Laporan Perjalanan ke Suaka Alam Kerumutan
Vanda Julita Yahya-S3
PSL-UNRI-UI (2008)
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Teori tanpa
praktek sering dikatakan orang bagai orang buta meraba seekor gajah. Bila kita meraba belalainya kita mengatakan
bahwa gajah panjang, bila kita meraba badannya kita mengatakan bahwa gajah
besar. Sehingga asumsi tidak sama dengan
kenyataan. Oleh karena itulah pada mata
kuliah wetland ini kita melakukan kunjungan lapang ke daerah lahan basah suaka
alam Kerumutan.
Lahan basah
adalah istilah kolektif tentang ekosistem yang pembentukannya dikuasai air, dan
proses serta cirinya terutama dikendalikan oleh air. Lahan basah adalah suatu tempat yang cukup
basah selama waktu cukup panjang bagi pengembangan vegetasi dan organisme lain
yang teradaptasi khusus. Lahan basah
didefinisikan berdasarkan tiga parameter, yaitu hidrologi, vegetasi hidrofitik
dan tanah hidrik. Lahan basah mencakup
suatu rentangan luas habitat pedalaman, pantai dan marine yang memiliki jumlah
tampakan yang sama. (Notohadiprawiro, 2007).
Menurut
konvensi Ramsar sebutan lahan basah (wetland)
mencakup beraneka ekosistem pedalaman, pantai dan marine yang memiliki sejumlah
tampakan yang sama. Tampakan yang sama
dari semua lahan basah ialah daerah-daerah alami atau buatan berair yang
bersifat tetap atau berkala, dengan air ladung (stagmant static) atau mengalir dan bersifat tawar, payau atau
asin. Lahan basah mencakup lahan gambut,
dataran banjir, hamparan lumpur lepas pantai (mudfat), estuari, kawasan manggrove, air marine yang jeluknya (depth) sewaktu surut tidak lebih
daripada 6 m dan lahan basah buatan seperti waduk, sawah dan tambak.
Lahan basah memiliki peranan yang
penting dalam menyumbang keragaman hayati, pengatur iklim dunia, sumber pangan,
sumber sirkulasi air, sumber perikanan, dan obat-obatan bagi masyarakat
setempat. Masyarakat lokal memiliki tingkat ketergantungan kehidupan yang
cukup besar pada ekosistem lahan basah. Di beberapa tempat, terdapat
kearifan lokal dan sistem pengelolaan dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada.
Namun demikian, tidak semua masyarakat yang hidup bergantung pada ekosistem
lahan basah memiliki pengaturan dan kepedulian terhadap keberlanjutan ekosistem
lahan basah. Pola pemanfaatan yang bersifat merusak dan eksploitatif
berlangsung, baik oleh masyarakat setempat maupun pendatang, tanpa ada upaya
pencegahan.
Ekosistem lahan basah dipandang
sebagai tanpa pemilik, belum tergarap dan terlantar. Pandangan ini
hampir sejalan dengan pemerintah yang menganggap lahan basah sebagai lahan
potensial untuk kepentingan produksi, melalui alih fungsi. Ditinjau dari
regulasi yang ada, pengaturan pada ekosistem lahan basah masih sangat minim.
Namun demikian, pandangan, ikatan batin, dan faktor pendorong konservasi maupun
eksploitasi oleh masyarakat atas lahan basah di suatu tempat bersifat khas dan
site specifik.
B. Maksud
dan Tujuan
Maksud kegiatan ini adalah menelaah, serta mengkompilasi,
kondisi di suaka alam Kerumutan. Adapun
tujuannya adalah me-ngembangkan hasil-hasil analisis tersebut kedalam suatu
bentuk re-komendasi yang diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
pengembangan pengelolaan sumberdaya alam secara optimal dan lestari.
C. Ruang
Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan ini diarahkan pada
penelaahan, pengamatan, dan analisis data
lapangan untuk mendapatkan kesimpulan dan
bahan pertimbangan pengembangan pengelolaan
sumberdaya alam di suaka alam Kerumutan.
