Selasa, 05 Januari 2016

Laporan Perjalanan ke Suaka Alam Kerumutan

Laporan Perjalanan ke Suaka Alam Kerumutan
Vanda Julita Yahya-S3 PSL-UNRI-UI (2008)


PENDAHULUAN

A.       Latar  Belakang

Teori tanpa praktek sering dikatakan orang bagai orang buta meraba seekor gajah.  Bila kita meraba belalainya kita mengatakan bahwa gajah panjang, bila kita meraba badannya kita mengatakan bahwa gajah besar.  Sehingga asumsi tidak sama dengan kenyataan.  Oleh karena itulah pada mata kuliah wetland ini kita melakukan kunjungan lapang ke daerah lahan basah suaka alam Kerumutan. 
Lahan basah adalah istilah kolektif tentang ekosistem yang pembentukannya dikuasai air, dan proses serta cirinya terutama dikendalikan oleh air.  Lahan basah adalah suatu tempat yang cukup basah selama waktu cukup panjang bagi pengembangan vegetasi dan organisme lain yang teradaptasi khusus.  Lahan basah didefinisikan berdasarkan tiga parameter, yaitu hidrologi, vegetasi hidrofitik dan tanah hidrik.  Lahan basah mencakup suatu rentangan luas habitat pedalaman, pantai dan marine yang memiliki jumlah tampakan yang sama. (Notohadiprawiro, 2007).
Menurut konvensi Ramsar sebutan lahan basah (wetland) mencakup beraneka ekosistem pedalaman, pantai dan marine yang memiliki sejumlah tampakan yang sama.  Tampakan yang sama dari semua lahan basah ialah daerah-daerah alami atau buatan berair yang bersifat tetap atau berkala, dengan air ladung (stagmant static) atau mengalir dan bersifat tawar, payau atau asin.  Lahan basah mencakup lahan gambut, dataran banjir, hamparan lumpur lepas pantai (mudfat), estuari, kawasan manggrove, air marine yang jeluknya (depth) sewaktu surut tidak lebih daripada 6 m dan lahan basah buatan seperti waduk, sawah dan tambak.
Lahan basah memiliki peranan yang penting dalam menyumbang keragaman hayati, pengatur iklim dunia, sumber pangan, sumber sirkulasi air, sumber perikanan, dan obat-obatan bagi masyarakat setempat. Masyarakat lokal memiliki  tingkat ketergantungan kehidupan yang cukup besar pada ekosistem lahan basah.  Di beberapa tempat, terdapat kearifan lokal dan sistem pengelolaan dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada. Namun demikian, tidak semua masyarakat yang hidup bergantung pada ekosistem lahan basah memiliki pengaturan dan kepedulian terhadap keberlanjutan ekosistem lahan basah. Pola pemanfaatan yang bersifat merusak dan eksploitatif berlangsung, baik oleh masyarakat setempat maupun pendatang, tanpa ada upaya pencegahan.
Ekosistem lahan basah dipandang sebagai tanpa pemilik, belum tergarap  dan terlantar.  Pandangan ini hampir sejalan dengan pemerintah yang menganggap lahan basah sebagai lahan potensial untuk kepentingan produksi, melalui alih fungsi.  Ditinjau dari regulasi yang ada, pengaturan pada ekosistem lahan basah masih sangat minim. Namun demikian, pandangan, ikatan batin, dan faktor pendorong konservasi maupun eksploitasi oleh masyarakat atas lahan basah di suatu tempat bersifat khas dan site specifik. 


B.  Maksud  dan  Tujuan  
Maksud kegiatan ini adalah menelaah, serta mengkompilasi, kondisi di suaka alam Kerumutan.  Adapun tujuannya adalah me-ngembangkan hasil-hasil analisis tersebut kedalam suatu bentuk re-komendasi yang diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pengembangan pengelolaan sumberdaya alam secara optimal dan lestari.

C.  Ruang  Lingkup  Kegiatan  
Lingkup  kegiatan  ini  diarahkan  pada  penelaahan, pengamatan, dan  analisis  data  lapangan   untuk  mendapatkan  kesimpulan  dan  bahan  pertimbangan  pengembangan  pengelolaan  sumberdaya  alam  di   suaka alam Kerumutan.

