Perilaku Pb Pada Lingkungan dari Kendaraan Bermotor
Vanda Julita Yahya-S3
PSL-UNRI-UI (2008)
1. PENDAHULUAN
Pertumbuhan pembangunan dan perekonomian yang
pesat pada suatu kota akan mencirikan bahwa kota tersebut akan mengalami
perubahan kualitas lingkungan atau akan terjadi penurunan kualitas lingkungan. Sektor transportasi merupakan salah satu sektor indikatif yang sangat berperan dalam penurunan kualitas lingkungan. Perkembangan sektor ini
akan secara langsung mencerminkan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang sedang
berlangsung. Namun demikian sektor ini
dikenal pula sebagai salah satu sektor yang dapat memberikan dampak terhadap
lingkungan dalam cakupan spasial dan temporal yang besar. Penggunaan bahan bakar minyak secara intensif
dalam sektor ini menjadi penyebab utama timbulnya dampak terhadap lingkungan
udara, terutama didaerah-daerah perkotaan.
Proses pembakaran bahan bakar minyak akan mengeluarkan unsur dan
senyawa-senyawa pencemar ke udara, seperti padatan total tersuspensi (debu),
karbon monoksida, total hidrokarbon, oksida-oksida nitrogen, oksida-oksida
sulfur, partikel timbal dan oksidan fotokimia (Soedomo, 2001).
Di Indonesia penggunaan bahan bakar minyak
masih di dominasi oleh penggunaan bensin bertimbal/Pb. Timbal dalam bensin merupakan senyawa Tetra
Ethyl Lead (TEL) yang sengaja ditambahkan dalam bahan bakar dengan tujuan
untuk menaikan angka oktan dalam bahan bakar.
Angka
oktan secara sederhana dapat diartikan sebagai indeks waktu penyalaan bahan
bakar bensin. Makin tinggi angka oktan
Mogas (Mobil Gasoline) akan semakin cepat menyala. Kelambatan waktu penyalaan akan menimbulkan
bunyi pada mesin mobil (knocking).
Sehingga penambahan senyawa
timbal yang merupakan bahan aditif dalam bensin akan berfungsi sebagai anti-knocking
dimana penggunaannya sudah sejak tahun 1920-an (Widianto, 1994).
Timbal atau Pb adalah neurotoksin, zat racun yang
menyerang saraf dan bersifat akumulatif serta dapat merusak perkembangan otak
pada anak-anak. Hasil studi menunjukan
bahwa dampak timbal berbahaya pada anak-anak karena akan menurunkan tingkat
kecerdasan (IQ). Selain itu timbal juga
sebagai polutan udara yang mempunyai efek toksik yang luas pada manusia dan
hewan karena mengganggu fungsi ginjal, saluran pencernaan, sistem saraf serta
menurunkan fertilitas.
Penelitian yang
dilakukan di kota Bandung, Semarang dan Surabaya terhadap contoh tanah di
pinggiran jalan raya menunjukan bahwa pencemaran timbal pada tanah berkisar 105-897 ppm
(Prajanti et al , 2000). Terakumulasinya
unsur timbal dalam tanah akan
terakumulasi pula oleh tumbuhan. Sumber
pencemar timbal dalam tanah dapat
berasal dari asap kendaraan bermotor, penambangan dan industri serta cat tembok
yang larut bersama air hujan (Burau, 1982).
Penelitian terhadap tanaman sayuran caisin, kangkung dan bayam yang
ditanam di tepi jalan raya kota Bandung mengandung timbal rata-rata 28,78 ppm, hal tersebut
merupakan konsentrasi diatas ambang batas yang ditetapkan oleh Ditjen
Pengawasan Obat dan Makanan, Depkes RI, yaitu sebesar 2 ppm. Hasil penelitian terhadap kandungan timbal yang terdapat pada ASI (air susu ibu)
pada ibu-ibu yang tinggal dipinggiran kota mengandung timbal 10-30mg/kg, sedangkan untuk
ibu-ibu yang tinggal dipedesaan mengandung timbal 1-2mg/kg (Anonim,
2003). Penelitian yang dilakukan
Haryanto pada tahun 2003 menunjukan bahwa sekitar 30-46% pengemudi dan polisi
serta 50% pedagang kaki lima di kota Bandung memiliki kadar timbal dalam
darahnya diatas ambang normal yaitu lebih besar dari 40mg/dl darah dalam Anonimous,
2003. Logam berat yang terdapat pada
tanah dapat melakukan pertukaran ion dan adsorbsi. Logam dalam tanah, berperan sebagai satuan
ion bermuatan dan membentuk bahan organik dengan logam yang tidak larut. Pencemaran yang berasal dari udara
kandungan timbal berada pada permukaan
dan tersimpannya pada kedalaman tanah
tergantung dari jenis tanah, bila tanah kaya akan bahan organik maka
konsentrasi timbal akan tinggi pada
bagian dalam daripada permukaan (Burau, 1982), dan menurut Ward et al (1975), konsentrasi timbal pada kedalaman 5 cm bersifat lebih
stabil. Kandungan dalam tanah yang
bersifat stabil akan terakumulasi pada cacing tanah karena cacing tanah
mengkonsumsi tanah. Pentingnya
penelitian ini untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan cemaran timbal (Pb) agar tidak melebih ambang batas maksimum timbal
dalam tubuh sesuai anjuran WHO.
2. PENCEMARAN
Pencemaran
atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada
keadaan yang lebih buruk. Pergeseran
bentuk tatanan dan kondisi asal pada
kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat dari masukan dari
bahan-bahan pencemar atau polutan. Bahan
polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi organisme
hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang
kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran.(Palar, 1994).
Berdasarkan Keputusan Mentri Negara Kependudukan dan
Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1988 yang dimaksud dengan pencemaran adalah masuk
atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam
air/udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia
atau proses alam, sehingga kualitas udara/air menjadi kurang atau tidak dapat
berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Dengan semakin meningkatnya perkembangan sektor industri
dan transportasi, baik industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri kimia,
industri logam dasar, industri jasa dan jenis aktivitas manusia lainnya, maka
semakin meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan, udara dan tanah akibat
kegiatan tersebut. Pencemaran terjadi
pada saat senyawa-senyawa yang dihasilkan dari kegiatan manusia di tambahkan ke
lingkungan, yang akan menyebabkan perubahan
buruk terhadap kekhasan fisik, kimia, biologis dan estetis yang akan
menimbulkan rangkaian kejadian yang
dapat terlihat pada Gambar 1.
Dalam beberapa kasus, pencemaran merupakan suatu fenomena
yang jelas. Pada kasus lain pencemaran merupakan kejadian yang sukar
dilihat oleh mata. Salah satu contoh
adalah keluarnya gas hidrogen sulfida dari sumber pengilangan minyak dekat
Denver, kasus Chernobil di Rusia dan di Bhopal, India dimana dari kasus-kasus
tersebut menyebabkan kematian pada manusia.
Terjadinya kasus diatas karena adanya zat pencemar yang mempunyai
pengaruh dalam menurunkan nilai lingkungan.
Sehingga pencemaran sering diartikan sebagai peristiwa penambahan bermacam-macam
bahan sebagai hasil aktivitas manusia ke dalam lingkungan yang biasanya
memberikan pengaruh berbahaya terhadap lingkungan tsb. Kepekatan bersih suatu zat kimia dapat
dirumuskan dalam bentuk proses kinetika dan laju keseimbangan proses utama yang
bekerja pada zat tersebut pada suatu tempat tertentu. Cara kerja ini berdasarkan pada sebuah acuan
bahwa semua jalur utama pergerakan dan
perpindahan suatu bentuk zat kimia, dan hasil perubahan bentuknya, termasuk
kepekatan sebagai fungsi waktu dan tempat.
Laju kinetika dan keseimbangan secara luas digunakan
sebagai ukuran kuantitatif untuk menilai sumbangan berbagai proses
individual. Cara
kerja tersebut membutuhkan dua anggapan dasar: (1) kepekatan zat kimia dan laju
pengurangannya pada setiap tempat dan waktu ditentukan oleh gabungan laju tidak
bergantung pada proses penyebaran. (2) untuk setiap proses, hubungan
kuantitatif terjadi antara sifat-sifat lingkungan dan kimiawi. Perilaku dan
pengaruh pencemar lingkungan dihubungkan dengan dinamikanya di dalam keempat
kompartmen atau fase-fase utama yang menyusun ekosfer bumi, yaitu udara, air,
tanah dan biota. Sehingga awal dari
pencemaran yang terjadi karena masuknya suatu zat kimia kedalam lingkungan
sehingga akan mengganggu keseimbangan lingkungan. Lingkungan yang tidak seimbang disebabkan adanya suatu proses pengangkutan
dan perubahan bentuk pencemar di dalam lingkungan. Dimana hal tersebut erat
kaitannya dengan sifat-sifat kimia-fisika pencemar, proses pengangkutan di
dalam lingkungan dan proses perubahan bentuk pencemar.
Sumber Pencemar
Jalur-jalur
dan fluks biogeokimia
Transpor
dan transformasi
Udara Air Tanah\sedimen
Pemancaran
Tingkat lingkungan
Mahluk hidup
(sifat-sifat (sifat-sifat
fisika
polutan biokimia
polutan)
Tanggapan
mahluk hidup
sublethal
dan lethal Bioakumulasi
makanan
Kekhasan
& dinamika
populasi yang telah berubah
(perkembangbiakan,
imigrasi, penerimaan yg baru, mortalitas)
Gambar 1. Digramatik Pencemaran pada Komponen
Masuknya
suatu zat kimia kedalam lingkungan akan menyebabkan perpindahan secara antar
komponen untuk membentuk keseimbangan yang bergantung pada sifat fisika-kimia
zat tersebut. Di dalam suatu kompartmen,
yaitu udara, air, tanah dan biota (Gambar 3.) (Connell, et al , 1995)
Seperti
terlihat pada Gambar 2. bahwa proses-proses lingkungan akan mempengaruhi nasib
zat-zat kimia di lingkungan atmosfer, daratan maupun perairan. Kepekatan bersih suatu zat kimia dapat
dirumuskan dalam bentuk proses kinetika dan laju keseimbangan proses utama yang
bekerja pada zat tersebut pada suatu tempat tertentu. Pada Tabel 1. akan diperlihatkan kompartmen
lingkungan dan prosesnya. Zat kimia yang
berada dalam lingkungan selain dipengaruhi oleh proses lingkungan juga akan
dipengaruhi oleh sifat dari lingkungan itu sendiri (Tabel 2.). Pada proses pencemaran di udara tekanan uap merupakan parameter yang berguna
untuk menduga sejauh mana zat-zat kimia akan diangkut kedalam atmosfer melalui
proses penguapan. Dan masuknya zat kimia
kedalam lingkungan akan menyebabkan perpindahan secara antar komponen untuk
membentuk keseimbangan yang bergantung pada sifat fisika-kimia zat tersebut.
Gambar
2. Proses Pengangkutan dan Perubahan Bentuk
untuk Pencemar
2.1. Pencemaran Udara
Udara
merupakan faktor yang penting dalam kehidupan namun dengan meningkatnya
pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami
perubahan. Udara yang dulunya segar,
kini kering dan kotor. Perubahan
lingkungan udara pada umumnya disebabkan pencemaran udara, yaitu masuknya zat
pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol) kedalam udara. Masuknya zat pencemar kedalam udara dapat
secara alamiah, misalnya asap kebakaran hutan, akibat gunung berapi, debu
meteorit dan pancaran garam dari laut; juga sebagian besar diakibatkan oleh
kegiatan manusia, misalnya akibat aktivitas transportasi, industri, pembuangan
sampah, baik akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran maupun kegiatan
manusia.
Tabel
1.
Kompartment Lingkungan dan Prosesnya
Udara Perpindahan meteorologis Fotolisis
Difusi dan dispersi Oksidasi
Presipitasi/Jatuhan
Air Penyerapan Fotolisis
Penguapan Hidrolisis
Pengambilan Biologis Oksidasi
Metabolisme/Biodegradasi
Tanah Penyerapan dan sedimen Hidrolisis
Aliran Oksidasi
Penguapan Fotolisis
Pencucian Reduksi
Pengambilan
Biologis Metabolisme/Biodegradasi
Sumber : Connell et al ,
1995.
Pembangunan
fisik kota dan berdirinya pusat-pusat industri disertai dengan melonjaknya
produksi kendaraan bermotor, mengakibatkan peningkatan kepadatan lalu lintas
dan hasil produksi sampingan yang merupakan salah satu sumber pencemaran udara
(Soedomo, 2001).
Menurut
Wardhana, 2001 pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau
zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi)
udara dari keadaan normalnya. Kehadiran
bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada diudara
dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan
binatang. Bila keadaan seperti tersebut
terjadi maka udara dikatakan telah tercemar.
Perpindahan Fisik
Perpindahan Meteorologis Kecepatan
angin
Pengambilan Biologis Biomassa
Penyerapan Kandungan
organik tanah atau sedimen, kandungan masa sistem perairan
Volatilisasi Gerakan
perputaran, laju penguapan, koefisien aerasi, kandungan organik tanah
Aliran Laju
presipitasi
Pencucian Koefisien
penyerapan (adsorbsi)
Jatuhan Kepekatan
partikulat, kecepatan angin
Kimiawi
Fotolisis Penyinaran
matahari, transmisivitas air atau udara
Oksidasi Kepekatan
oksidan dan penghambat
Hidrolisis pH,
kebasaan atau keasaman tanah atau sedimen
Reduksi kepekatan
oksigen, kepekatan ion besi dan keadaan pengomplekan
Biologis
Sumber
: Connell et al , 1995.
Berdasarkan
asal dan kelanjutan perkembangannya di udara, pencemar udara dapat dibedakan
menjadi pencemar udara primer dan pencemar udara secunder. Pencemar udara primer yaitu semua
pencemar di udara yang ada dalam bentuk yang tidak berubah, sama seperti saat
dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil dari suatu proses tertentu. Pencemar uadara primer yang mencakup
90% dari jumlah pencemar udara seluruhnya, umumnya berasal dari sumber-sumber
yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti dari industri (cerobong asap
industri) dimana dalam industri tersebut terdapat proses pembakaran yang
menggunakan bahan bakar minyak/batu bara, proses peleburan/ pemurnian logam;
dan juga dihasilkan dari sektor transportasi (mobil, bis, sepeda motor
dll). Dari seluruh pencemar primer
tersebut, sumber pencemar yang utama berasal dari sektor transportasi, yang
memberikan andil sebesar 60% dari pencemaran udara total. Pencemar udara secunder adalah semua
pencemar diudara yang telah berubah karena reaksi tertentu antara dua atau
lebih kontaminan/polutan. Umumnya
polutan secunder tersebut merupakan hasil antara polutan primer
dengan polutan lain yang ada di udara.
Reaksi-reaksi yang menimbulkan polutan secunder diantaranya
adalah proses fotokimia dan reaksi oksida katalis. Pencemar udara secunder yang terjadi
melalui fotokimia, misalnya oleh pembentukan ozon, yang terjadi antara molekul
hidrokarbon yang ada di udara dengan NOx melalui pengaruh sinar ultra violet
dari matahari. Sebaliknya pencemar secunder
yang terjadi melalui reaksi-reaksi oksida katalis diwakili oleh polutan-polutan
berbentuk oksida gas yang terjadi diudara karena adanya partikel-partikel logam
di udara yang berfungsi sebagai katalisator (Kristanto, 2002).
Pencemaran
logam timbal tertinggi berasal dari
industri yang berawal karena terjadinya revolusi industri pada abad 18 dan pada
abad 19 pasokan timbal diudara
disebabkan karena penambahan logam
timbal pada bahan bakar kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai anti
ketukan (antiknock). Hasil penelitian menunjukan bahwa
kandungan timbal diudara lebih tinggi
pada daerah padat penduduk yang banyak
menggunakan kendaraan bermotor daripada daerah perindustrian. Sehingga lingkungan padat penduduk berbanding
lurus dengan tingkat kepekatan kandungan
timbal di udara.
Konsentrasi timbal pada permukaan es di North Pole tiga
hingga lima kali lebih tinggi
dibandingkan pada awal mula adanya teknologi industri. Industri dunia yang menghasilkan
timbal pada tahun 1987 sebesar
2,110,000 metrictons; Rusia 506.000
metrictons (Kristanto, 2002)
2.2. Pencemaran dari Kendaraan Bermotor
Kendaraan
bermotor sebagai produk teknologi dalam operasinya memerlukan bahan bakar
minyak bumi (BBM). Bahan bakar mobil
(kendaraan bermotor) yang secara umum disebut bensin adalah senyawa hidrokarbon
yang kandungan oktana atau isooktanannya tinggi. Senyawa oktana adalah senyawa hidrokarbon
yang digunakan sebagai patokan untuk menentukan kualitas bahan bakar (bensin)
yang dikenal dengan angka oktana.
Pada kompresi tinggi
isooktana memberikan bunyi ketukan pada mesin mobil (knocking atau ping). Untuk mengurangi ketukan atau menaikan angka
oktana, bahan bakar dapat juga diberikan bahan tambahan (aditif). Bahan aditif tersebut
sering disebut sebagai senyawa anti ketukan (anti knoucking coumpound). Senyawa anti ketukan disebut TEL (Tetra
Ethyl Lead) atau (CH3CH2)4 Pb. Bahan aditif baru adalah ethyl fluid,
merupakan campuran dari 65% TEL, 25% 1,2 dibromo etana (BrCH2CH2Br)
dan 10% 1,2 dichloroetana (ClCH2CH2Cl). Hydrogen yang terhalogen ini (setelah diberi
ethyl fluid) menyebabkan timbal (Pb)
akan diubah menjadi timbal dibromida
yang relatif mudah menguap sehingga mudah keluar dari silinder mesin mobil
melalui knalpot (Wardhana, 2001). Mekanisme penguraian senyawa TEL dalam bahan bakar mobil
adalah :
Kandungan senyawa
timbal yang dihasilkan pada pembakaran TEL berbeda tergantung pada jenis
mesin, umur mesin dan kecepatan kerja mesin.
Jenis dan komponen-komponen
timbal yang diproduksi dari asap mobil dapat dilihat pada Tabel 3.
dimana kolom pertama menunjukan komposisi asap mobil segera setelah distater,
sedangkan kolom kedua menunjukan komposisi asap mobil 18 jam setelah
distater. Data
asap mobil setelah 18 jam menunjukan bahwa komposisi timbal mungkin mengalami reaksi ketika di
lepaskan di udara. Cara menangkap asap mobil dalam percobaan ini dilakukan
dengan menampung asap di dalam kantung berwarna hitam yang diisi udara bersih kering,
kemudian udara tersebut dianalisis 18 jam kemudian. Dari data tersebut terlihat bahwa
komponen timbal yang terdapat dalam
jumlah tinggi di dalam asap mobil terutama adalah timbal oksikarbonat (PbCO32PbO), timbal okside ( PbOx) dan timbal karbonat ( PbCO3) (Fardiaz,
1992).
Menurut Conell et
al , 1995, timbal yang dikeluarkan
dari kendaraan bermotor dengan bahan bakar
mengandung timbal yaitu dalam
bentuk timbal chlorobromide. Setelah pembuangan keatmosfer terjadi
pertukaran yang cepat dari bromida ke chlorida, khususnya di daerah
pantai. Gambar 3. menggambarkan pola
penyebaran timbal sesudah lepas dari
kendaraan bermotor. Gambar 4.
menunjukan kemacetan di perkotaan yang
akan berdampak terhadap terakumulasinya logam
timbal di udara.
Penelitian yang dilakukan oleh Van Hook et al pada tahun 1977 serta Siccama dan Smith pada
tahun 1978 menemukan bahwa penampungan air di hutan mengandung kadar timbal
yang tinggi. Timbal tertinggal dan terikat kuat dalam humus, yang dalam banyak
keadaan secara cepat akan meningkatkan kandungan timbal.
Di daerah perkotaan kelebihan
timbal sebesar 90% yang berasal dari kendaraan bermotor tertinggal di
tanah dan aliran sungai (Bogges dan Wixson, 1977 dalam Conell et al , 1995). Menurut Hughes et al, 1980 dalam Conell et
al , 1995, timbal secara kuat
tertinggal dalam bahan organik tanah serta mempunyai laju daur ulang beberapa
ribu tahun.
Polutan
udara primer adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan langsung ke udara yang
menyebabkan konsentrasi meningkat dan membahayakan. Hal ini dapat berupa komponen udara alamiah
seperti carbondioksida yang meningkat diatas konsentrasi normalnya atau sesuatu
yang tidak biasanya terdapat di udara seperti senyawa timbal (Pb).
Tabel 3. Komponen Timbal di dalam Asap Mobil
Komponen timbal
|
Persen total timbal dalam asap
|
Segera 18 jam
setelah stater setelah stater
|
|
PbBrCl
PbBrCl.2 PbO
PbCl2
Pb (OH)Cl
PbBr2
PbCl22 PbO
Pb (OH)Br
PbOx
PbCO3
PbBr22 PbO
PbCO32 Pb
|
32.0 12.0
31.4
1.6
10.7
8.3
7.7
7.2
5.5
0.5
5.2
5.6
2.2
12.0
2.2
0.1
1.2
13.8
1.1
0.1
1.0 29.6
|
Gambar 3. Jalur Potensial penyebaran dan pemindahan dalam ekosistem pinggir jalan.
Gambar 4. Kemacetan di
perkotaan yang akan berdampak terhadap terakumulasinya logam timbal di udara.
Menurut
Umar (2003), faktor yang mempengaruhi besarnya polutan yang diakibatkan oleh
kendaraan bermotor antara lain;
a. Kendaraan
bermotor itu sendiri,
b. Kemacetan
lalu lintas sehingga pada daerah tertentu terjadi akumulasi polutan yang
tinggi,
c. Pengemudi
yang tidak mengemudikan kendaraan dengan benar dan baik serta perawatan dari
mesin kendaraan itu sendiri,
d. Kondisi
lingkungan geografis yang relatif tertutup, sehingga menyulitkan pergerakan
bebas udara yang tercemar. Seperti
halnya di DKI Jakarta karena lingkungan penuh dengan bangunan gedung-gedung
bertingkat yang menyulitkan sirkulasi udara.
Menurut
Soedomo (2001), pola penyebaran dan difusi pencemar udara timbal dari kendaraan bermotor pada suatu
daerah juga sangat ditentukan oleh data meteorologi yaitu;
a. Pola arah dan kecepatan angin dalam bentuk bunga angin,
b. Radiasi sinar matahari dan lama waktu penyinarannya,
c. Kelembapan udara dalam persentase humiditas,
d. Curah hujan dan jumlah hari hujan,
e. Profil temperatur vertical yang bekerja,
f. Penutupan
awan.
3. TIMBAL ( Pb)
3.1. Sifat Kimia dan fisika
Dengan asam nitrat pekat, terbentuk lapisan pelindung
berupa timbal nitrat pada permukaan
logam, yang mencegah pelarutan lebih lanjut.
Asam klorida encer atau asam sulfat encer mempunyai pengaruh kecil karena
terbentuknya timbal chlorida atau timbal sulfat yang tidak larut pada permukaan
logam itu.
Menurut Fardiaz (1992) sifat timbal adalah;
a.
Mempunyai
titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam bentuk cair dibutuhkan teknik
yang cukup sederhana dan tidak mahal’
b.
Merupakan
logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai bentuk ,
c.