BAB
II
KEADAAN
UMUM KAWASAN
Suaka alam Kerumutan
adalah hamparan kawasan yang terdiri
dari kawasan inti (Suaka Margasatwa Kerumutan) seluas 93.223
ha, Kawasan lindung gambut (areal perluasan potensial) seluas 52.213 ha,
dan kawasan bukan inti atau intervensi (yang mempunyai pengaruh dan dampak
terhadap penyelamatan ekosistem hutan Rawa Gambut Kerumutan) seluas 1,176,734
ha. Total luas Kerumutan adalah 1.322.169 ha (berdasarkan perhitungan
dan analisis citra landsat). Suaka alam
Kerumutan berada di Pulau Sumatera
Bagian Tengah dimana ekosistem hutan rawa gambut Kerumutan memiliki fungsi
konservatori air, gudang karbon, habitat bagi satwa penting khususnya harimau
sumatera (Sanderson, et. Al, 2006), dilindungi dan endemik, maka keberadaan suaka
alam Kerumutan sangat penting untuk dipertahankan.
Suaka alam Kerumutan merupakan bagian dari Tesonilo – Bukit Tigapuluh yang diinisiasi
oleh LSM di Riau dan Jambi sejak tahun 2002 (Gambar 1). Hutan tersebut
sangat penting dipertahankan selain sebagai penyeimbang ekologi dan diyakini
dapat berfungsi sebagai koridor bagi satwa tertentu agar viable. Jika dilihat dari
sebaran gambut yang ada di Sumatera, Riau memiliki kawasan gambut terluas atau
hampir dua pertiganya (2/3) dan relatif lebih aman. Sedangkan di Kampar
Peninsula, saat ini sebagian besar hutan rawa gambut tersebut dalam proses
degradasi dan fragmentasi oleh group perusahaan rakasasa Pulp and paper RAPP/APRIL
dan perkebunan kelapa sawit.
Batas suaka
alam Kerumutan adalah Sungai Indragiri,
Sungai Kampar, Pantai Timur Pulau Sumatera dan Jalan Lintas Timur Pulau
Sumatera. Kerumutan berada pada tiga (3)
kabupaten yaitu Kabupaten Pelalawan, Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir,
provinsi Riau Di kawasan intervensi terdapat pemanfaatan kawasan hutan
dan lahan oleh berbagai pihak seperti HPH, HTI, Perkebunan Kelapa Sawit,
perladangan masyarakat, nelayan, pengambilan kayu mangrove dan berbagai
aktivitas pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.
Pada suaka alam Kerumutan terdapat
dua masyarakat asli minoritas (indigenouse
people) yaitu : suku Duanu dan Petalangan. Disamping itu, terdapat
masyarakat Melayu Pesisir dan migran. Jumlah penduduk yang bergantung pada suaka
alam Kerumutan yang terdata minimal
5.405 Keluarga atau 27.025 jiwa (Kecamatan Kerumutan dan Kecamatan Teluk
Meranti 2005, Kecamatan Simpang Gaung 2000, dan survey lapangan 2005). Masih perlu pendataan dan update lebih lanjut
untuk kependudukan di wilayah ini.
Gambar 1. Suaka Alam Kerumutan
A.
Letak, Luas dan Batas
A. 1. Kawasan Inti (SM. Kerumutan) dan Kawasan Lindung Gambut
Kawasan inti (SM. Kerumutan) ditetapkan sebagai
kawasan lindung berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 350/Kpts/II/6/1979. Saat
ditunjuk luasnya sekitar 120.000 ha, setelah ditata batas menjadi 92.000 ha dengan tambahan lahan
pengganti sehingga menjadi 93.222 ha.
Ekosistem SM. Kerumutan merupakan hutan hujan dataran rendah dan hutan
rawa dengan topografi datar.
Kawasan SM Kerumutan
terletak di antara 102° 24' -
102° 38' BT dan 0° 11' LU - 0° 19' LS.
Kawasan SM Kerumutan secara administrasi berada di Kabupaten Pelalawan,
Indragiri Hulu, dan Indragiri
Hilir. Pengelolaan wilayah kerja seksi
konservasi wilayah I BKSDA Riau. Jarak tempuh ke wilayah ini dari Pekanbaru 4
jam baik melalui darat dan atau air, dan
1.5 jam dari Rengat melalui air/ sungai.
Di sebelah Selatan dan Barat terdapat kawasan rawa
gambut berstatus sebagai kawasan lindung gambut. Namun di sebelah Barat kawasan
tersebut telah dimiliki oleh PT Mitra Kembang Selaras, Merbau Pelalawan Lestari
untuk HTI. Saat ini WWF sedang mendorong perusahaan tersebut untuk menyisakan
kawasan hutan yang bernilai konservasi tinggi (HCVF). Kawasan lindung gambut
yang ada disebelah Selatan dengan total luasan
52.213 ha berpotensi untuk diperluas. Saat ini kawasan tersebut tidak
ada pemegang konsesi, namun melihat gambaran di atas dan kebijakan pemerintah
yang cenderung eksploitatif, besar kemungkinan akan mengalami nasib yang sama
dengan kawasan lindung gambut di sebelah Barat. Oleh karena itu, dalam waktu
dekat kawasan ini harus diadvokasikan dan didorong menjadi kawasan perluasan
SM. Kerumutan.
Gambar
2. Citra Landsat Kerumutan TM Image Nov 11, 2005 dan
Aug 3, 2006
Berdasarkan analisis awal, kondisi kedalaman gambut,
hidrologi, potensi flora fauna serta kondisi sosial budaya pada kawasan lindung
gambut tersebut tidak berbeda secara signifikan dengan kawasan SM Kerumutan. Berdasarkan kedalaman gambut tersebut maka kawasan ini mutlak menjadi
kawasan lindung gambut sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kepres No. 32
tentang kawasan lindung (gambar 2. citra landsat
Kerumutan Lanscape TM Image 2005-2006). Gambar 2 Citra Landsat kerumutan
Lanscape TM Image Nov 11, 2005 dan Aug
3, 2006
B. Keadaan Lapangan
B.1. Flora Fauna
Di suaka alam Kerumutan
ditemukan harimau Sumatera
sebagai bagian kecil dari penyebaran dan habitat harimau Sumatera. Kawasan dan hutan ini kalau dilihat masih menyatu
dengan kawasan hutan di Kampar Peninsula, untuk satwa harimau Sumatera, sungai
Kampar tidak menjadi pembatas karena harimau bisa berenang.
Menurut Sunarto, ekosistem hutan rawa gambut Kerumutan
memiliki potensi penting di antaranya sebagai habitat harimau Sumatera,
meskipun informasi tentang ini belum banyak terungkap (Silalahi, 2006). Dengan mengacu pada tiger conservation lanscape (Sanderson,
et.al, 2006), Kerumutan landscape jauh
lebih penting dari Bukit Tigapuluh karena luasan hutan masih memadai dan
menyambung dengan kawasan
di sekitarnya dengan total lebih dari 100.000 ha. Namun masih terlalu dini
untuk menyimpulkan, sepantasnya perlu
dilakukan inventarisasi lebih detail.
Program konservasi harimau
Sumatera WWF-Indonesia, saat ini masih melakukan survei di daerah Kerumutan
dengan menempatkan 20 pasang kamera pengintai otomatis (camera trap) pada 20 lokasi. Dalam dua bulan terakhir, dua tim dari
WWF Indonesia ini telah mendapatkan bukti adanya harimau melalui foto. Beberapa pengetahuan tentang satwa di daerah
ini sangat terbatas. Birdlife International mencatat ada beberapa spesies
burung yang terancam punah, sebagaimana tercantum dalam beberapa literatur
seperti National Conservation Plan.
Informasi dari beberapa sumber menyatakan bahwa di kawasan ini pernah ditemukan gajah
sumatera.
Hasil Review of rapid internal HCV assessment oleh
WWF Indonesia tehadap FMU joint operation PT RAPP (2005) mengungkapkan,
beberapa satwa penting dalam kawasan selain harimau Sumatera (Panthera
tigris sumatrensis) adalah harimau dahan (Neofelis nebulosa),
beruang madu (Helarctos malayanus malayanus), burung enggang (Buceros
rhinoceros), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kuntul putih
(Egretta intermedia), ikan arowana (Schleropages formosus), itik
liar (Cairina scutulata) dan buaya sinyulong. SM. Kerumutan juga
merupakan wilayah singgah burung migran dan merupakan kawasan Importan Bird
Area (IBA) dan Endangered Bird Area (EBA).
