Ciganjur yaitu sebesar 9,0 mg/dl (Setiono et al
1998).
Selain pengaruh udara yang tinggi
terakumulasinya Pb dalam darah dipengaruhi
juga oleh umur dan jenis kelamin. Hasil
penelitian pada penduduk dengan tingkat pencemaran udara yang tinggi (melebihi
ambang batas) pada laki-laki berumur 21-30 tahun kandungan
Pb dalam jaringan otak sebesar
0,055 mg/100g , sedangkan laki-laki
yang berumur 51-60 tahun jumlah
kandungan Pb dalam jaringan otak sebesar
0,064 mg/100g dan pada wanita sebesar
0,046-0,051 mg/100g Pb. Studi yang dilakukan BAPEDALDA DKI Jakarta pada tahun 2001 menunjukan bahwa
ibu-ibu yang tinggal di pinggiran kota memiliki ASI berkadar timbel 10-30 μg
per kilogram berat badan kadar ini jauh lebih tinggi dengan mereka yang tinggal
di pedesaan yaitu 2 μg per kilogram
berat badan. Terakumulasinya Pb pada ibu
yang sedang hamil akan terbawa dalam darah anak semasa dalam kandungan melalui
ari-ari sehingga adanya logam berat tersebut akan mengganggu pertumbuhan dan
fungsi otak ketika janin itu dilahirkan.
Timbal
merupakan racun yang bersifat kumulatif.
Sekitar 90% dari timbal yang terkumpul dalam tubuh masuk ke dalam tulang. Dari tulang Pb dapat diremobilisasi lagi dan
masuk ke dalam peredaran darah. Timbal
terikat dengan kuat pada banyak jenis senyawa seperti asam amino, haemoglobin,
banyak jenis enzim, RNA dan DNA sehingga dapat mengganggu banyak alur
metabolisme (Setiono et al 1998).
Pada penelitian ini supir angkot
yang diteliti kandungan Pb pada rambutnya berumur 40 sampai 50 tahun dengan
masa kerja 20 sampai 29 tahun .
Hasil analisis regresi, lama bekerja berpengaruh sangat
nyata (ά=0,01>p=0,0002) terhadap kandungan timbal (Pb) pada rambut, semakin
lama bekerja semakin tinggi Pb dalam
rambut. Keragaman Pb dalam rambut sebesar 76,68% sedangkan umur berkontribusi 2,24% terhadap
Pb dalam rambut. Lama kerja 25 hingga
29 tahun pada supir oplet yang diteliti mengandung Pb dalam rambut sebesar 2,32
–2,33 ppm.
Dikatakan
bawa kandungan ambient udara akan berpengaruh terhadap kandungan Pb dalam
darah. Masih rendahnya kandungan Pb
dalam rambut supir angkot di kota Pekanbaru menunjukan bahwa udara ambient kota
Pekanbaru masih dibawah ambang batas yang ditetapkan, sehingga Pb yang
terakumulasi dalam darah masih rendah.
Namun hal yang perlu diantisipasi adalah bertambahnya jumlah
kendaraan. Hasil uji statistik
menunjukan bahwa jumlah kendaraan berpengaruh sangat nyata terhadap debu di
udara. Tingginya debu diudara
berkorelasi positif terhadap jumlah atau volume kendaraan bermotor di jalan
raya. Semakin tinggi volume kendaraan
bermotor di jalan raya yang tidak diimbangi dengan lebar badan jalan akan
menimbulkan kemacetan. Dimana kemacetan
merupakan salah satu kontribusi tertinggi terhadap jumlah kandungan Pb di udara
yang berasal dari kendaraan bermotor.
Hasil pengamatan pada lokasi-lokasi penelitian menunjukan bahwa badan
jalan yang tersedia masih memenuhi persyaratan dan kemacetan yang terjadi
umumnya disebabkan oleh adanya lampu merah yang padam.
PUSTAKA
1.
Darmono, 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Penerbit
Universitas Indonesia.(UI-Press) Jakarta.
2. Setiono Kusdiwirarti, Johan S. Masjhur dan Anna
Alisyahbana (Ed), 1998. Manusia
Kesehatan dan Lingkungan. PT Alumni Bandung.
3.
Soedomo
Moestikahadi, 2001. Pencemaran Udara.
Penerbit ITB. Bandung.
4.
Widianarko,B; K.H.
Timotius & K.Vink, 1994a.
Ecotoxicological Approuch for Environmental Standards with Special
Reference to Soil Quality In Widianarko, B., Vink K., & N.M. van Staarlen
(Eds). Environmental Toxicology in South East Asia. The Free University Press, Amsterdam.
Pp.7-18.
5.
Widianarko,B; R.A.
Nugroho & A.Subadi, 1994a. Development of ecotoxicological Soil Quality
Standards for Pb and Cd in Central Java, Indonesia. Journal Lingkungan dan Pembangunan
16(4);279-290;1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar