PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI TAHU
Studi Kasus di Kabupaten Pelalawan
Vanda Julita Yahya-S3 PSL UNRI-UI (2008)
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Perkembangan industri dewasa ini
telah memberikan sumbangan besar terhadap perekonomian Indonesia. Di lain pihak
hal tersebut juga memberi dampak pada lingkungan akibat buangan industri maupun
eksploitasi sumber daya yang semakin intensif dalam pengembangan industri.
Lebih lanjut dinyatakan harus ada transformasi kerangka kontekstual dalam
pengelolaan industri, yakni keyakinan bahwa: operasi industri secara
keseluruhan harus menjamin sistem lingkungan alam berfungsi sebagaimana
mestinya dalam batasan ekosistem lokal hingga biosfer. Efisiensi bahan dan
energi dalam pemanfaatan, pemrosesan, dan daur ulang, akan menghasilkan
keunggulan kompetitif dan manfaat ekonomi (Hambali, 2003).
Perkembangan industri dewasa ini
sangat pesat, terutama industri rumah tangga yang sangat membantu dalam
menunjang kehidupan masyarakat. Industri rumah tangga termasuk dalam
penggolongan industri kecil. Industri
kecil seperti industri pembuatan tahu banyak berkembang di pedesaan dan
perkotaan. Umumnya industri kecil memiliki peralatan dan
pengolahan yang sederhana. Sayangnya,
ditinjau dari segi lingkungan, berkembangnya industri kecil pada tingkat rumah
tangga sangat membahayakan kehidupan masyarakat, karena setiap industri rumah
tangga ternyata tidak memperhatikan tata letak pabrik maupun sistem pembuangan
limbah.
Karakteristik dasar industri tahu yang kita jumpai di kabupaten Pelalawan ini menggunakan
teknologi yang sangat sederhana dengan menejemen yang tradisional. Tenaga kerja
pada umumnya tidak mempunyai
keterampilan tertentu. Lokasi kebanyakan
menyatu dengan pemukiman penduduk serta
berada pada lahan yang terbatas, sehingga muncul permasalahan dengan warga
sekitar tentang keberadaan industri tahu yang terkait dengan ganguan pencemaran
limbahnya.
TUJUAN
Tujuan dari survai ini adalah untuk mengetahui apakah
pabrik tahu di kabupaten Pelalawan sudah melakukan IPAL (Instalasi Pengolahan
Air Limbah).
1. INDUSTRI DAN
DAMPAKNYA
PENDAHULUAN
Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat bahakan
merupakan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan mobilitas perorangan yang belum
pernah terjadi sebelumnya. Indonesia sebagai salah satu dari negara berkembang mengandalkan industri
sebagai landasan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Seperti halnya industri tahu merupakan
industri rumah tangga yang dapat meningkat pendapatan rumah tangga dan mulai
menjamur di kabupaten pelalawan dalam kurun waktu dua tahun belakangan ini. Hasil wawancara menunjukan bahwa dibangunnya
industri tahu pada tingkat rumah tangga ini karena secara ekonomi
menguntungkan.
Itulah sifat maanusia mengejar keuntungan setinggi langit tapi sangat
kecil berfikir tentang dampak yang akan ditimbulkannya. Rata-rata penderian industry tahu pada daerah
yang di survai berbekal pengetahuan dari turun-temurun. Hanya satu industry yang membangun pabrik
tahunya berbekal pengetahuan dari hasil magang atau belajar pada industry yang
telah maju di Pekanbaru. Tapi umumnya
pemilik pabrik tahu belum menyadarai akan adanya dampak dari limbah yang
dihasilkan.
Upaya untuk meningkatkan kualitas
hidup, manusia berupaya dengan segala daya untuk mengolah dan memanfaatkan
kekayaan alam yang ada demi tercapainya kualitas hidup yang diinginkan. Peningkatan kualitas hidup makin meningkat
dari hari ke hari. Namun dalam
kenyataannya kualitas hidup yang hendak dicapai terasa masih sulit dijangkau,
bahkan mungkin terasa makin jauh dari jangkauan. Hal ini tidak lain disebabkan oleh adanya
dampak industri dan teknologi terhadap lingkungan dan kehidupan manusia. Dampak terhadap lingkungan akan mengurangi
daya dukung alam yang berarti akan mengurangi kemampuan alam untuk mendukung
kelangsungan hidup manusia. Sedangkan
dampaknya terhadap manusia, jelas akan mengurangi atau bahkan mungkin akan
menurunkan kualitas manusia itu sendiri.
Oleh karena itu dampak industri perlu dicermati dengan sebaik-baiknya.
KLASIFIKASI INDUSTRI
Industri secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagai
berikut;
1.
Industri dasar atau hulu
Industri
hulu mempunyai sifat sebagai berikut; padat modal, berskala besar, menggunakan
teknologi maju dan teruji. Lokasinya
selalu dipilih dekat dengan bahan baku yang mempunyai sumber energy sendiri,
dan pada umumnya lokasi ini belum tersentuh pembangunan. Oleh karena itu industry hulu membutuhkan
perencanaan yang matang beserta tahapan pembangunannya, mulai dari perencanaan
sampai operasional. Di sudut lain juga
dibutuhkan pengaturan tata-ruang, rencana pemukimam, pengembangan kehidupan
perekonomian, pencegahan kerusakan lingkungan dan lain-lain. Pembangunan industry ini dapat mengakibatkan
perubahan lingkungan baik dari aspek soasial ekonomi dan budaya maupun
pencemaran. Terjadi perubahan tatanan
social, pola konsumsi, tingkah laku, sumber air, kemunduran kualitas udara,
penyusutan sumberdaya alam dsb.
2.
Industri dasar atau hulu
Industri
hilir merupakan perpanjangan proses industry hulu. Pada umumnya industry ini mengolah bahan
setengah jadi menjadi barang jadi, lokasinya selalu diusahakan dekat pasar,
menggunakan teknologi madya dan teruji padat karya.
3.
Industri kecil
Industri
kecil banyak berkembang di pedesaan dan perkotaan memiliki peralatan
sederhana. Walaupun hakikatnya sama
dengan industry hilir, tetapi system pengolahannya lebih sederhana. System tata letak pabrik meupun pengolahan
limbah belum mendapat perhatian. Sifat
industry ini padat karya.
INDUSTRI
NEGARA BERKEMBANG
Sebagian besar negara berkembang
mengawali kemerdekaannya praktis tanpa industry modern sama sekali. Selama decade 1960 dan 1970-an industry
perdagangan, produksi dan lapangan kerja mereka tumbuh lebih cepat daripada
sector-sektor yang sama dinegara-negara pasar industri. Setiap Negara berkembang mempunyai kondisi
fisik, ekonomi, politik dan social yang unik, yang amat mempengaruhi pilihan
teknik pengelolaan limbah yang layak.
Walaupun begitu sebagai sebuah kelompok, Negara kurang berkembang
mempunyai tempat berpijak yang sama, yang perlu disadari oleh perencana. Contoh dari beberapa kondisi tersebut adalah;
·
Pemukiman di
daerah yang tingkat pendapatannya rendah relative kecil, sering hanya satu
sampai tiga tingkat dan letaknya dekat satu sama lain. Umumnya hanya ada jalan tidak beraspal, atau
gang kecil saja di daerah yang dihuni oleh ribuan orang. Akibatnya terdapat sedikit atau tidak ada
tempat untuk pembuangan limbah, penimbunan limbah atau truk yang dapat mencapai
lokasi.
·
Iklim umumnya
panas, dengan musim hujan yang lebat.
Oleh karena itu limbah cepat membusuk dan serangga penyebar penyakit
(misalnya lalat) cepat berkembang biak.
·
Pekerja
dibayar amat rendah dan pengawasan hampir
tidak ada.
Jika dikaji ulang, masalah yang dihadapi negara berkembang cukup
komplek. Permasalahan lain, dalam hal
luas geografis dan kekayaan sumberdaya yang melimpah dan pangsa pasar dalam
negri yang cukup besar, dapat menjadi basis bagi pembangunan industry yang
beraneka ragam. Negara-negara yang lebih
kecil atau negara berkembang seharusnya dapat belajar dari negara maju yang
harus membayar mahal untuk membersihkan limbah yang mereka keluarkan. Teknologi juga dapat membantu mengurangi
biaya akhir yang mahal bila dibarengi dengan pengawasan yang ketat bagi
perencana lingkungan.
Memperhatikan dan mencermati
masalah dampak industri merupakan suatu usaha untuk mencari penyelesaian
masalah bagi tercapainya keinginan untuk mendapatkan kualitas hidup dan
kenyamanan hidup yang lebih baik.
Industri memang diperlukan untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih
baik, namun kalau dampak yang ditimbulkannya makin menjauhkan manusia dari
pencapaian kualitas hidup yang lebih baik, sudah barang tentu hal itu tidak
boleh terjadi.
Kegiatan industri dapat berjalan
baik dan berkesinambungan apabila unsur-unsur pokok penunjang kegiatan industri
tersedia. Tanpa adanya unsur-unsur pokok
penunjang kegiatan tersebut industri tidak akan dapat berjalan. Unsur-unsur pokok yang dimaksud adalah;
1.
Sumber Daya Alam, seperti bahan baku, air,
energi,
2.
Sumber
Daya Manusia, meliputi tenaga kerja dan keahlian.
3.
Sarana
dan Prasarana, seperti lahan dan peralatannya.
Ketiga unsur pokok tersebut saling
berinteraksi sehingga kegiatan industri dapat berlangsung. Semua kegiatan dalam bidang industri dan
teknologi yang pada mulanya dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia, ternyata pada sisi lain dapat menimbulkan dampak yang justru merugikan
kelangsungan hidup manusia. Dampak yang
menimbulkan kerugian harus dicegah.
Keseimbangan lingkungan dapat terganggu oleh kegiatan industri.
Apabila keseimbangan lingkungan
terganggu maka kualitas lingkungan juga berubah. Padahal kenyamanan hidup banyak ditentukan
oleh daya dukung alam atau kualitas lingkungan yang mendukung kelangsungan
hidup manusia. Pada saat ketiga unsur penunjang kegiatan industri saling
berinteraksi, pada saat itu terjadi pula interaksi antara komponen-komponen
ekosistem, yaitu tanaman, hewan, manusia dan lingkungannya. Komponen ekosistem yang saling berinteraksi
tersebut ada yang menyesuaikan diri, ada yang saling bertentangan, ada yang
hanya berdiam diri dan ada yang berusaha menguasai lainnya. Akan tetapi pada suatu saat kekuatan-kekuatan
yang ada pada komponen ekosistem tersebut menuju kearah keseimbangan. Keadaan seperti ini disebut dengan homeostatis. Secara alami keadaan homeostatis dapat
dicapai dengan sendirinya, akan tetapi memerlukan waktu yang cukup lama. Ekosistem seperti halnya organisme, mempunyai
kemampuan untuk mengatur dan memulihkan
dirinya apabila terjadi gangguan.
Homeostatis dapat dipercepat
dengan campur tangan manusia. Mengingat
kerusakan daya dukung alam karena faktor eksternal disebabkan oleh ulah manusia
maka manusia secara moril berkewajiban untuk mempercepat proses agar keadaan homeostatis segera tercapai. Apabila dampak langsung kegiatan industry
bias dikurangi atau dihindari, berarti manusia sudah berusaha mempercepat terjadinya
homeostatis.
INDUSTRI DAN PENCEMARAN
Pada dasarnya kegiatan suatu industri adalah mengolah
masukan (input) menjadi keluaran (output).
Skema input dan output dapat dilihat pada Gambar 1. Pengamatan terhadap
sumber pencemar sektor industri dapat dilaksanakan pada masukan, proses maupun
pada keluarannya dengan melihat spesifikasi dan jenis limbah yang
diproduksi. Pencemaran yang ditimbulkan
oleh industri diakibatkan adanya limbah yang keluar dari pabrik mengandung
bahan beracun dan berbahaya. Bahan
pencemar keluar bersama-sama dengan bahan huangan (limbah) melalui media udara,
air dan tanah yang merupakan komponen ekosistem alam. Bahkan bahan buangan yang keluar dari pabrik
dan masuk ke lingkungan dapat diidentifikasikan sebagai sumber pencemaran, dan
sebagai sumber pencemaran perlu diketahui jenis bahan pencemar yang
dikeluarkan, kuantitas dan jangkauan pemaparannya.
Bahan baku
Industri primer Produk utama Bernilai ekonomis
Tenaga kerja
Industri sekunder Produk Tak Bernilai
sampingan ekonomis
Mesin dan Industri
Produk
peralatan tersier
limbah
Limbah
Gambar 1. Skema system input-output
Antara satu pabrik dengan pabrik lainnya berbeda jenis dan
jumlah bahan pencemar yang dikeluarkannya, tergantung pada bahan baku yang
digunakan, proses dan cara kerja karyawan dalam pabrik. Penemaran terjadi akibat bahan beracun dan
berbahaya lepas masuk ke dalam lingkungan sehingga terjadi perubahan terhadap
kualitas lingkungan.
Lingkungan sebagai wadah penerima akan menyerap bahan
limbah tersebut sesuai dengan kemampuan asimilasinya, dimana wadah penerima
(air, udara, tanah) masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda,
misalnya air pada suatu saat dan tempat tertentu akan berbeda karakteristiknya
dengan air pada tempat yang sama tetapi pada saat yang berbeda. Perbedaan karakteristik air tersebut
merupakan akibat peristiwa alami dan juga pengaruh faktor lain.
Kemampuan
lingkungan untuk memulihkan diri sendiri karena interaksi pengaruh luar, disebut dengan daya dukung
lingkungan. Daya dukung lingkungan
antara tempat yang satu dengan tempat yang lainnya berbeda. Beberapa komponen lingkungan dan factor yang
mempengaruhinya ikut menetapkan nilai daya dukung lingkungan.
Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan akan
berinteraksi dengan satu atau lebih komponen lingkungan. Perubahan komponen lingkungan secara fisika,
kimia dan biologi sebagai akibat dari adanya bahan pencemar akan mengakibatkan
perubahan nilai lingkungan yang disebut dengan perubahan kualitas
lingkungan. Limbah yang mengandung bahan
pencemar akan mengubah kualitas lingkungan bila lingkungan tersebut tidak mampu
memulihkan kondisinya sesuai dengan daya dukung yang ada padanya. Oleh karena itu sangat perlu diketahui sifat
limbah dan komponen bahan pencemar yang terkandung di dalam limbah
tersebut. Penggunaan air yang berlebihan,
merupakan suatu system pembuangan yang belum memenuhi styarat. Karyawan yang kurang trampil adalah beberapa
factor yang perlu dipertimbangkan dalam mengidentifikasikan sumber pencemaran.
2.4. LIMBAH INDUSTRI
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu
saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi. Limbah yang mengandung bahan polutan yang
memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B-3, yang dinyatakan
sebagai bahan yang dalam jumlah relative sedikit tetapi berpotensi untuk
merusak lingkungan hidup dan sumberdaya.
Bila ditinjau secara kimiawi, bahan-bahan ini terdiri dari bahan kimia
organic dan anorganik.
Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan oleh limbah
tergantung pada jenis dan karakteristik limbah, baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Mungkin dalam jangka
waktu singkat tidak akan memberikan pengaruh yang berarti namundalam jangka
panjang mungkin berakibat fatal terhadap lingkungan. Oleh karena itu pencegahan dan
penanggulangannya haruslah memperhitungkan dampak-dampaknya untuk suatu jangka waktu
yang cukup panjang.
2.4.1.
Kualitas Limbah
Kualitas limbah menunjukan spesifikasi limbah yang diukur dari jumlah
kandungan bahan pencemar di dalam limbah.
Kandungan pencemar di dalam limbah terdiri dari beberapa parameter. Semakin kecil jumlah parameter dan semakin
kecil konsentrasinya, hal ini menunjukan semakin kecilnya peluang untuk
terjadinya pencemaran lingkungan.
Beberapa kemungkinan yang akan terjadi akibat masuknya limbah ke dalam
lingkungan;
·
Lingkungan
tidak mendapat pengaruh yang berarti.
Hal ini disebabkan karena volume limbah kecil, parameter pencemar yang
terdapat dalam limbah sedikit dengan konsentrasi yang kecil.
·
Ada pengaruh
perubahan tetapi tidak mengakibatkan pencemaran
·
Memberikan
perubahan dan menimbulkan pencemaran.
Sedangkan faktor-faktor
yang mempengaruhi kualitas limbah adalah;
·
Volume limbah
·
Kandungan
bahan pencemar
·
Frekuensi
pembuangan limbah.
2.4.2.
Klasifikasi Limbah Industri dan
Karakteristiknya
Berdasarkan nilai ekonominya, limbah dibedakan menjadi limbah yang
mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah yang memiliki nilai ekonomis yaitu
limbah dimana dengan melalui suatu proses lanjut akan memberikan suatu nilai
tambah. Misalnya dalam pabrik gula,
tetes merupakan limbah yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industry
alcohol, sedangkan ampas tebu sebagai limbah dari pabrik gula juga dapat
dijadikan bahan baku industry kertas karena mudah dibentuk menjadi bubur pulp.