Kawasan SM Kerumutan dan Kawasan
lindung gambut ini merupakan bagian dari Ecoregion 85 (Sumatran Peatswamp
Forest). Mengacu peta Wetland International, ketebalan gambutnya besar sekali, dengan
kedalaman yang berbeda-beda namun 95 % lebih dari 4 meter. Fungsi kawasan gambut tidak tergantikan
fungsinya oleh HTI. Dampaknya di antaranya sifat gambut cepat mengeluarkan air
secara horizontal (kering), terjadi kebakaran, pohon mudah roboh jika angin
kuat. Aspek ekonomi, perusahaan akan
mengalami kegagalan dalam pengelolaan HTI (akasia) pada tahap daur ulang ketiga
dan seterusnya (Silalahi,
2006)
Tingkat biodiversiti di Kawasan ini masih tinggi artinya
kondisi kawasan masih bagus, bisa juga dilihat dari kondisi di peta citra
landsat di atas dan adanya temuan dari kantung semar (Nephentes Spp). Menurut IUCN
ada beberapa jenis spesies tumbuhan yang statusnya endemik di antaranya ramin,
dan jenis diptereocarpaceae. Selain itu, ditemukan tumbuhan dominan di
kawasan ini seperti : Meranti (Shorea
sp), Punak (Tetrameristaglabra miq), Perupuk (Solenuspermun
javanicus), Nipah (Nypa fruction), Rengas (Gluta rengas),
Pandan (Pandanus sp) dll. Hal ini
menunjukkan bahwa kawasan ini masih relatif baik (Silalahi, 2006).
Gambar
3.
Kondisi Flora Sepanjang Aliran Sungai
suaka alam Kerumutan
Hasil
pengamatan kami dalam perjalanan ke suaka alam Kerumutan menunjukan bahwa
kondisi flora seperti terlihat pada Gambar 3.
Masih terlihat hutan primer dengan jenis pepohon seperti; Meranti (Shorea sp), Punak (Tetrameristaglabra miq), Perupuk
(Solenuspermun javanicus), Nipah (Nypa fruction), Rengas (Gluta
rengas), Pandan (Pandanus sp).
Namun pada kawasan luar terlihat beberapa
kawasan tampak terjadi kegiatan illegal loging (Gambar 4), hutan yang gundul
dan kayu-kayu tebangan yang berserakan belum terangkat karena kondisi jembatan
dalam keadaan rusak.
Gambar 4.
Kegiatan Ilegal loging Sepanjang Aliran
Sungai suaka alam Kerumutan
Sedangkan fauna masih
terlihat orang hutan, burung migrasi (Gambar 5) dari Australia dan beberapa
serangga.
Gambar
5. Kondisi
Fauna Sepanjang Aliran Sungai suaka alam Kerumutan
B.2 Hidroologi
Suaka alam Kerumutan
berada diantara DAS Indragiri dan DAS Kampar.
Beberapa SUBDAS yaitu S.
Kerumutan, S. Merbau, S.
Mengkuang, S. Batang Rengat, dan S. Gaung. Selain sungai yang
mengelilingi suaka alam Kerumutanpun masih memiliki hutan rawa gambut. Ekosistem Hutan Rawa Gambut Kerumutan
memiliki empat keterwakilan tipe habitat yang berbeda yaitu Hutan Rawa Gambut, Hutan
Rawa Air Tawar, Hutan Bakau dan Hutan Belukar. Kawasan ini termasuk dalam 3 DAS
(Daerah Aliran Sungai) yaitu DAS Kampar, DAS Indragiri dan DAS Gaung. DAS ini
berhulu di Kabupaten Kuansing, Kabupaten Kampar hingga Provinsi Sumbar dan
bermuara di Selat Berhala di Kecamatan Kuala Indragiri, Kabupaten Inhil. Rawa
gambut berbeda dengan ekosistem tanah kering karena faktor air. Jika hidrologi
rawa gambut dikelola secara ceroboh pada satu tempat maka kerusakannya akan
merembet kepada tempat lainnya. Runtuhnya kubah gambut dan salinitas (keasinan)
akan meningkat karena intrusi air laut. Tidak hanya itu, satu hektar kawasan
gambut mampu menyimpan karbon rata-rata 7 x 102 ton/ha/tahun namun dipengaruhi
oleh vegetasi di atasnya dan jenis gambutnya. Jika dengan memakai nilai standar
tersebut dan acuan luasan dari Wetland international maka kawasan lindung
gambut Kerumutan yang akan punah mampu menyimpan karbon sekitar 24.176.470,52
ton/tahun, dan sifat gambut menyimpan air 15-20 kali berat kering gambut.
Sementara Indonesia tercatat penyumbang emisi karbon terbesar No.3 yang
terutama diakibatkan oleh kebakaran hutan dan lahan. Masalahnya, sekali
kerusakan ekosistem rawa gambut terjadi maka tidak akan mungkin baik kembali
(irreversible). Oleh karena fungsi
penting hutan rawa gambut sebagai kawasan yang dilindungai, maka Pemerintah
telah membuat Kepres 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung dan
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.101/Menhut-II/2004 di mana kawasan
gambut yang memiliki 3 meter atau lebih harus di lindungi (Silalahi, 2007). Pada gambar 2. foto citra landsat kawasan merah
merupakan hutan rawa gambut dengan ketebalan 4 meter. Berbicara tentang gambut,
tidak lepas dari hidrologi. Perlu di
jelaskan juga bagaimana proses terjadinya rawa gambut?. Formasi hutan rawa gambut terjadi dalam kurun
waktu 10.000 – 40.000 tahun. Kawasan ini
adalah cekungan dan air tidak bisa keluar dari bawah tanah, jika air masuk maka
tidak bisa keluar, kondisi udara juga tidak ada, sekitar 5.000 tahun usianya,
maka permukaan akan naik. Lama-kelamaan 5000 hingga 6000 tahun hutan
rawa gambut secara bertahap akan tumbuh. Karena air tidak keluar dan terjadi
pembusukan kayu, maka dari sinilah sumber nutrien. Kalau kawasan rawa gambut
dibuka, maka air dan nutriennya akan keluar, dan yang akan terjadi adalah
kawasan rawa gambut akan dangkal dan unsur hara sangat sedikit. Lama-kelamaan
akan terjadi penurunan tanah, unsur harapun sangat miskin dan tumbuhan yang
hidup sangat sedikit, gersang dan tidak akan ada hewan yang bisa hidup, mungkin
yang ada hanya tikus dan kodok. Lebih jauh, jika hal tersebut terjadi, fungsi
gambut tidak berfungsi sebagai reservoar air lagi dan akan terjadi intusi air
laut.
Di samping itu, pelepasan karbon
akan tinggi dan lapisan ozon akan menipis serta mempengaruhi pemanasan global.
Oleh karena itu, hutan rawa gambut harus dipertahankan karena sebagai gudang
karbon. Kalaupun
dieksploitasi, bagaimana memanagement kawasan rawa gambut untuk bisa mempertahankan water table.
Contohnya untuk membangun perkebunan seharusnya kita merendahkan air dari permukaan
tanah sekurang-kurangnya 100cm dan dapat mengatur air. Itulah konsep paling
penting dalam konservasi rawa yaitu strategi untuk mengurangkan air,
menghindari kebakaran dengan buffer yang kita buat (Silalahi, 2006).
Ciri
bahwa suaka alam Kerumutan masih mempunyai potensi rawa gambut yang terlindungi
dapat terlihat dari kondisi air pada sungai yang memasuki suaka inti terlihat sangat
hitam. Hal tersebut menunjukan bahwa
pada sungai tersebut mengandung unsure hara yang tinggi (Gambar 6). Tingginya unsure hara dalam air sungai dapat disebabkan aliran
air dari rawa gambut yang melimpah bila hujan turun. Karena pada saat kami ke lokasi pada kawasan
inti banyak air menggenang sehingga kami tidak dapat memasuki kawasan inti
hanya menyusuri sungai saja.
B.3 Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya
Data
dan informasi detail serta terkini memang sangat minim, ada beberapa hasil
penelitian dan laporan yang dikompilasi yang dapat memberikan gambaran awal. Di
kawasan SM Kerumutan terdapat suku asli minoritas (berdasarkan defenisi
pertemuan Suku Asli Minoritas Indonesia di Jambi, 2005) yaitu Suku Petalangan. Suku Petalangan adalah
suku perbatinan yang tersebar hingga ke
wilayah Sorek dan Tesonilo. Sedangkan suku Duanu seperti yang di sebut di atas
tinggal dan menetap di bibir pantai Timur Sumatera (di kawasan intervensi).