BAB  II
KEADAAN  UMUM  KAWASAN

Suaka alam Kerumutan  adalah hamparan kawasan yang terdiri dari kawasan inti (Suaka Margasatwa Kerumutan) seluas 93.223 ha, Kawasan lindung gambut (areal perluasan potensial) seluas 52.213 ha, dan kawasan bukan inti atau intervensi (yang mempunyai pengaruh dan dampak terhadap penyelamatan ekosistem hutan Rawa Gambut Kerumutan) seluas 1,176,734 ha. Total luas Kerumutan  adalah 1.322.169 ha (berdasarkan perhitungan dan analisis citra landsat). Suaka alam Kerumutan  berada di Pulau Sumatera Bagian Tengah dimana ekosistem hutan rawa gambut Kerumutan memiliki fungsi konservatori air, gudang karbon, habitat bagi satwa penting khususnya harimau sumatera (Sanderson, et. Al, 2006), dilindungi dan endemik, maka keberadaan suaka alam Kerumutan sangat penting untuk dipertahankan.

Suaka alam Kerumutan  merupakan bagian dari  Tesonilo – Bukit Tigapuluh yang diinisiasi oleh LSM di Riau dan Jambi sejak tahun 2002 (Gambar 1).  Hutan  tersebut sangat penting dipertahankan selain sebagai penyeimbang ekologi dan diyakini dapat berfungsi sebagai koridor bagi satwa tertentu agar viable.  Jika dilihat dari sebaran gambut yang ada di Sumatera, Riau memiliki kawasan gambut terluas atau hampir dua pertiganya (2/3) dan relatif lebih aman. Sedangkan di Kampar Peninsula, saat ini sebagian besar hutan rawa gambut tersebut dalam proses degradasi dan fragmentasi oleh group perusahaan rakasasa Pulp and paper RAPP/APRIL dan perkebunan kelapa sawit.  

Batas suaka alam Kerumutan  adalah Sungai Indragiri, Sungai Kampar, Pantai Timur Pulau Sumatera dan Jalan Lintas Timur Pulau Sumatera. Kerumutan  berada pada tiga (3) kabupaten yaitu Kabupaten Pelalawan, Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir, provinsi Riau  Di kawasan intervensi terdapat pemanfaatan kawasan hutan dan lahan oleh berbagai pihak seperti HPH, HTI, Perkebunan Kelapa Sawit, perladangan masyarakat, nelayan, pengambilan kayu mangrove dan berbagai aktivitas pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah.

Pada suaka alam Kerumutan  terdapat dua masyarakat asli minoritas (indigenouse people) yaitu : suku Duanu dan Petalangan. Disamping itu, terdapat masyarakat Melayu Pesisir dan migran. Jumlah penduduk yang bergantung pada suaka alam Kerumutan  yang terdata minimal 5.405 Keluarga atau 27.025 jiwa (Kecamatan Kerumutan dan Kecamatan Teluk Meranti 2005, Kecamatan Simpang Gaung 2000, dan survey lapangan 2005).  Masih perlu pendataan dan update lebih lanjut untuk kependudukan di wilayah ini.