Limbah non ekonomis adalah suatu limbah walaupun telah dilakukan proses
lanjut dengan cara apapun tidak akan memberikan nilai tambah kecuali sekedar
untuk mempermudahsistem pembuangan.
Limbah jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran dan kerusakan
lingkungan.
Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi
tiga bagian; limbah cair, limbah gas dan partikel serta limbah padat.
2.4.2.1. Limbah
Cair
Limbah yang keluar dari pabriknya dengan membawa sejumlah padatan dan
partikel, baik yang larut maupun yang mengendap. Bahan ini ada yang kasar dan ada yang
halus. Kerapkali air buangan pabrik
berwarna keruh dan bersuhu tinggi. Air
limbah yang telah tercemar mempunyai cirri yang dapat diidentifikasi secara
visual dari kekeruhan, warna, rasa dan bau yang ditimbulkan dan indikasi
lainnya. Sedangkan identifikasi secara
laboratorium ditandai dengan perubahan sifat kimia air. Mungkin air telah mengandung B-3. Jenis industri yang menghasilkan limbah cair
diantaranya adalah industry pulp dan rayon, pengolahan crumb rubber, besi dan
baja, kertas, minyak goring, tekstil, electroplating, playwood, tahu, dll.
2.4.2.2. Limbah
Gas
Pada dasarnya limbah gas dari industry bersumber dari penggunaan bahan
baku, proses dan sisa pembakaran. Pada
saat pengolahan awal, limbah gas maupun partikel timbul karena perlakuan
bahan-bahan sebelum diproses lanjut.
Limbah yang terjadi disebabkan karena berbagai hal, antara lain karena
reaksi kimia, kebocoran gas, penghancuran bahan-bahan dan lain-lain. Pada saat proses pengolahan, gas juga timbul
sebagai akibat reaksi kimia maupun fisika.
Adakalanya limbah yang terjadi sulit untuk dihindari sehingga harus
dilepaskan ke udara. Dengan kemajuan
teknologi, setiap gas yang timbul pada rangkaian proses dapat diupayakan
pengendaliannya. Sebagian besar gas
maupun partikel terjadi pada ruang pembakaran sebagai sisa yang tidak dapat
dihindari dan karenanya harus dilepaskan melalui cerobong asap ataupun
penangkap debu harus ditekan seminimal mungkin dalam upaya mencegah terjadinya
kerusakan lingkungan.
2.4.2.3. Limbah
Padat
Limbah padat adalah hasil buangan industry yang berupa padatan, lumpur,
dan bubur yang berasal dari sisa proses pengolahan. Limbah ini dapat dikategorikan menjadi dua
bagian, yaitu limbah padat yang dapat di daur ulang (plastic, tekstil, potongan
logam dan logam) dan limbah padat yang tidak memiliki nilai ekonomis.
Limbah padat yang tak bernilai ekonomis dapat ditangani dengan berbagai
cara, antara lain ditimbun pada suatu tempat, diproses lanjut kemudian dobuang
dan dibakar. Perlakuan terhadap limbah
padat yang tidak bernilai ekonomis beberapa diantaranya adalah sebagai berikut;
·
Ditumpuk pada
areal tertentu.
Penimbunan limbah padat pada areal tertentu
membutuhkan areal yang luas dan merusak pemandangan sekeliling tempat
penimbunan. Penimbunan ini mengakibatkan
terjadinya pembusukan yang kemudian akan mengakibatkan tersebarnya bau tak
sedap kesekitarnya karena adanya karena adanya reaksi kimia yang menghasilkan
gas tertentu.
Adanya penimbunan akan mengakibatkan permukaan tanah
menjadi rusak dan air yang meresap kedalam tanah terkontaminasi bakteri
tertentu yang mengakibatkan menurunnya kualitas air tanah. Pada musim kemarau timbunan akan mengering
yang mengundang bahaya kebakaran.
·
Pembakaran.
Limbah padat yang dibakar mengeluarkan asap, baud an
debu. Pembakaran ini menjadi sumber
pencemaran udara dengan diemisikannya bahan pencemar baru seperti Nox,
HC, CO, bau, partikel dan SO2.
·
Pembuangan
Pembuangan tanpa rencana sangat membahayakan
lingkungan. Beberapa pabrik membuang
limbah padatnya ke sungai dengan harapan akan larut atau membusuk di dalam
air. Hal ini merupakan suatu anggapan
yang keliru, karena setiap pembuangan bahan padat, apakah berbentuik lumpur
atau bubur, akan menambah jumlah padatan total (total solid) di dalam air.
Sumber limbah padat diantaranya adalah pabrik gula, pulp dan rayon,
plywood, pengawetan buah, ikan, daging, tahu dll. Secara garis besar limbah padat dapat
diklasifikasikan; limbah padat yang mudah terbakar, limbah padat yang sukar
terbakar, limbah padat yang mudah membusuk, debu, lumpur, dan yang dapat di
daur ulang. Sedangkan berdasarkan
kualifikasi limbah padat serta akibat-akibat yang ditimbulkannya, sistem
penimbunan limbah dibedakan menjadi; limbah padat yang ditimbun tanpa
membahayakan, limbah padat yang ditimbun membahayakan dan limbah padat yang tidak
dapat ditimbun.
2. HASIL
SURVAI DAN STUDI KASUS
Peranan
industri kecil terhadap roda perekonomian suatu negara sangat besar. Amerika serikat misalnya, dari 5,5 juta usaha yang telah berjalan mantap, 95% diantaranya berupa
usaha kecil. Kondisi serupa juga ditemukan di
negara-negara maju lain misalnya Jepang.
Di Indonesia, 995 total unit usaha yang mandiri (sekitar 35 juta) juga
berupa unit usaha kecil. Sayangnya
kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) baru 14% saja. Hal ini menjadi tantangan bagi para pengusaha kecil untuk
meningkatkan usahanya.
Salah satu
usaha kecil yang potensial dikembangkan adalah pabrik pembuatan tahu. Jika usaha tersebut dilakukan dengan benar
yang mengikuti standarisasi dari proses hulu hingga ke hilir akan sangat
menguntungkan karena tahu bukan saja konsumsi kelas bawah tapi juga
dikonsumsi untuk kelas atas, pemasaran tahu pun bukan hanya di pasar lokal atau
tradisional tapi sudah memasuki supermarket-supermarket di kota Pekanbaru.
Dinegri Cina, tahu telah menjadi makanan populer sejak
2000 tahun yang lalu. Tahu sering
dijadikan daging tiruan karena tidak bertulang.
Bahkan di Perancis tahu digunakan sebagai pengganti susu dan telur dalam
pembuatan kue. Kepopuleran tahu yang
mulai menyebar kemana-mana akibat adanya tuntutan konsumen untuk mendapatkan
makanan yang segar, sehat berkalori rendah dan bercita rasa netral. Konsumen tahu hingga kelas menengah keatas disebabkan
karena tahu makanan yang empuk, lezat dan bergizi. Sangat disukai anak-anak karena
kelembutannya. Amat tepat sebagai teman
bersantap dikala berbuka puasa dan sahur.
Kelembutan teksturnya menyebabkan tahu mudah dikunyah ibarat daging tanpa
tulang. Karena tahu terbuat dari kedelai
maka kandungan proteinnya sangat berkualitas.
Daya cernanya mencapai 85-98%, dan total protein yang dapat dimanfaatkan
tubuh sebesar 65%.
Tahu yang terbuat dari kacang kedelai (Glysine max (L)
Merril) mempunyai mutu
gizi protein nabati yang menyamai protein hewani. Kandungan gizi yang potensial dari tahu
adalah memilki asam amino essensial sesuai anjuran FAO/WHO untuk kebutuhan tubuh. Kandungan asam
lemak tak jenuh dari tahu mencapai 80%, selain itu juga mengandung asam lemak linoleat yang
merupakan asam lemak essensial serta lesitin yang berfungsi untuk mengurangi
penimbunan asam lemak lain sehingga mengurangi
kadar kolesterol yang terakumulai dalam darah. Kandungan hidrat
arang dan kalori tahu sangat rendah sehingga sangat baik sebagai menu diet
rendah kalori. Sedangkan mineral yang
dikandung di dalamnya antara lain kalsium, kalium, fosfor, vitamin B-komplek
(thiamin, riboflavin dan vitamin B12 serta vitamin E. Pada sat ini tahu lebih disosialisasikan
sebagai makanan yang baik untuk pemenuhan kalsium dalam tubuh karena tahu
merupakan makanan yang mengandung kalsium yang cukup tinggi (124 mg), hampir
setara dengan kandungan kalsium susu.
Kalsium sangat dibutuhkan terutama pada masa kanak-kanak hingga dewasa
muda. Di negara barat , kontribusi
kalsium bersumber pada dairy products (susu, mentega, es krim, keju dll). Di Indonesia kontribusi kalsium dari susu
masih sangat rendah. Masyarakat masih
mengandalkan kalsium dari pangan nabati seperti tahu, tempe dan sayuran. Sehingga tahu merupangan pangan nabati yang
potensial selain sebagai pemenuhan gizi protein juga kalsium.
Cita rasa dan keawetan tahu sangat tergantung pada
kualitas kedelai, sumber air untuk pembuatannya, sanitasi alat-alat pembuatan
tahu, dan pekerjanya. Selama unsur
tersebut diperhatikan maka produk tahu akan merupakan makanan yang bebas dari
cemaran mikroba pembusuk dari udara.
Tahu berkualitas layak
diskonsumsi untuk semua usia, anak balita hingga manula karena karena selain
bergizi, tahu juga mudah dijumpai dipasaran, harganya relatif murah dan dapat
dimasak dengan aneka cara seperti di goreng, bacem atau hanya direbus
saja. Sehingga industri pengolahan tahu di kabupaten Pelelawan ini harus mendapat sentuhan teknologi agar diperoleh mutu tahu dan cita rasa yang disukai
dan akan meningkatkan jumlah konsumen tahu di kabupaten Pelalawan khususnya dan kota Pekanbaru umumnya.
Industri kecil
maupun menengah tahu akan mempunyai kelayakan ekonomi bila penggunaan bahan baku kedelai dapat mencapai
sekitar 150-200 kg per hari. Industri rumah tangga umumnya menggunakan bahan
baku kedelai hanya 15 kg per hari, namun usaha yang efektif dapat menggunakan
bahan baku antara 50-100 kg per hari.
Peningkatan penggunaan bahan baku tersebut harus diimbangi dengan
upaya-upaya perbaikan pengolahan kedelai, baik untuk mempertahankan komposisi
gizinya maupun perbaikan sanitasi dan hygienis (keamanan pangan) serta usaha untuk meragamkan hasil olahan kedelai.
2.1. HASIL
SURVAI
Telah
di survai 10 industri rumah tangga pembuatan tahu di kabupaten Pelalawan,
masing-masing berlokasi di daerah
Simpang Perak Jaya ( 3 industri), 3 industri didaerah Gang 2000, yang terletak
di belakang pasar baru, kemudian dua (2) industri di Jalan Akasia (Gg tahu dan Gg Raja) serta
satu (1) industri di terusan jalan baru M. Yunus. Pada saat
survai hanya sembilan industri
rumah tangga yang berhasil di lakukan wawancara dan pengamatan lokasi
pabrik. Satu pabrik yang terletak di
Gang 2000, tidak beroperasi dan tempat dalam keadaan tertutup. Sembilan industri pabrik yang berhasil diwawancara dan
diamati kondisi pabriknya, 2 (dua) industri tidak beroperasi, karena pada saat
itu pasokan kedelai di kabupaten Pelelawan kosong. Semua industri tahu yang di survai belum
melakukan pengelolaan secara optimal terhadap limbah cair maupun limbah
padatnya. Dan umumnya pabrik tahu yang
disurvai berada pada lingkungan perumahan Dari sembilan industri hanya satu
pabrik yang jauh dari pemukiman penduduk.
Pencemaran akibat limbah cair tahu
oleh pabrik di tengah-tengah pemukiman,
berdampak negatif pada keadaan lingkungan di sekitarnya. Bau busuk yang
bersumber dari limbah cair tahu yang dibuang melalui saluran, langsung ke badan
air penerima. Limbah cair tahu itu pun mengandung nutrien berupa protein,
karbohidrat, dan lipida, yang tingkat pencemarannya sangat tinggi yaitu Chemical
Oxygen Demand (COD) dan Biologi Oxygen Demand (BOD). “Beban pencemar organik setiap hari pada
tingkat yang begitu tinggi menyebabkan kadar oksigen terlarut dalam badan air
menurun drastis, atau bahkan mencapai nol. Akibatnya, bau busuk timbul karena
terbentuknya amoniak dan sulfida,”
Berdasarkan hal di atas
pengembangan industri harus dibarengi upaya pengelolaan lingkungan dalam bentuk
penanganan limbah yang dilepaskan. Hal tersebut disertai dengan kegiatan
penilaian terhadap resiko lingkungan akibat kegiatan maupun hasil buangan
industri untuk mendapatkan tingkat resiko dan bahaya dari kegiatan industri
tersebut.
Analisis Resiko Lingkungan
merupakan kegiatan memperkirakan
kemungkinan munculnya suatu resiko dari suatu kegiatan dan menentukan dampak
dari kegiatan/peristiwa tersebut. Agar kita dapat mengurangi atau
meminimalisasi resiko lingkungan maka dibutuhkan perangkat lunak dalam
pengelolaan suatu industri yaitu;
·
Undang-undang
No.5 tahun 1974 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara tahun 1984
No.20, tambahan Lembaran Negara No.3273).
·
Peraturan
Mentri Kesehatan RI No.329/Men.Kes/Per/XII/76 tentang Produksi dan Peredaran
Makanan.
·
Undang-undang
Republik Indonesia No. 7 tahun 1996 tentang pangan.
·
Undang-undang
No.2 tahun 1996 tentang hygiene (Lembaran Negara tahun 1996 No.22, tambahan
Lembaran Negara No.2804).
·
Undang-undang
No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan.
Meskipun ada UU no 23 tahun 1997 Tentang pengelolaan
Lingkungan, dimana pemerintah akan memberi sangsi berat pada pengusaha
/industri yang mencemari lingkungan serta diberlakukan wajib audit lingkungan
bagi industri yang mencemari lingkungan, tetapi hasil survai menunjukan bahwa pada
lokasi survai masih banyak limbah cair industri di buang ke lingkungan sekitar
tanpa proses pengolahan.
Dari Sembilan pabrik yang dikunjungi lima
pabrik sudah melakukan pengelolaan limbah cair namun belum melakukan pengolahan
terhadap limbah cairnya. Tidak dilakukannya pengelolaan terhadap limbah cair
akan menimbulkan resiko-resiko lingkungan.
2.1.1.Resiko Lingkungan
Hasil
survai pada industri pertama (Gambar 2). Belum ada pengelolaan terhadap limbah
cair, lingkungan mereka berbau busuk karena limbah cair hanya dibiarkan
mengalir ke lahan kosong yang berada disamping pabrik
tanpa penampungan atau tidak ada bak maupun kolam yang menampung limbah
tersebut. Hasil wawancara diketahui
dalam satu hari mereka mengolah kacang kedelai sebanyak 50 kg (1/2
kuintal). Padahal kita ketahui bahwa
dengan mengolah kedelai sebanyak 1 kuintal akan menghasilkan limbah cair
sebanyak 1,5 sampai 2 m3 limbah cair. Pembuangan secara terus menerus akan
menimbulkan masalah terhadap lingkungan. Terutama lingkungan tanah, karena pada
lokasi pabrik berdampingan dengan pemukiman yang rata-rata mereka semua masih
menggunakan sumur resapan untuk kehidupan sehari-hari yaitu mandi, cuci dan
memasak. Selain itu suasana becek yang
telah menimbulkan bau akan berdampak terhadap derajat kesehatan masyarakat
sekitar pabrik. Pada saat survai di
lokasi pabrik terdapat 8 anak balita, yang kita tahu balita adalah mahluk yang
sangat rentan terhadap penyakit.
Prakiraan resiko terhadap tata guna
lahan yang mungkin terjadi yaitu resiko berasal dari buangan limbah terutama
limbah cair yang mencemari air tanah dan air permukaan. Akibat pencemaran
tersebut maka warga merasa tidak nyaman dan pin-dah dari lokasi sekitar pabrik,
sehingga terjadi perubahan tata guna lahan. Resiko yang muncul bersifat
negatif. Bobotnya akan kecil bila pencemaran yang terjadi tidak berdampak
langsung terhadap masyarakat. Namun
limbah cair yang dibiarkan terus menerus seperti terlihat pada Gambar 2. akan
mempunyai bobot yang besar karena akan terjadi ketidak nyamanan masyarakat yang
hidup disekitar pabrik.
Gambar 2. Limbah
dibiarkan Dibuang tanpa Pengelolaan
Prakiraan resiko terhadap udara,
yaitu resiko berasal dari bau limbah tahu yang semakin lama semakin tidak
sedap. Akibat pencemaran tersebut warga khususnya pekerja pabrik merasa
kurang nyaman akibat terhisapnya bau ke
dalam pernafasan. Jenis resiko yang muncul bersifat negatif. Bila dilakukan
pembobotan maka bobotnya akan kecil karena pencemaran gas yang timbul jumlahnya
kecil dan bukan merupakan gas yang berbahaya.
Prakiraan resiko terhadap air tanah yaitu berasal dari pengolahan limbah
cair, yang mungkin meresap dan masuk ke dalam air tanah. Resiko yang mungkin
timbul berupa timbulnya penyakit-penyakit yang diderita oleh masyarakat yang
menggunakan air tanah, seperti penyakit kulit, penyakit perut, dan lain-lain.
Resiko yang muncul bersifat negatif. Bobotnya sedang karena lokasi dekat dengan
warga sehingga ada kemungkinannya mencemari air sumur warga (Gambar 3).
Belum
ada upaya untuk melakukan pengelolaan untuk mengolahan limbah terutama terhadap limbah
cair (Gambar 3). Pengelolaan yang sudah dilakukan pabrik tahu yang disuvai baru
terhadap limbah padat (Gambar 4) yaitu menjual bagi yang membutuhkan dengan
harga 500 hingga 1,000 rupiah untuk satu masakan (satu tempat nasi). Dan 5,000 hingga 10,000 rupiah per
karung. Ada juga yang menggunakan ampas
tahu untuk makanan ternak dan pupuk tanaman sawit.
Gambar 3.
Pembuangan Limbah Padat Disekitar Pabrik
Pemanfaatan
ampas sebagai makanan ternak merupakan pengolahan yang paling mudah karena
hanya dengan cara mengeringkannya. Bila
ampas tahu yang dihasilkan langsung dikeringkan maka dalam kondisi kering,
ampas tahu dapat disimpan lama. Apabila
akan diberikan untuk ternak cukup dengan memberi sedikit air. Ampas tahu masih layak dijadikan bahan pangan
karena masih mengandung protein sekitar 5%. Ternak-ternak yang mengkonsumsi
ampas tahu adalah ayam, bebek, kambing dan sapi. Terkadang juga diberikan pada anjing yang
penyajiaannya diolah terlebih dahulu menjadi bentuk masakan. Beberapa keluarga juga memanfaatkan ampas
tahu untuk konsumsi sehari-hari sebagai pangan sumber protein.
Gambar 4. Limbah Padat (ampas tahu)
Gambar 5.
Pembuangan Limbah Cair langsung ke Parit
Prakiraan resiko terhadap air
permukaan yaitu berasal dari pengolahan limbah cair, yang dibuang ke parit
(Gambar 5) dan sungai (Gambar 6).
Gambar 6.
Pembuangan Limbah Cair langsung ke Sungai
Resiko yang timbul pada flora,
fauna, dan manusia, yang memanfaatkan sungai. Resiko terbesar yang mungkin
terjadi adalah matinya biota air, tumbuhan air, dan hewan air. Prakiraan resiko
terhadap flora darat berasal dari limbah cair yang berasal dari proses akhir
pemisahan jonjot-jonjot tahu yang telah diolah kemudian dibuang ke sungai lalu
dihisap oleh tumbuhan yang hidup di sekitar sungai. Resiko yang mungkin timbul berupa berkurangnya kemampuan tumbuhan
dalam berfotosintesis sehingga menyebabkan tumbuhan tersebut mati serta
bersifat negatif. Tetapi bobotnya kecil karena effluen dari pabrik tahu telah
mengalami pengenceran air sungai sehingga
konsentrasi pencemar juga menurun.
Prakiraan resiko terhadap flora air berasal dari limbah cair yang
berasal dari proses akhir pemisahan jonjot-jonjot tahu yang telah diolah
kemudian dibuang ke sungai lalu dihisap oleh tumbuhan yang hidup di sekitar
sungai. Resiko yang mungkin timbul berupa berkurangnya kemampuan tumbuhan dalam berfotosintesis sehingga menyebabkan
tumbuhan tersebut mati serta bersifat negatif. Bobotnya kecil karena effluen
dari pabrik tahu telah mengalami pengenceran air sungai sehingga konsentrasi
pencemar juga menurun. Dengan demikian kecil pengaruhnya terhadap flora air.
Prakiraan resiko terhadap fauna
darat berasal dari limbah cair yang berasal dari proses akhir pemisahan
jonjot-jonjot tahu yang telah diolah kemudian dibuang ke sungai lalu dihisap
oleh tumbuhan yang hidup di sekitar sungai. Berkurangnya flora darat mempengaruhi pula fauna yang ada.
Resiko yang mungkin timbul berupa berkurangnya jumlah fauna daratan, dan akibat
berkurangnya flora darat mengurangi pula
makanan bagi fauna darat serta bersifat negatif. Bobotnya kecil karena pengaruh
limbah bagi kehidupan di darat tidak terlalu signifikan. Prakiraan resiko terhadap fauna air berasal
dari limbah cair yang berasal dari kolam pengolahan ke sungai. (Gambar 7). Resiko
yang mungkin timbul berupa berkurangnya fauna di dalam air serta bersifat negatif.
Gambar 7. Limbah Cair
belum dilakukan Pengolahan
Prakiraan resiko terhadap tingkat
kesehatan masyarakat berasal dari limbah cair yang dari kolam pengolahan yang
masuk ke dalam air permukaan/sungai, dimana masyarakat sekitar tinggal dan
memanfaatkan sungai maupun air tanah (Gambar 8). Resiko yang mungkin timbul berupa munculnya
penyakit kulit, perut, dan sebagainya serta bersifat negatif. Bobotnya akan
sedang bila pemanfaatan sungai dipakai untuk menyiram tanaman oleh masyarakat
di sekitar sungai. Sedangkan pemanfaatan sumur dipakai untuk keperluan
sehari-hari seperti mandi, mencuci, bahkan sumber air untuk memasak.
Gambar 8. Tidak
ada Upaya Pengelolaan limbah
Prakiraan resiko terhadap estetika lingkungan
berasal dari limbah cair yang dari kolam pengolahan yang masuk ke dalam air
permukaan/ sungai, limbah padat yang ditumpuk. Resiko yang mungkin terjadi
berupa penurunan estetika lingkungan (Gambar 9).
Gambar 9. Tidak
ada Upaya Pengelolaan limbah
2.2. STUDI KASUS
3.2.1 Kota Palembang
Kepala Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kota Palembang Kemas Abubakar mengatakan,
pencemaran limbah tahu-tempe sudah berlangsung lama. Hal ini disebabkan
sebagian besar pengolahan limbahnya belum memiliki izin. Limbah dibuang
sembarangan, seperti di parit, aliran sungai, atau tempat drainase.
“Bapedalda
memiliki bukti di lapangan, dan dalam waktu dekat segera ditertibkan. Meskipun
begitu, pengusaha limbah tahu-tempe sifatnya home industry harus kita back-up
agar terus lestari,”
3.2.2 Kota Kudus
|
Sungai Kaligelis di pusat kota Kudus,
ditengarai tercemar limbah pabrik tahu. Pencemaran itu terjadi pada titik
atau ruas di wilayah Desa Ploso, Kecamatan Jati. Karena di situlah banyak
pabrik makanan berbahan baku kedelai. Dari
pemantauan di lokasi, akibat terjadinya pencemaran kondisi air sungai kini
menjadi keruh. Warga di sekitar yang bermukim di sepanjang tepi Sungai
Kaligelis, tidak ada yang menggunakannya untuk keperluan minum dan memasak.
Sebagian warga memanfaatkan untuk mencuci pakaian.
Pencemaran yang terjadi di Sungai Kaligelis, karena terdapatnya pabrik
tahu di Desa Ploso yang jumlahnya 19 unit. Sebagian besar dari pabrik
tersebut belum mempunyai instalasi pengolah air limbah (IPAL), sehingga
limbah dari hasil pengolahan produksi itu, dibuang langsung ke sungai. "Dari 19 pabrik tahu di Ploso itu,
baru empat unit yang sudah memiliki IPAL," katanya.
3.2.4.
Pulau Lombok
|
Jumlah pengusaha tahu dan
tempe di Pulau Lombok meningkat cukup signifikan. Hal ini didasarkan pada
semakin tingginya konsumsi tahu tempe di daerah ini. Kondisi ini terjadi akibat
daya beli masarakat akibat krisis masih rendah, sehingga tahu tempe adalah
pilihan bijak sebagai lauk pauk. Namun, di satu sisi limbah tahu menjadi persoalan tersendiri.
Limbah ini berbau busuk yang sangat menyengat sehingga mengganggu aktifitas
masyarakat.
3. UPAYA
PENANGGULANGAN DAMPAK
Pencemaran lingkungan akan sangat
merugikan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian secara langsung apabila pencemaran
lingkungan tersebut secara cepat dapat langsung dirasakan akibatnya oleh
manusia; sedangkan kerugian secara tidak langsung adalah apabila akibat
pencemaran tersebut lingkungan menjadi rusak sehingga daya dukung alam terhadap
kelangsungan hidup manusia menjadi berkurang.
Dalam usaha mengurangi dan
menanggulangi pencemaran lingkungan dikenal istilah penanggulangan secara non
teknis, yaitu; suatu usaha untuk mengurangi dan menanggulangi pencemaran
lingkungan dengan cara menciptakan peraturan perundangan yang dapat
merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk kegiatan industry dan
teknologi sedemikian rupa sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan.
Peraturan perundangan yang
dimaksudkan hendaknya dapat memberikan gambaran secara jelas tentang kegiatan
industry dan teknologi yang akan dilaksanakan di suatu tempat yang antara lain
meliputi;
·
Penyajian
Informasi Lingkungan (PIL)
·
Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
·
Perencanaan
Kawasan Kegiatan Industri dan Teknologi
·
Pengaturan
dan Pengawasan Kegiatan
·
Menanamkan
Perilaku Disiplin.
4. LIMBAH
TAHU DAN UPAYA PENGOLAHANNYA
4.1. LIMBAH
TAHU
Air limbah tahu adalah air sisa
penggumpalan tahu (whey tofu) yang dihasilkan selama proses pembuatan
tahu (Lestari, 1994). Air limbah tahu masih mengandung bahan-bahan organik
seperti protein, lemak dan karbohidrat yang mudah busuk sehingga menimbulkan
bau yang kurang sedap (Shurtleft dan Aoyogi, 1975). Limbah tahu adalah
limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu maupun pada saat pencucian
kedele. Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan cair. Limbah padat belum
dirasakan dampaknya terhadap lingkungan karena dapat dimanfaatkan untuk makanan
ternak, tetapi limbah cair akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang
langsung ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai tersebut karena bila limbah ini mengandung bahan organik tinggi (protein
yang cukup tinggi). Dari tes laboratorium kandungan kimia limbah industri tahu
pada aliran sungai yang telah padat dengan buangan limbah cair tahu adalah
sebagai berikut : BOD 6000-7000
mg/l, COD 3600-4200 mg/l, TSS 200-500 mg/l, N-total 161,5 mg/l, P
total 81.6 mg/l dan PH 3.5-5.5 .
Proses
pembuatan tahu adalah proses yang paling banyak menggunakan air dan membuang
air sisa pengolahan. Sumber limbah cair pabrik tahu berasal
dari proses merendam kedelai serta proses akhir pemisahan jonjot-jonjot tahu. Setiap kuintal kedele akan
menghasilkan limbah 1,5 - 2 m3 air limbah. Pada umumnya, limbah
industri pangan tidak membahayakan kesehatan masyarakat, karena tidak terlibat
langsung dalam perpindahan penyakit.
Akan tetapi bahan organiknya yang tinggi dapat bertindak sebagai sumber
makanan untuk pertumbuhan mikroba.
Dengan pasokan makanan yang berlimpah, mikroorganisme akan berkembang
biak dengan cepat dan mereduksi oksigen terlarut yang terdapat dalam air.
Limbah cair yang dihasilkan oleh
pabrik tahu mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami
perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menghasilkan zat beracun atau
menciptakan media untuk tumbuhnya kuman dimana kuman ini dapat berupa kuman
penyakit atau kuman lainnya yang merugikan baik pada tahu sendiri ataupun tubuh
manusia. Bila dibiarkan
dalam air limbah akan berubah warnanya menjadi coklat kehitaman dan berbau
busuk. Bau busuk ini akan mengakibatkan sakit pernapasan. Apabila air limbah
ini merembes ke dalam tanah yang dekat dengan sumur maka air sumur itu tidak
dapat dimanfaatkan lagi. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan
mencemari sungai dan bila masih digunakan maka akan menimbulkan penyakit gatal,
diare, dan penyakit lainnya.
Jenis Limbah Tahu untuk limbah cair
berupa : (a) Sisa air tahu yang tidak menggumpal,
(b) Potongan tahu yang hancur pada saat
proses karena kurang sempurnanya proses penggumpalan, (c) Limbah
tahu keruh dan berwarna kuning muda
keabu-abuan dan bila dibiarkan akan berwarna hitam dan berbau busuk
4.2. PENGOLAHAN
LIMBAH TAHU
Pengetahuan akan sifat-sifat limbah industri pangan sangat penting untuk
mengembangkan suatu sistem pengolahan limbah yang layak. Metode penanganan dan pembuangan limbah yang
telah berhasil dilakukan untuk limbah industri lain belum tentu berhasil
diterapkan pada limbah pertanian kecuali., bila dimodifikasi terlebih
dahulu. Limbah industri pertanian
bervariasi dalam kuantitas dan kualitasnya.
Limbah dari industri pangan merupakan limbah yang berbeban rendah,
volume cairan tinggi.
Beberapa metode yang dapat diterapkan pada penanganan limbah tahu adalah; penanganan biologik
menggunakan mikroorganisme, misalnya
menggunakan bakteri, dan alga. Peran
bakteri terhadap limbah tahu adalah memetabolisme karbon dioksida, ion ammonium
dan nitrat dan ion fosfat. Selain itu
berperan dalam proses-proses oksidasi-reduksi.
Sedangkan penggunaan alga dalam
proses pengolahan limbah tahu berperan
dalam perubahan kelebihan karbon dioksida menjadi oksigen.
Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme terpenting dalam system
penanganan air limbah. Dalam penanganan
air limbah penting karena kultur bakteri dapat digunakan untuk menghilangkan
bahan organic dan mineral-mineral yang tidak diinginkan dari air limbah. Kebanyakan bakteri adalah kemoheterotrofik
yaitu menggunakan bahan organic sebagai sumber energi dan karbon. Beberapa species mengoksidasi senyawa-senyawa
anorganik tereduksi seperti NH3 untuk energy dan menggunakan CO2
sebagai sumber karbon.
Ganggang atau algae adalah organism autotrof fotosintetik. Komposisi sel ganggang dapat dinyatakan
dengan C106H180O45N16P. oleh karena kebutuhan nutrisi dari jenis
ganggang berbeda, maka rumus ini merupakan rata-rata empiric. Ganggang memperoleh energi dari sinar
matahari dan menggunakan bahan anorganik seperti karbon dioksida, ammonia atau
nitrat, dan fosfat dalam sintesis sel-sel tambahan. Dalam pertumbuhannya kerja ganggang
memanfaatkan CO2 untuk pertumbuhan dan perkembang biakannya. Dalam limbah cair perolehan CO2
berasal dari; (a) absorbsi dari udara, (b) respirasi aerobic dan anaerobic dari
organism heterotrofik, (c) alkalinitas bikarbonat. Ganggang akan berkembang hanya bila sinar
matahari cukup menembus cairan.
Degradasi limbah secara biologik merupakan proses yang berlangsung secara
alamiah. Sistem biologik yang terkendali dan tidak terkendali
merupakan system utama yang digunakan untuk menangani limbah organic. Dalam sistem biologik, mikroorganisme
menggunakan limbah untuk mensintesis bahan selular baru dan menyediakan energi
untuk sintesis. Organisme juga dapat
menggunakan suplai makanan yang sebelumnya sudah terakumulasi secara internal
atau endogens untuk respirasi dan melakukannya terutama bila tidak ada sumber
makanan dari luar atau eksogenes.
Sintesis dan respirasi endogenes
berlangsung secara simultan dalam sistem biologic dengan sintesis yang
berlangsung lebih banyak bila terdapat makanan eksogenes yang berlebihan dan
respirasi endogens akan mendominasi bila suplai makanan eksogenes sedikit atau
tidak ada.
Secara umum reaksi yang terjadi dapat digambarkan sebagai berikut ini;
Pengolahan
limbah tahu dalam bentuk limbah cair dapat diminimalisasi dengan mengolahnya
menjadi bentuk yang dapat bermanfaat seperti; normalisasi limbah dengan Mikroalga Chlorella Sp , biogas, dan
sumber bahan pangan baik untuk manusia maupun hewan. Untuk manusia, limbah cair bermanfaat sebagai
media tumbuh dalam pembuatan nata de soya,
sedangkan untuk limbah padat dapat dijadikan pakan ternak dengan cara
pengeringan.
4.2.1.
Bio Gas
Apakah
biogas ?
Biogas
adalah gas pembusukan bahan organik oleh bakteri pada kondisi Anaerob. Gas bio
tersebut merupakan campuran dari berbagai gas Antara lain :CH4(54-70%),
CO2(27-45%), O2(1-4 %), N2(0.5-3%), CO( 1%) dan H2S. Campuran gas ini mudah
terbakar bila kandungan CH4 (Methana) melebihi 50%.
Air
limbah industri tahu ini mempunyai kandungan methana (CH4)> 50% sehingga
sangat memungkinkan untuk bahan sumber energi gas Bio-Gas. Untuk daerah tropis
seperti indonesia, Konstruksi fixed Dome Digester (Digester permanen ).Seperti
di atas, lebih tepat guna. Digester permanen bahannya dari pasangan batu bata,
pasangan batu kali, atau beton dengan ruangan penyimpan gas yang ada diatasnya.
Digester ruangan gasnya sudah tetap sehingga bila produksi gasnya lebih akan
terbuang keluar melalui lubang pengeluaran. Saat tekanan gas tinggi maka slury
akan terdorong ke bak pelimpahan selanjutnya akan meluap keluar melalui lubang
pengeluaran secara otomatis dan mengalir ke bak an aerobic sistem. Bila gas
digunakan maka tekanan akan berkurang dan slury masuk kembali ke digester.
Digester permanen ini pembangunanya harus teliti karena bila terjadi salah
membangunnya atau tidak hatihati misalnya sampai terjadi lubang sebesar jarum
berarti degester tersebut bocor.
Proses
terjadinya Biogas. Setelah pembangunan selesai, air limbah industri tahu
dimasukkan ke dalam digester. Pengisian ini hingga penuh melimpah ke dasar bak
pelimpahan. Kemudian tutup digester dipasang dengan tanah liat sebagai
sealnyadan diatasnya diisi dengan air hingga penuh. Air limbah terus dimasukan.
Pada kondisi anaerob, maka bakteri akan menguraikan bahan organik yang
mengandung protein, lemak suhu antara 150C - 350C, suhu
optimal antara 320C - 350C, dan setelah kira-kira 30 hari
akan dihasilkan bio gas .
Produksi gas berdasarkan Riset untuk produksi tahu dengan
kapsitas kedelai 700 Kg/hari, dihasilkan tidak kurang dari 10.500 liter
gas-bio/liter. Kebutuhan 1 rumah tangga dengan 4-5 orang anggota, kurang lebih
1.200-2.000 liter per hari. digunakan untuk sumber energi misal untuk : kompor
(memasak), lampu, penghangat ruangan/gasolec, suplai bahan bakar mesin Diesel ,
untuk pengelasan (memotong besi) dll.
Proses fermentasi bakteri anaerob dapat disalurkan melalui
pipa PVC ke beberapa tungku perapian untuk proses pembuatan Tahu. Kualitas
apinya tak kalah bagus dibandingkan dengan gas elpiji dan bahan bakar lainnya.
Dengan memanfaatkan energi alternatif
ini biaya produksi Tahu bisa dihemat hingga mencapai 50 persen jika
dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar gas elpiji atau minyak tanah secara
penuhManfaat
bagi lingkungan dengan proses fermentasi oleh bakteri anaerob (Bakteri Methan)
tingkat pengurangan pencemaran lingkungan dengan parameter BOD dan COD akan
berkurang sampai dengan 98% dan air limbah telah memenuhi standard baku mutu
pemerintah sehingga layak di buang ke sungai.
4.2.2.
Normalisasi
Limbah dengan mikroalga Chlorella Sp.
Penelitian pengolahan limbah tahu dengan
perlakuan biologi menggunakan Chlorella sp telah dilakukan di
Laboratorium Ekologi dan Rumah Kaca Jurusan Biologi, FMIPA-UI. Penelitian di
dasarkan pada kemampuan Chlorella sp merombak nutrien yang terkandung di
dalam limbah cair tahu. Bahkan, Chlorella sp merupakan sumber makanan
yang baik. Di negara maju, Chlorella sp malah telah dibiakkan dan
diproses menjadi makanan sehat bagi manusia.
Mikroalga Chlorella sp memerlukan masa optimal 7 hari
dalam proses normalisasi limbah tahu. Teknologi pembiakan Chlorella sp
perlu dikembangkan secara terus menerus agar dapat mengubah
limbah cair tahu ke dalam biomassa dengan residu nutrien yang belum terolah
dibawah ambang batas aman menurut peruntukannya. Pemisahan
biomassa dari limbah yang telah diproses secara biologi, mutlak dilaksanakan. Tanpa
pemisahan, limbah tetap mengandung unsur protein yang berpotensi untuk
mencemari badan air. “Biomassa hasil
pemisahan berpotensi untuk dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein tambahan
untuk tumbuhan, ikan dan ternak. Hal itu didasarkan karena mikroalga Chlorella
sp mengandung klorofil, vitamin, mineral, serat makanan, asam nukleat, asam
amino, berbagai enzim dan Chlorella Growth Factory (CGF),”
Pada penelitian tahap pertama,
diperoleh gambaran, bahwa biomassa Chlorella sp yang terbentuk dapat
menurunkan beban limbah cair tahu sampai ratusan mg/l, sehingga pada penelitian
selanjutnya diharapkan dapat memecahkan masalah limbah cair tahu yang
menimbulkan pencemaran. Biomassa mikroalga
merupakan protein yang sangat bermanfaat. Sehingga memisahkan biomassa akan
mendapatkan manfaat ganda, yaitu sedimen biomassa yang bermanfaat dan air
limbah olahan yang memenuhi baku mutu.
Proses sedimentasi dengan metode
dinamis, pun akan sangat sesuai untuk memisahkan biomassa pada rencana sistem
skala kecil pengolahan limbah cair tahu. “Terutama sifatnya yang kompak dan
kecil serta mudah dioperasikan”. Sedimentasi
melalui metode dinamis ini, dilaksanakan dengan menggunakan prinsip gaya
sentrifugal yaitu reaksi inersia keluar dari pusat perputaran sedemikian
sehingga biomassa yang mempunyai massa jenis lebih besar dari air akan
terpisah. Walaupun pemisah sentrifugal (Centrifuge Separator) telah
banyak tersedia di pasar, tampaknya akan sangat sulit untuk memperoleh pemisah
sentrifugal yang sesuai pada pemisahan mikroalga dengan skala kecil dan murah.
“Harganya yang mahal, tidak mungkin terjangkau oleh industri kecil, apalagi
ditujukan untuk mengolah limbah,”.
4.2.3. Limbah tahu sebagai media pembuatan nata de soya.
Limbah tahu mempunyai peluang
ekonomis dan potensi gizi yang baik bila diolah menjadi produk pangan nato
de soya. Oleh karena itu, pengembangan model usaha nata de soya
perlu dilakukan guna mengatasi pencemaran lingkungan di wilayah pemukiman
sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat. Bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan nata de soya berasal dari limbah cair asal industri tahu. Produk nata de soya yang dipasarkan
lebih disukai konsumen dalam bentuk siap saji dengan berbagai kemasan dan rasa.
Hasil uji coba dan pendampingan juga membuktikan bahwa model usaha nata de
soya di Kodya Bengkulu dapat memberikan peluang bisnis akrab lingkungan
yang dapat berdampak positif terhadap perekonomian dan gizi masyarakat.
khususnya masyarakat sekitar industri tahu.
Proses pembuatan nata de soya cukup sederhana dan
alat-alat yang digunakan juga mudah didapat dan tidak mahal, sementara bahan
baku nata de soya cukup berlimpah setiap harinya. Hasil pendampingan
juga membuktikan bahwa, untuk meningkatkan pendapatan pengusaha tahu secara
nyata, sebaiknya air limbah tahu yang digunakan untuk membuat nata de soya
skala industri harus dalam jumlah banyak (>15 liter) per harinya,
selanjutnya adanya diversifikasi hasil olahan nata de soya dan
modifikasi kemasan ternyata sangat berpengaruh terhadap omset penjualan.
Masukan teknologi secara umum dapat diterapkan oleh pengusaha, baik dari segi
pembuatan bibit, pemrosesan nata de soya,
pengolahan dan pengemasan. Namun demikian dari segi pengembangan-nya, masih
perlu diperhatikan kualitas air limbah tahu serta ruangan tempat kerja dan
tempat inkubasi nata de soya. Pemilihan jenis/varietas kedelai merupakan
kunci utama sebelum pengusaha mulai memutuskan untuk membuat nata de soya.