Gambar 7. Penduduk
yang tinggal di dalam Suaka Alam Kerumutan
Saat ini identitas Petalangan mulai
kabur dan kurang populer, mereka lebih cenderung mengaku sebagai suku Melayu
perbatinan, Petalangan memiliki makna lebih rendah dibandingkan Melayu. Hal ini
terkait dengan sejarah dan kekuasaan politik pada jaman Kerajaan Pelalawan, di
mana suku Melayu yang umumnya berpangkat Tengku memiliki stratifikasi sosial
yang lebih tinggi dari Petalangan. Ada 29 pebatinan dan kepenghuluan yang
dikenal pada jaman kerajaan Pelalawan. Berdasarkan Tennas Effendi (1995), Yoserizal
(1999) batin dan
penghulu yang berkuasa semasa Kerajaan Pelalawan berjumlah 29 orang yang
masing-masing memiliki tanah wilayat, yaitu :
1. Batin Bunut 16.
Batin Baru
2. Batin Telayap 17. Batin Delik
3. Batin Tua
Napuh 18.
Batin Pelabi
4. Batin
Panduk 19.
Batin Geringging
5. Batin
Lalang 20.
Penghulu Biduanda
6. Batin
Muncak Rantau 21.
Penghulu Besar langgam
7. Batin
Merbau 22.
Penghulu Sungai Buluh
8. Batin
Pematan 23.
Penghulu
serapung
9. Batin
Senggerih (Pengaturan) 24.
Penghulu Bandar Tolam
10. Batin
Tanah Air (sulu di Laut) 25.
Penghulu Seta Diraja
11. Batin
Payung 26.
Penghulu Lubuk Keranji
12. Batin
Kerinci 27.
Raja Bilang Bungsu
13. Batin
Putih 28.
Patih Jambuono
14. Batin Muda 29.
Setia Diraja
15. Batin
Pendaguh
Suku Petalangan yang berada di dalam
SM Kerumutan membuat bagan-bagan sebagai
tempat menginap ketika mencari ikan. Umumnya dua pertiga (2/3) waktunya akan
dihabiskan di bagan-bagan dan hanya sepertiga (1/3) dari waktu mereka menetap
di desa. Suku Petalangan yang pergi ke SM Kerumutan sekitar 100 KK, selebihnya
mereka membuat kebun di luar SM Kerumutan (Gambar 7).
Gambar 8.
Pemanfaatan sungai untuk membawa hasil
perkebunan.
Untuk desa Kerumutan dan Teluk
Meranti termasuk dalam kepenghuluan Setia Diraja yang saat ini termasuk dalam
kecamatan Teluk Meranti pecahan dari Kuala Kampar yang ibukota kecamatannya
Penyalai. Ada dua desa yang termasuk
dalam SM Kerumutan yaitu Desa Kerumutan dan desa Teluk Meranti.
Gambar 9.
Penduduk disekitar Suaka Alam Kerumutan
Sedikitnya ada sekitar 24 desa yang
berdekatan atau disebut desa penyangga, 4 desa masuk Kecamatan Kerumutan dan 9
desa di Kecamatan Teluk Meranti
Kabupaten Pelalawan, 2 Desa di Kecamatan Lirik, 7 Desa di Kecamatan Rengat dan
Rengat Barat Kabupaten Indragiri Hulu, 2 Desa di Kecamatan Simpang Gaung
Kabupaten Indragiri Hilir.
Di sekitar SM Kerumutan dan kawasan
lindung gambut terdapat masyarakat Petalangan, Melayu dan migran. Ada beberapa
desa interaksi utama yang dihuni oleh masyarakat Petalangan yaitu desa
Kerumutan, Teluk Meranti, Teluk Binjai, Petodaan, Kuala Panduk, Pulau Muda dan
desa-desa di sekitar perkebunan kelapa sawit PT. Sari Lembah Subur. Suku
Petalangan ini juga menyebut dirinya Melayu Perbatinan yang tersebar dari Kuala
Kampar, Bunut, Sorek hingga wilayah Taman Nasional Tesonilo.
Di desa yang berdekatan dengan SM.