Gambar 1. Suaka Alam Kerumutan  

A.          Letak, Luas  dan  Batas
A. 1. Kawasan Inti (SM. Kerumutan) dan Kawasan Lindung Gambut
Kawasan inti (SM. Kerumutan) ditetapkan sebagai kawasan lindung berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 350/Kpts/II/6/1979. Saat ditunjuk luasnya sekitar 120.000 ha, setelah ditata batas  menjadi 92.000 ha dengan tambahan lahan pengganti sehingga menjadi 93.222 ha.  Ekosistem SM. Kerumutan merupakan hutan hujan dataran rendah dan hutan rawa dengan topografi datar.
Kawasan SM Kerumutan  terletak  di antara 102° 24' - 102° 38' BT dan   0° 11' LU - 0° 19' LS. Kawasan SM Kerumutan secara administrasi berada di Kabupaten Pelalawan, Indragiri Hulu, dan  Indragiri Hilir.  Pengelolaan wilayah kerja seksi konservasi wilayah I BKSDA Riau. Jarak tempuh ke wilayah ini dari Pekanbaru 4 jam baik melalui darat dan atau air,  dan 1.5 jam dari Rengat melalui air/ sungai.
Di sebelah Selatan dan Barat terdapat kawasan rawa gambut berstatus sebagai kawasan lindung gambut. Namun di sebelah Barat kawasan tersebut telah dimiliki oleh PT Mitra Kembang Selaras, Merbau Pelalawan Lestari untuk HTI. Saat ini WWF sedang mendorong perusahaan tersebut untuk menyisakan kawasan hutan yang bernilai konservasi tinggi (HCVF). Kawasan lindung gambut yang ada disebelah Selatan dengan total luasan  52.213 ha berpotensi untuk diperluas. Saat ini kawasan tersebut tidak ada pemegang konsesi, namun melihat gambaran di atas dan kebijakan pemerintah yang cenderung eksploitatif, besar kemungkinan akan mengalami nasib yang sama dengan kawasan lindung gambut di sebelah Barat. Oleh karena itu, dalam waktu dekat kawasan ini harus diadvokasikan dan didorong menjadi kawasan perluasan SM. Kerumutan.
Gambar 2. Citra Landsat Kerumutan TM Image Nov 11, 2005 dan Aug 3, 2006
Berdasarkan analisis awal, kondisi kedalaman gambut, hidrologi, potensi flora fauna serta kondisi sosial budaya pada kawasan lindung gambut tersebut tidak berbeda secara signifikan dengan kawasan SM Kerumutan. Berdasarkan kedalaman gambut tersebut maka kawasan ini mutlak menjadi kawasan lindung gambut sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kepres No. 32 tentang kawasan lindung (gambar 2. citra landsat Kerumutan Lanscape TM Image 2005-2006). Gambar 2 Citra Landsat kerumutan Lanscape  TM Image Nov 11, 2005 dan Aug 3, 2006
B.   Keadaan   Lapangan  

B.1.   Flora Fauna
            Di suaka alam Kerumutan  ditemukan  harimau Sumatera sebagai bagian kecil dari penyebaran dan habitat harimau Sumatera. Kawasan dan hutan ini kalau dilihat masih menyatu dengan kawasan hutan di Kampar Peninsula, untuk satwa harimau Sumatera, sungai Kampar tidak menjadi pembatas karena harimau bisa berenang.
            Menurut Sunarto, ekosistem hutan rawa gambut Kerumutan memiliki potensi penting di antaranya sebagai habitat harimau Sumatera, meskipun informasi tentang ini belum banyak terungkap (Silalahi, 2006). Dengan mengacu pada tiger conservation lanscape (Sanderson, et.al, 2006),  Kerumutan landscape jauh lebih penting dari Bukit Tigapuluh karena luasan hutan masih memadai dan menyambung dengan kawasan di sekitarnya dengan total lebih dari 100.000 ha. Namun masih terlalu dini untuk menyimpulkan, sepantasnya  perlu dilakukan inventarisasi lebih detail. 
Program konservasi harimau Sumatera WWF-Indonesia, saat ini masih melakukan survei di daerah Kerumutan dengan menempatkan 20 pasang kamera pengintai otomatis (camera trap) pada 20 lokasi. Dalam dua bulan terakhir, dua tim dari WWF Indonesia ini telah mendapatkan bukti adanya harimau melalui foto.  Beberapa pengetahuan tentang satwa di daerah ini sangat terbatas. Birdlife International mencatat ada beberapa spesies burung yang terancam punah, sebagaimana tercantum dalam beberapa literatur seperti National Conservation Plan. Informasi dari beberapa sumber menyatakan bahwa di kawasan  ini pernah ditemukan gajah sumatera.
Hasil  Review of rapid internal HCV assessment oleh WWF Indonesia tehadap FMU joint operation PT RAPP (2005) mengungkapkan, beberapa satwa penting dalam kawasan selain harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis) adalah harimau dahan (Neofelis nebulosa), beruang madu (Helarctos malayanus malayanus), burung enggang (Buceros rhinoceros), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kuntul putih (Egretta intermedia), ikan arowana (Schleropages formosus), itik liar (Cairina scutulata) dan buaya sinyulong. SM. Kerumutan juga merupakan wilayah singgah burung migran dan merupakan kawasan Importan Bird Area (IBA)  dan  Endangered Bird Area (EBA). 
            Kawasan SM Kerumutan dan Kawasan lindung gambut ini merupakan bagian dari Ecoregion 85 (Sumatran Peatswamp Forest). Mengacu peta Wetland International, ketebalan gambutnya besar sekali, dengan kedalaman yang berbeda-beda namun 95 % lebih dari 4 meter.  Fungsi kawasan gambut tidak tergantikan fungsinya oleh HTI. Dampaknya di antaranya sifat gambut cepat mengeluarkan air secara horizontal (kering), terjadi kebakaran, pohon mudah roboh jika angin kuat.  Aspek ekonomi, perusahaan akan mengalami kegagalan dalam pengelolaan HTI (akasia) pada tahap daur ulang ketiga dan seterusnya (Silalahi, 2006)
            Tingkat biodiversiti di Kawasan ini masih tinggi artinya kondisi kawasan masih bagus, bisa juga dilihat dari kondisi di peta citra landsat di atas dan adanya temuan dari kantung semar (Nephentes Spp).  Menurut IUCN ada beberapa jenis spesies tumbuhan yang statusnya endemik di antaranya ramin, dan jenis diptereocarpaceae.  Selain itu, ditemukan tumbuhan dominan di kawasan ini seperti : Meranti (Shorea sp), Punak (Tetrameristaglabra miq), Perupuk (Solenuspermun javanicus), Nipah (Nypa fruction), Rengas (Gluta rengas), Pandan (Pandanus sp) dll.  Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ini masih relatif baik (Silalahi, 2006).
Gambar  3.   Kondisi Flora Sepanjang Aliran Sungai suaka alam Kerumutan
            Hasil pengamatan kami dalam perjalanan ke suaka alam Kerumutan menunjukan bahwa kondisi flora seperti terlihat pada Gambar 3.  Masih terlihat hutan primer dengan jenis pepohon seperti; Meranti (Shorea sp), Punak (Tetrameristaglabra miq), Perupuk (Solenuspermun javanicus), Nipah (Nypa fruction), Rengas (Gluta rengas), Pandan (Pandanus sp)
Namun pada kawasan luar terlihat  beberapa kawasan tampak terjadi kegiatan illegal loging (Gambar 4), hutan yang gundul dan kayu-kayu tebangan yang berserakan belum terangkat karena kondisi jembatan dalam keadaan rusak.
 Gambar 4.   Kegiatan Ilegal loging Sepanjang Aliran Sungai suaka alam Kerumutan