Selanjutnya, dalam melakukan proses pembuatan nata de soya (inkubasi)
pengusaha menggunakan kamar anak-anak yang secara higienis kurang memenuhi
syarat yang akhirnya dapat menyebabkan tingat keberhasilan pembuatan nata de
soya hanya 50%. Pada saat yang bersamaan pembuatan nata de soya juga dilakukan di laboratorium mikrobiologi pertanian,
dan hasilnya cukup memuaskan dengan probabilitas 95%. Hal tersebut membuktikan
bahwa kondisi kebersihan (faktor higienis) merupakan kendala atau penghambat
dalam mengembangkan usaha ini. Dari segi lingkungan, ekonomi dan perbaikan
gizi, industri nata de soya di Kebun Beler mempunyai potensi untuk
dikembangkan mengingat air limbah tahu tersebut dapat merupakan bahan pencemar
apabila terakumulasi terus menerus. Apabila air limbah tahu tersebut diolah
menjadi nata de soya, maka dapat meningkatkan perekonomian keluarga
sekaligus dapat meningkatkan gizi keluarga dan masyarakat sekitar. Menurut
hasil analisi gizi (Tabel 2), nata de soya tergolong produk
pangan yang bergizi tinggi terutama pada kandungan karbohidrat, protein dan
serat kasar. Data tersebut membuktikan bahwa bakteri Acetobacter xylinum
mampu mengubah air limbah tahu yang tidak bernilai menjadi suatu produk
bernilai gizi tinggi (Basrah Enie & Supriatna, 1993).
Pembuatan nata de soya dapat terlihat pada gambar dibawah ini;
Dengan memanfaatkan air limbah
tahu tersebut, masyarakat telah mendukung program "waste cleaning" artinya sebelum
limbah dibuang, masyarakat telah memprosesnya menjadi suatu produk yang
mempunyai nilai gizi dengan prospek ekonomi tinggi. Dari hasil uji coba dan
pendampingan yang intensif dengan pengusaha tahu, telah terlihat bahwa produk
nata de soya merupakan salah satu peluang bisnis akrab lingkungan yang
dapat berdampak positif pada tingkat perekonomian masyarakat, khususnya
masyarakat sekitar industri tahu dan aspek gizi untuk mendukung pengembangan nata
de soya terutama bagi peningkatan gizi anak sekolah.
|
||
4.3. PRAKIRAAN
EKONOMI PENGELOLAAN LIMBAH TAHU
Gambar 10. Contoh
IPAL terpadu
Membangun sebuah Instalasi Pengolahan Air Limbah untuk pabrik tahu bukan
disebabkan oleh mahalnya proses pengelolaan tapi juga disebabkan luasnya areal
yang dibutuhkan untuk pembangunan IPAL tersebut. Umumnya industry tahu adalah suatu industri
rumah tangga yang berlokasi ditengah pemukiman dan bergabung dengan rumah
tinggal (Gambar 11). Untuk sebuah IPAL yang sesuai standar,
sedikitnya membutuhkan areal atau tanah seluas 10x10 m2. IPAL seluas itu bisa
menampung limbah pabrik tahu dengan kapasitas 4 ton kedelai per hari,"
dengan biaya 60-150 juta per unit . Jika pabrik tahu di paksa membuat IPAL sendiri, kondisi
modal dan volume produksi tidak bisa menutupi ongkos pembuatan instalasi limbah
sendiri. Di khawatirkan produsen tahu kehabisan modal. Pemecahannya, adalah dengan cara
membangun IPAL terpadu, yakni satu IPAL untuk beberapa unit pabrik tahu. Namun bila hal itu diberlakukan untuk
kabupaten Pelalawan tidak memungkinkan.
Hal itu disebabkan karena pabrik tahu di kabupaten Pelalawan terletak
pada tempat dengan jarak berjauhan. Pada
tiga lokasi terdapat dua sampai tiga pabrik tahu, tapi letak pabrik tahu bukan
disepanjang bantaran sungai.
Bila limbah tahu diolah menajdi biogas maka harga untuk treatment limbah tahu dengan
biogas dan aerobic sistem, sangat tergantung pada harga upah dan meterial
setempat. Untuk wilayah Yogja tahun 2006 harga 1m3 bangunan bio Digester limbah
tahu dibutuhkan anggaran kira-kira Rp.700.000.- dan anaerobic sistem dibutuhkan
anggaran kira-kira Rp. 2.000.000.- Pengolahan limbah tahu untuk dijadikan
biogas prosesnya sederhana, pemanfaatan limbah Tahu
sebagai bahan bakar biogas itu tidak memerlukan biaya besar. Untuk membuat
empat digester dibutuhkan biaya sekitar Rp17 juta.
Pabrik Tahu Gambar 11. Pabrik tahu juga Rumah
KESIMPULAN
Dari
sembilan pabrik tahu yang dikunjungi tidak mempunyai IPAL. Pengetahuan tentang IPAL untuk semua pemilik
pabrik tahu tidak ada, atau tidak mengerti masalah IPAL serta undang-undang
lingkungan karena rata-rata mereka mengatakan tidak pernah pengawas kesehatan
maupun BAPEDAL yang datang berkunjung.
Mereka mengatakan keberadaan pabrik ditengah masyarakat atau pemukiman
belum pernah mendapat komplen dari masyarakat terhadap limbah yang dibuang
tanpa dikelola. Namun mereka berminat
untuk melakukan pengelolaan asalkan tidak dikenakan biaya.
Pengelolaan pabrik tahu memerlukan
biaya yang tinggi, bila setiap satu pabrik melakukan pengelolaanya sendiri hal
tersebut tidak memungkinkan, dari ketiga alternative yang ditawarkan
pengelolaan menjadi biogas lebih memungkinkan karena proses perebusan tahu yang
dilakukan menggunakan boiler uap yang pemanasannya menggunakan kayu (Gambar
12). Gas dari limbah tersebut dapat
mengurangi biaya operasional serta mengurangi penggunaan kayu bakar yang
dijadikan bahan baku untuk proses pembakaran.
Mengurangi penggunaan kayu bakar berarti mengurangi penebangan pohon dan
secara tidak langsung memelihara hutan yang berfungsi sebagai karbon sink.
Gambar
12. Boiler
Gambar
13. Uap dialirkan pada pipa untuk
perebusan
SARAN
BAPEDALDA
Pelalawan harus lebih intensif dalam
mensosialisasi-kan masalah pencemaran dan Undang-undang No.23 tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan. Dalam
pengelolaan limbah tahu di kabupaten Pelalawan BAPEDALDA sebaiknya mendanai salah satu pabrik tahu sebagai pilot
project .
Daftar Pustaka
Damayanti Alia, Joni Hermana, Ali Masduqi, 2004 Analisis Resiko
LIingkungan dari Pengolahan Limbah Pabrik Tahu dengan Kayu Apu (Pistia stratiotes L.) Teknik Lingkungan, FTSP, ITS Jurnal
Purifikasi, Vol.5, No.4, Oktober 2004 : 151-156. Surabaya
Handayani I. P., P. Prawito dan H. Bustamam, 2003. Penanganan
Air Limbah Tahu melalui pengembangan Model Usaha Industri Nata de soya di
Kotamadya Bengkulu. Penelitian Voucer,
DIKTI. Bengkulu.
Jenie Betty Sri Laksmi, Winiati Pudjirahayu, 1993. Penanganan
Limbah Industri Pangan. Kanisius. Jakarta
Kristanto Philip, 2002. Ekologi
Industri. Andi Yogyakarta
Nurtiyani Erlin,
2006. Mikroalga Chlorella Sp dapat
Menormalkan Limbah Tahu . Jurusan Biologi, Fakultas Ilmu
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Jakarta.
Nurhasan dan Bb. Pramudyanto, 1991. Penanganan air Limbah
Pabrik Tahu. Yayasan Bina Karya Lestari (Bintari).
Wardhana Wisnu Arya, 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan.
Andi Yogyakarta
Menjual berbagai macam jenis Chemical untuk cooling tower chiller dan waste water treatment,STP dll untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi saya di email tommy.transcal@gmail.com
BalasHapusHp:081310849918
Menjual berbagai macam jenis Chemical untuk cooling tower chiller dan waste water treatment,STP dll untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi saya di email tommy.transcal@gmail.com
BalasHapusHp:081310849918
Digunakan sebagaipupuk dasar diberikan saat pengolahan tanah untuk semua jenis tanah dan semuajenis tanaman dengan cara pupuk ditebarkan dipermukaan tanah atau lubang tanamkemudian di aduk-aduk sampai rata dengan tanah. Dosis yang digunakanuntuk satu hektarnya cukup 3-5 ton, sedangkan penggunaan pupuk anorganik bisadikurangi 1/3 bagian dari dosis normal. Jasa Penulis Artikel SEO pabrik penerima besi bekas
BalasHapus