Kerumutan seperti Desa Kerumutan, Teluk Meranti, Teluk Binjai, Petodaan dan
Kuala Panduk sekitar 60% mereka ikut bekerja pada sektor Nelayan. Menurut
Kuniyasu (2002), bahwa 60 % penduduk di hutan rawa gambut (termasuk SM.
Kerumutan) bergantung pada hutan. Hutan merupakan sumber pangan, sumber
protein, sumber obat-obatatan, sumber perumahan dan membuat sampan serta sumber
pendapatan uang kas.
Masyarakat
yang berada di Kabupaten Indragiri Hulu, sebagian besar bertani, sebagian kecil
sebagai nelayan. Sedangkan masyarakat yang ada di kabupaten INHIl tepatnya
disepanjang sungai Gaung sebagain besar mereka petani, sebelum ada razia
illegal logging hampir 80 % bekerja. Khusus suku Duano atau Orang Laut secara
spesialisasi memanfaatkan pantai yang panjang untuk mendpatkan biota pantai
seperti kerang-kerangan, tripang dan ikan sebagai sumber hidup. Mereka
terspesialisasikan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan dan kerang-kerangan di
Pantai Timur Pulau Sumatera dan erat kaitannya dengan keberadaan mangrove
sebagai tempat berkembang biaknya biota pantai. Selain itu beberapa keluarga
dari mereka memanfaatkan kayu mangrove da menjualnya ke dapur arang. Wilayah
mereka terutama di Kecamatan Mandah dan berbaur dengan suku Melayu.
Pemerintah saat ini telah membangun
jalan dari Sorek-Teluk Meranti dan Guntung. Dapat dipastikan bahwa pembangunan
jalan ini akan memberikan tekanan terhadap ekosistem hutan rawa gambut
Kerumutan. Selain itu terdapat juga kanal-kanal dan jalan yang dibangun
perusahaan, bahkan ada beberapa kanal dan jalan yang berdekatan dengan kawasan
SM. Kerumutan. Akses-akses ini diyakini akan memberi pengaruh dan tekanan besar
terhdap kawasan inti.
B.4 Ancaman Terhadap Ekosistem Rawa Gambut
Kerumutan
B.4.1. Di dalam kawasan SM. Kerumutan
Berdasarkan intensitas dan tingkat
keterancamannya, ada beberapa kegiatan yang mengancam keberadaan Ekosistem
Hutan Rawa Gambut Kerumutan yaitu:
1. Illegal logging: sumber
ancaman berupa:
·
lemahnya penegakan hukum akibat dari korupsi,
perangkap perundangan yang kurang lengkap dan kurangnya sumberdaya (personil
dan dana).
·
Adanya akses seperti sungai, kanal, jalan HTI
dan rel HPH
·
Ketimpangan supplay dan demand
·
Kemiskinan masyarakat
Selain
itu, di kawasan intervensi kegiatan illegal logging juga diidentifikasi akibat
tidak konsistennya kebijakan dengan status kawasan yang ada. Ancaman illegal
logging ini juga terjadi di kawasan perluasan dan kawasan intervensi. Ancaman illegal logging yang cukup tinggi hingga
ke SM Kerumutan berasal masyarakat dengan menggunakan Sungai Kerumutan dan
sungai Kampar di Pelalawan, Sungai Batang Rengat dan Mengkuang di Inhu,
serta Sungai Gaung, Gaung Anak Serka dan
sungai Terusan Siam di Inhil.
2. Perburuan Satwa liar:
sumber ancaman akibat dari :
·
Kurangnya
pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang perlindungan satwa liar
·
Permintaan pasar gelap terhadap harimau
sumatera, beruang, buaya, ikan arwana dan bagian tubuhnya sangat tinggi.
·
Lemahnya penegakan hukum
·
Tingginya konflik satwa dan manusia
Selain itu, perburuan satwa liar
khususnya harimau sumatera cukup tinggi terutama di sepanjang sungai Gaung dan
sungai Kampar karena terkait dengan adanya pembeli, akses dan tempat penjualan
yang dekat seperti ke Malaysia dan Singapura. Dari sungai ini dengan naik
pompong hanya satu malam sudah sampai ke Singapura dan Malaysia.