Sedangkan fauna masih terlihat orang hutan, burung migrasi (Gambar 5) dari Australia dan beberapa serangga.
Gambar 5.   Kondisi Fauna Sepanjang Aliran Sungai suaka alam Kerumutan
B.2   Hidroologi
            Suaka alam Kerumutan  berada diantara DAS Indragiri dan DAS Kampar. Beberapa SUBDAS yaitu S. Kerumutan, S. Merbau, S. Mengkuang, S. Batang Rengat, dan S. Gaung. Selain sungai yang mengelilingi suaka alam Kerumutanpun masih memiliki hutan rawa gambut.  Ekosistem Hutan Rawa Gambut Kerumutan memiliki empat keterwakilan tipe habitat yang berbeda yaitu Hutan Rawa Gambut, Hutan Rawa Air Tawar, Hutan Bakau dan Hutan Belukar. Kawasan ini termasuk dalam 3 DAS (Daerah Aliran Sungai) yaitu DAS Kampar, DAS Indragiri dan DAS Gaung. DAS ini berhulu di Kabupaten Kuansing, Kabupaten Kampar hingga Provinsi Sumbar dan bermuara di Selat Berhala di Kecamatan Kuala Indragiri, Kabupaten Inhil. Rawa gambut berbeda dengan ekosistem tanah kering karena faktor air. Jika hidrologi rawa gambut dikelola secara ceroboh pada satu tempat maka kerusakannya akan merembet kepada tempat lainnya. Runtuhnya kubah gambut dan salinitas (keasinan) akan meningkat karena intrusi air laut. Tidak hanya itu, satu hektar kawasan gambut mampu menyimpan karbon rata-rata 7 x 102 ton/ha/tahun namun dipengaruhi oleh vegetasi di atasnya dan jenis gambutnya. Jika dengan memakai nilai standar tersebut dan acuan luasan dari Wetland international maka kawasan lindung gambut Kerumutan yang akan punah mampu menyimpan karbon sekitar 24.176.470,52 ton/tahun, dan sifat gambut menyimpan air 15-20 kali berat kering gambut. Sementara Indonesia tercatat penyumbang emisi karbon terbesar No.3 yang terutama diakibatkan oleh kebakaran hutan dan lahan. Masalahnya, sekali kerusakan ekosistem rawa gambut terjadi maka tidak akan mungkin baik kembali (irreversible).   Oleh karena fungsi penting hutan rawa gambut sebagai kawasan yang dilindungai, maka Pemerintah telah membuat Kepres 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.101/Menhut-II/2004 di mana kawasan gambut yang memiliki 3 meter atau lebih harus di lindungi (Silalahi, 2007).   Pada gambar 2. foto citra landsat kawasan merah merupakan hutan rawa gambut dengan ketebalan 4 meter. Berbicara tentang gambut, tidak lepas dari hidrologi.  Perlu di jelaskan juga bagaimana proses terjadinya rawa gambut?.   Formasi hutan rawa gambut terjadi dalam kurun waktu 10.000 – 40.000 tahun.  Kawasan ini adalah cekungan dan air tidak bisa keluar dari bawah tanah, jika air masuk maka tidak bisa keluar, kondisi udara juga tidak ada, sekitar 5.000 tahun usianya, maka permukaan akan naik. Lama-kelamaan 5000 hingga 6000 tahun hutan rawa gambut secara bertahap akan tumbuh. Karena air tidak keluar dan terjadi pembusukan kayu, maka dari sinilah sumber nutrien. Kalau kawasan rawa gambut dibuka, maka air dan nutriennya akan keluar, dan yang akan terjadi adalah kawasan rawa gambut akan dangkal dan unsur hara sangat sedikit. Lama-kelamaan akan terjadi penurunan tanah, unsur harapun sangat miskin dan tumbuhan yang hidup sangat sedikit, gersang dan tidak akan ada hewan yang bisa hidup, mungkin yang ada hanya tikus dan kodok. Lebih jauh, jika hal tersebut terjadi, fungsi gambut tidak berfungsi sebagai reservoar air lagi dan akan terjadi intusi air laut.
            Di samping itu, pelepasan karbon akan tinggi dan lapisan ozon akan menipis serta mempengaruhi pemanasan global. Oleh karena itu, hutan rawa gambut harus dipertahankan karena sebagai gudang karbon. Kalaupun dieksploitasi, bagaimana memanagement kawasan rawa gambut  untuk bisa mempertahankan water table. Contohnya untuk membangun perkebunan seharusnya kita merendahkan air dari permukaan tanah sekurang-kurangnya 100cm dan dapat mengatur air. Itulah konsep paling penting dalam konservasi rawa yaitu strategi untuk mengurangkan air, menghindari kebakaran dengan buffer yang kita buat (Silalahi, 2006).
            Ciri bahwa suaka alam Kerumutan masih mempunyai potensi rawa gambut yang terlindungi dapat terlihat dari kondisi air pada sungai yang memasuki suaka inti terlihat sangat hitam.  Hal tersebut menunjukan bahwa pada sungai tersebut mengandung unsure hara yang tinggi (Gambar 6).  Tingginya unsure  hara dalam air sungai dapat disebabkan aliran air dari rawa gambut yang melimpah bila hujan turun.  Karena pada saat kami ke lokasi pada kawasan inti banyak air menggenang sehingga kami tidak dapat memasuki kawasan inti hanya menyusuri sungai saja.