Sifat
kimia timbal menyebabkan logam ini dapat
berfungsi sebagai logam pelindung bila kontak dengan udara lembab. Dapat membentuk alloy dengan logam lainnya,
dan alloy yang terbentuk mempunyai sifat yang berbeda dengan timbal murni; dan mempunyai densitas timbal lebih tinggi dibandingkan dengan logam
lainnya kecuali emas dan merkuri.
Sifat kimia menurut tabel periodic (2003), timbal mempunyai nomor atom 82 dengan berat
massa (BM) 207.2 amu, titik cair (melting point) 327.5oC(600.65oK,
621.5oF), titik cair (boiling point) 1740.0oC (2013.15oK,
3164.0oF), struktur kristal, kubik, densitas 11.34g/cm3 dan warna
bluish.
3.2.
Bentuk-bentuk Persenyawaan Timbal (Palar, 2004)
·
Timbal bersenyawa dengan
bismut (Pb-Bi), suatu persenyawaan yang digunakan dalam industri baterai yaitu
sebagai grid dalam bentuk alloy.
·
Timbal oksida (PbO4)
digunakan dalam industri baterai sebagai bahan yang aktif dalam pengaliran arus
elektron.
·
Persenyawaan 1% Pb dengan
stibium (Sb), 0.15% dengan As, 0.1% dengan Sn, dan 0.1% dengan Bi banyak
digunakan untuk kabel telepon
·
Persenyawaan dengan atom
nitrogen untuk membentuk senyawa azida mempunyai kemampuan ledakan dengan
pancaran energi yang besar, maka persenyawaan ini banyak digunakan untuk
detonator (bahan peledak).
·
Persenyawaan dengan Cr
(Cromium), Mo (Molibdum) dan Cl (chlor) digunakan untuk pewarnaan pada
cat. Senyawa PbCrO4 untuk
mendapatkan warna kuning chrom, Pb(OH)2.2PbCO3 untuk
warna timah putih dan Pb3O4 untuk warna timah merah.
·
Persenyawaan dengan silikat
(Pb-silikat) yang dibentuk dari intermediate Pb-asetat (CH3-COO-Pb-OOCH3),
digunakan sebagai bahan pengkilap keramik dan bersifat tahan api.
·
Persenyawaan dengan arsenat
digunakan untuk insektisida.
·
Persenyawaan
dengan barium-ferrit akan meningkatkan sifat magnetic dari keramik.
·
Persenyawaan
dengan tellurium (Te) digunakan sebagai komponen aktif pada pembangkit listrik
tenaga panas.
·
Persenyawaan
dengan CH dalam bentuk (CH3) 4 Pb (tetrametil-Pb) dan (C2H5)
4 Pb (tetraetil-Pb) sebagai additive yang ditambahkan pada kendaraan
bermotor.
3.3.
Penyebaran
Timbal
Pencemaran
yang diakibatkan oleh logam timbal
terkait dengan kondisi udara, air dan tanah yang ada disekitarnya dan akan
terus bertambah secara kuantitaif bila terjadi penambahan. Penambahan
timbal di lingkungan karena emisi kendaraan bermotor, tergantung dari
kondisi geografis, cuaca/iklim dan ukuran partikel debu. Timbal
dari udara berada pada permukaan tumbuhan/daun maupun buah, air, dan tanah.
Pada manusia dan binatang timbal
dari lingkungan akan menempel pada permukaan kulit serta akan memasuki organ
pernafasan.
Penyebaran timbal
di bumi sangat sedikit. Jumlah timbal yang terdapat diseluruh lapisan bumi
hanyalah 0.0002% dari jumlah seluruh kerak bumi. Jumlah ini sangat
sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kandungan logam berat lainnya yang ada
di bumi. Logam timbal tidak pernah ditemukan dalam bentuk
logam murni, selalu dalam bentuk persenyawaan yaitu PbS (galena),
PbSO4 (anglesit) dan
Pb3O4 (Fardiaz, 1992).