Teridentifikasi ada 12 orang pemburu dan penadah harimau sumatera, 15 orang
pemburu rusa dan babi (mangsa harimau). Pemburu mangsa harimau ini terkadang
juga akan menangkap harimau jika kena jerat (YASA, 2005). Maraknya pemburuan
harimau ini disebabkan oleh harganya yang tinggi, opsetan harimau rata-rata
Rp.25 juta rupiah, dagingnya rata-rata Rp.80.100, dan bagian tubuhnya (mulai
dari kumis, kuku, penis, tengkorak hingga kulitnya) dari harga rata-rata 115.700 hingga rata-rata
Rp18.342.900 tergantung jenisnya (Silalahi,
2006)
3. Kebakaran hutan dan
lahan:
Rawannya
terjadi kebakaran hutan di wilayah ini karena kawasannya gambut, jika terbakar
sulit dipadamkan karena hingga ke bawah. Dsamping itu, berbatasan dengan
kawasan SM terdapat areal konsesi yang diperuntukkan untuk HTI. Pembukaan kanal
yang dilakukan oleh perusahaan HTI akan mempercepat proses keluarnya karbon,
keringnya lahan dan menurunnya water tabel. Pada musim kemarau areal ini akan
mudah terbakar. Disamping itu kebarakan juga terjadi akibat aktivitas illegal
logging dan nelayan, namun faktor ini sangat kecil.
4.
Rencana Pembangunan jalan
Sorek
– Teluk meranti-Guntung yang memotong
beberapa kawasan hutan di pinggiran SM Kerumutan. Fakta membuktikan bahwa
pembukaan jalan akan mempercepat rusak dan hilangnya hutan karena menjadi
aksses bagi illegal logging, pemburu satwa liar, dan permbah kawasan. Seperti
juga terjadi ditempat lainnya seperti di Kawasan Tessonilo dan di Koridor Barat
TNBT.
5.
Pembangunan kanal dan jalan oleh perusahaan HTI:
Akses
ini akan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengeksploitasi hasil hutan
kayu/non kayu dari SM Kerumutan. Kenyataan yang terjadai perushaaan tidak akan
mampu untuk mengamankan jalan dan kanalnya dari pemakaian masyarakat untuk
memanfaatkan hasil hutan.
Gambar 9.
Pemanfaatan sungai untuk sarana
transportasi
KESIMPULAN
Pada
wilayah-wilayah yang berada dibawah tekanan pembangunan dan demografi yang
makin meningkat, muncul pertentangan hebat, bagaimana memanfaatkan lahan
basah. Lahan basah sebetulnya merupakan
ekosistem produktif yang dapat memainkan peranan kunci dalam strategi
pembangunan sosio-ekonomi yang berkelanjutan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa lahan basah adalah suatu asset bagi
kesejahteraan manusia. Lahan basah
merupakan warisan alam yang perlu dikonservasi untuk kesejahteraan manusia
dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Birdlife International Red Data
Book: Threatened Birds of Asia. http://www.rdb.or.id/index.html
Charman, Daniel,J, et.al. 1994. Carbon Dynamics in a Forested Peatland in North-Eastern Ontario Canada. Journal of Ecology, Canada.
Istomo, 2005. Keseimbangan Hara dan
Karbon Dalam Pemanfaatan Lahan Gambut Berkelanjutan. IPB. Bogor
Kurniawan,
S dan Maharmansyar. Februari 2005. Study
Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat di Semenanjung Kampar Kabupaten Siak.
Jikalahari, Pekanbaru-Riau
Notohadiprawiro
T, 2007. Prospek Pengembangan Lahan
Basah Kalimantan Tengah
Silalahi,
Mangara, 2006. Pengembangan HTI di Riau Ancam Kesejahteraan Masyarakat. http://www.google.com/kerumutan
Silalahi,
Mangara, 2007. Ekosistem Hutan Rawa Gambut Kerumutan: Ekosistem
Unik - Memiliki Peranan Sangat Penting, namun Genting Kritis http://www. google.com/kerumutan
Gambar 11.
Breefing di lapang tentang kondisi suaka alam Kerumutan
M Resort Spa Casino & Spa Launches Mobile App for
BalasHapusThe M Resort Spa Casino & Spa app was launched 삼척 출장샵 on 김포 출장샵 Tuesday by M Resort Spa Casino & 시흥 출장안마 Spa, a mobile casino on 부산광역 출장안마 Google Play. It's been on 화성 출장마사지 Google