Gambar 6.   Air  Sungai suaka alam Kerumutan terlihat hitam

B.3   Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya
            Data dan informasi detail serta terkini memang sangat minim, ada beberapa hasil penelitian dan laporan yang dikompilasi yang dapat memberikan gambaran awal. Di kawasan SM Kerumutan terdapat suku asli minoritas (berdasarkan defenisi pertemuan Suku Asli Minoritas Indonesia di Jambi, 2005)  yaitu Suku Petalangan. Suku Petalangan adalah suku perbatinan  yang tersebar hingga ke wilayah Sorek dan Tesonilo. Sedangkan suku Duanu seperti yang di sebut di atas tinggal dan menetap di bibir pantai Timur Sumatera (di kawasan intervensi).
Gambar 7.  Penduduk yang tinggal di dalam Suaka Alam Kerumutan

            Saat ini identitas Petalangan mulai kabur dan kurang populer, mereka lebih cenderung mengaku sebagai suku Melayu perbatinan, Petalangan memiliki makna lebih rendah dibandingkan Melayu. Hal ini terkait dengan sejarah dan kekuasaan politik pada jaman Kerajaan Pelalawan, di mana suku Melayu yang umumnya berpangkat Tengku memiliki stratifikasi sosial yang lebih tinggi dari Petalangan. Ada 29 pebatinan dan kepenghuluan yang dikenal pada jaman kerajaan Pelalawan. Berdasarkan Tennas Effendi (1995), Yoserizal (1999) batin dan penghulu yang berkuasa semasa Kerajaan Pelalawan berjumlah 29 orang yang masing-masing memiliki tanah wilayat, yaitu :
1. Batin Bunut                                             16. Batin Baru
2. Batin Telayap                                          17. Batin Delik
3. Batin Tua Napuh                                     18. Batin Pelabi
4. Batin Panduk                                           19. Batin Geringging
5. Batin Lalang                                            20. Penghulu Biduanda
6. Batin Muncak Rantau                             21. Penghulu Besar langgam
7. Batin Merbau                                           22. Penghulu Sungai Buluh
8. Batin Pematan                                         23. Penghulu serapung
9. Batin Senggerih (Pengaturan)                 24. Penghulu Bandar Tolam
10. Batin Tanah Air (sulu di Laut)              25. Penghulu Seta Diraja
11. Batin Payung                                         26. Penghulu Lubuk Keranji
12. Batin Kerinci                                         27. Raja Bilang Bungsu
13. Batin Putih                                            28. Patih Jambuono
14. Batin Muda                                           29. Setia Diraja
15. Batin Pendaguh
            Suku Petalangan yang berada di dalam SM Kerumutan  membuat bagan-bagan sebagai tempat menginap ketika mencari ikan. Umumnya dua pertiga (2/3) waktunya akan dihabiskan di bagan-bagan dan hanya sepertiga (1/3) dari waktu mereka menetap di desa. Suku Petalangan yang pergi ke SM Kerumutan sekitar 100 KK, selebihnya mereka membuat kebun di luar SM Kerumutan (Gambar 7).
Gambar 8.   Pemanfaatan sungai untuk membawa hasil perkebunan.
            Untuk desa Kerumutan dan Teluk Meranti termasuk dalam kepenghuluan Setia Diraja yang saat ini termasuk dalam kecamatan Teluk Meranti pecahan dari Kuala Kampar yang ibukota kecamatannya Penyalai.  Ada dua desa yang termasuk dalam SM Kerumutan yaitu Desa Kerumutan dan desa Teluk Meranti.
Gambar 9.   Penduduk disekitar Suaka Alam Kerumutan
            Sedikitnya ada sekitar 24 desa yang berdekatan atau disebut desa penyangga, 4 desa masuk Kecamatan Kerumutan dan 9 desa di Kecamatan  Teluk Meranti Kabupaten Pelalawan, 2 Desa di Kecamatan Lirik, 7 Desa di Kecamatan Rengat dan Rengat Barat Kabupaten Indragiri Hulu, 2 Desa di Kecamatan Simpang Gaung Kabupaten Indragiri Hilir.
            Di sekitar SM Kerumutan dan kawasan lindung gambut terdapat masyarakat Petalangan, Melayu dan migran. Ada beberapa desa interaksi utama yang dihuni oleh masyarakat Petalangan yaitu desa Kerumutan, Teluk Meranti, Teluk Binjai, Petodaan, Kuala Panduk, Pulau Muda dan desa-desa di sekitar perkebunan kelapa sawit PT. Sari Lembah Subur. Suku Petalangan ini juga menyebut dirinya Melayu Perbatinan yang tersebar dari Kuala Kampar, Bunut, Sorek hingga wilayah Taman Nasional Tesonilo.
            Di desa yang berdekatan dengan SM. Kerumutan seperti Desa Kerumutan, Teluk Meranti, Teluk Binjai, Petodaan dan Kuala Panduk sekitar 60% mereka ikut bekerja pada sektor Nelayan. Menurut Kuniyasu (2002), bahwa 60 % penduduk di hutan rawa gambut (termasuk SM. Kerumutan) bergantung pada hutan. Hutan merupakan sumber pangan, sumber protein, sumber obat-obatatan, sumber perumahan dan membuat sampan serta sumber pendapatan uang kas.
Masyarakat yang berada di Kabupaten Indragiri Hulu, sebagian besar bertani, sebagian kecil sebagai nelayan. Sedangkan masyarakat yang ada di kabupaten INHIl tepatnya disepanjang sungai Gaung sebagain besar mereka petani, sebelum ada razia illegal logging hampir 80 % bekerja. Khusus suku Duano atau Orang Laut secara spesialisasi memanfaatkan pantai yang panjang untuk mendpatkan biota pantai seperti kerang-kerangan, tripang dan ikan sebagai sumber hidup. Mereka terspesialisasikan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan dan kerang-kerangan di Pantai Timur Pulau Sumatera dan erat kaitannya dengan keberadaan mangrove sebagai tempat berkembang biaknya biota pantai. Selain itu beberapa keluarga dari mereka memanfaatkan kayu mangrove da menjualnya ke dapur arang. Wilayah mereka terutama di Kecamatan Mandah dan berbaur dengan suku Melayu.
            Pemerintah saat ini telah membangun jalan dari Sorek-Teluk Meranti dan Guntung. Dapat dipastikan bahwa pembangunan jalan ini akan memberikan tekanan terhadap ekosistem hutan rawa gambut Kerumutan. Selain itu terdapat juga kanal-kanal dan jalan yang dibangun perusahaan, bahkan ada beberapa kanal dan jalan yang berdekatan dengan kawasan SM. Kerumutan. Akses-akses ini diyakini akan memberi pengaruh dan tekanan besar terhdap kawasan inti.

B.4   Ancaman Terhadap Ekosistem Rawa Gambut Kerumutan
B.4.1.   Di dalam kawasan SM. Kerumutan
            Berdasarkan intensitas dan tingkat keterancamannya, ada beberapa kegiatan yang mengancam keberadaan Ekosistem Hutan Rawa Gambut Kerumutan yaitu:
1.    Illegal logging: sumber ancaman berupa:
·            lemahnya penegakan hukum akibat dari korupsi, perangkap perundangan yang kurang lengkap dan kurangnya sumberdaya (personil dan dana).
·            Adanya akses seperti sungai, kanal, jalan HTI dan rel HPH
·            Ketimpangan supplay dan demand
·            Kemiskinan masyarakat 
Selain itu, di kawasan intervensi kegiatan illegal logging juga diidentifikasi akibat tidak konsistennya kebijakan dengan status kawasan yang ada. Ancaman illegal logging ini juga terjadi di kawasan perluasan dan kawasan intervensi. Ancaman illegal logging yang cukup tinggi hingga ke SM Kerumutan berasal masyarakat dengan menggunakan Sungai Kerumutan dan sungai Kampar di Pelalawan, Sungai Batang Rengat dan Mengkuang di Inhu, serta  Sungai Gaung, Gaung Anak Serka dan sungai Terusan Siam  di Inhil.

2.    Perburuan Satwa liar: sumber ancaman akibat dari :
·         Kurangnya  pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang perlindungan satwa liar
·         Permintaan pasar gelap terhadap harimau sumatera, beruang, buaya, ikan arwana dan bagian tubuhnya sangat tinggi.
·         Lemahnya penegakan hukum
·         Tingginya konflik satwa dan manusia       
            Selain itu, perburuan satwa liar khususnya harimau sumatera cukup tinggi terutama di sepanjang sungai Gaung dan sungai Kampar karena terkait dengan adanya pembeli, akses dan tempat penjualan yang dekat seperti ke Malaysia dan Singapura. Dari sungai ini dengan naik pompong hanya satu malam sudah sampai ke Singapura dan Malaysia. Teridentifikasi ada 12 orang pemburu dan penadah harimau sumatera, 15 orang pemburu rusa dan babi (mangsa harimau). Pemburu mangsa harimau ini terkadang juga akan menangkap harimau jika kena jerat (YASA, 2005). Maraknya pemburuan harimau ini disebabkan oleh harganya yang tinggi, opsetan harimau rata-rata Rp.25 juta rupiah, dagingnya rata-rata Rp.80.100, dan bagian tubuhnya (mulai dari kumis, kuku, penis, tengkorak hingga kulitnya)  dari harga rata-rata 115.700 hingga rata-rata Rp18.342.900 tergantung jenisnya  (Silalahi, 2006)

3.    Kebakaran hutan dan lahan:
Rawannya terjadi kebakaran hutan di wilayah ini karena kawasannya gambut, jika terbakar sulit dipadamkan karena hingga ke bawah. Dsamping itu, berbatasan dengan kawasan SM terdapat areal konsesi yang diperuntukkan untuk HTI. Pembukaan kanal yang dilakukan oleh perusahaan HTI akan mempercepat proses keluarnya karbon, keringnya lahan dan menurunnya water tabel. Pada musim kemarau areal ini akan mudah terbakar. Disamping itu kebarakan juga terjadi akibat aktivitas illegal logging dan nelayan, namun faktor ini sangat kecil.
4.    Rencana Pembangunan jalan 
Sorek – Teluk meranti-Guntung  yang memotong beberapa kawasan hutan di pinggiran SM Kerumutan. Fakta membuktikan bahwa pembukaan jalan akan mempercepat rusak dan hilangnya hutan karena menjadi aksses bagi illegal logging, pemburu satwa liar, dan permbah kawasan. Seperti juga terjadi ditempat lainnya seperti di Kawasan Tessonilo dan di Koridor Barat TNBT.
5.    Pembangunan kanal dan jalan oleh perusahaan HTI:
Akses ini akan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mengeksploitasi hasil hutan kayu/non kayu dari SM Kerumutan. Kenyataan yang terjadai perushaaan tidak akan mampu untuk mengamankan jalan dan kanalnya dari pemakaian masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan. 
Gambar 9.   Pemanfaatan sungai untuk sarana transportasi

KESIMPULAN
            Pada wilayah-wilayah yang berada dibawah tekanan pembangunan dan demografi yang makin meningkat, muncul pertentangan hebat, bagaimana memanfaatkan lahan basah.  Lahan basah sebetulnya merupakan ekosistem produktif yang dapat memainkan peranan kunci dalam strategi pembangunan sosio-ekonomi yang berkelanjutan.  Sehingga dapat dikatakan bahwa lahan basah adalah suatu asset bagi kesejahteraan manusia.  Lahan basah merupakan warisan alam yang perlu dikonservasi untuk kesejahteraan manusia dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Birdlife International Red Data Book:  Threatened Birds of Asia. http://www.rdb.or.id/index.html
Charman, Daniel,J, et.al. 1994. Carbon Dynamics in a Forested Peatland in       North-Eastern Ontario Canada.  Journal of Ecology, Canada.
Istomo, 2005. Keseimbangan Hara dan Karbon Dalam Pemanfaatan Lahan Gambut Berkelanjutan. IPB. Bogor
Kurniawan, S dan Maharmansyar. Februari 2005. Study Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat di Semenanjung Kampar Kabupaten Siak. Jikalahari, Pekanbaru-Riau
Notohadiprawiro T, 2007.   Prospek Pengembangan Lahan Basah Kalimantan Tengah
Silalahi, Mangara, 2006. Pengembangan HTI di Riau Ancam Kesejahteraan Masyarakat. http://www.google.com/kerumutan
Silalahi, Mangara, 2007. Ekosistem Hutan Rawa Gambut Kerumutan: Ekosistem Unik - Memiliki Peranan Sangat Penting, namun  Genting Kritis  http://www. google.com/kerumutan

Gambar 11.   Breefing di lapang tentang kondisi suaka alam Kerumutan




  

1 komentar:

  1. M Resort Spa Casino & Spa Launches Mobile App for
    The M Resort Spa Casino & Spa app was launched 삼척 출장샵 on 김포 출장샵 Tuesday by M Resort Spa Casino & 시흥 출장안마 Spa, a mobile casino on 부산광역 출장안마 Google Play. It's been on 화성 출장마사지 Google

    BalasHapus