3.3.1. Penyebaran
Timbal di Udara
Jumlah timbal diudara mengalami peningkatan yang
sangat drastis sejak dimulainya revolusi industri di Benua Eropa. Emisi
timbal ke dalam lapisan atmosfer bumi dapat berbentuk gas dan
partikulat. Emisi timbal yang masuk dalam bentuk gas, terutama
sekali berasal dari buangan gas kendaraan bermotor yang merupakan hasil samping
dari pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan. Timbal hasil sampingan ini berasal dari
senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar
kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai anti-ketuk pada mesin-mesin
kendaraan. Selain itu kendaraan bermotor
diberikan pula scavenger, yaitu
etilendibromida (C2H4Br2) dan etilen
diklorida. Senyawa ini dapat meningkatkan residu timbal yang dihasilkan setelah
pembakaran, sehingga dalam gas buangan terdapat senyawa timbal dengan halogen (Palar, 2004).
Dalam bentuk partikulat biasanya berasal dari asap yang
berasal dari cerobong pabrik. Hal
ini berlangsung terus menerus sepanjang hari, sehingga kandungan timbal di
udara naik secara drastis dibuktikan dengan suatu hasil penelitian terhadap
kandungan timbal yang terdapat pada
lapisan es di Greenland pada tahun 1969.
Arus angin ternyata telah menerbangkan debu-debu dan
partikulat-partikulat yang mengandung logam
timbal ke daerah kutub (Palar, 2004).
Menurut hasil penelitian Jakarta Urban development
Project (Patria, 2001), di tahun 2000 kandungan timbal udara pada daerah
Jakarta telah mencapai 1,7-3,5 m/m3 hal tersebut menunjukan tingkat kepadatan
serta kecepatan lalu lintas yang sangat tinggi.
3.3.2.
Penyebaran Timbal di Tanah dan Tanaman
Beberapa
cara masuknya polutan ke dalam tanah;
a. Secara
langsung yaitu; penggunaan pupuk secara berlebihan, pemberian pestisida atau
inteksida dan pembuangan limbah yang tidak dapat dicernakan. Contohnya ; plastic.
b. Melalui
air; air yang mengandung bahan pencemar (polutan) akan mengubah susunan kimia
tanah sehingga mengganggu jasad yang hidup didalam atau dipergunakan tanah.
c. Melalui
tanah; udara yang tercemar akan menurunkan hujan, yang mengandung bahan
pencemar, akibatnya tanah akan tercemar, karena polutan udara biasanya tersebar
diatas tanah, maka dapat dimengerti bahwa banyak bahan-bahan toksik di udara
akan jatuh kepermukaan bumi dan akan masuk ke tanah. Disini polutan-polutan akan mengalami
transformasi kimiawi oleh organism yang hidup di dalam tanah. Ammonia dapat diubah oleh mikroorganisme
dalam tanah menjadi nitrat seperti juga maonia merupakan suatu unsure hara
tanaman. Zat ini dapat pula diubah oleh
mikroorganisme menjadi nitrit yang lebih toksik daripada dua bentuk sebelumnya.
Zat-zat
polutan di dalam tanah mengalami atau tidak perubahan kimiawi, mereka mengalami;
·
Zat-zat itu akan diambil dan
diserap oleh tanaman
·
Polutan yang ada dalam tanah
dibawa oleh air hujan dan masuk kedalam badan air.
·
Polutan yang ada di dalam
tanah cukup mudah menguap dan masuk dalam atmosfer.
Beberapa
polutan tanah terutama logam-logam toksik tertentu akan tetap berada di dalam
tanah selamanya karena zat-zat tersebut zat yang mudah menguap dan tidak
dimanfaatkan oleh tanaman. Sifat yang
mengatur masuknya partikel ke dalam tanaman dan permukaan tanah berdasarkan;
(a) ukuran partikel, (b) morfologi permukaan deposisi, (c) umur aerosol dan (d)
kecepatan angin.
Masuknya logam
timbal kedalam tanaman melalui permukaan daun diatas tanah dan sistem
perakaran. Proses
melarutnya bahan metalik pada permukaan daun menyebabkan bahan ini dapat masuk
ke dalam tanaman sedangkan yang masuknya melalui sistem perakaran pertama-tama
harus melalui tanah. Interaksi antara
logam dan tanah merupakan proses yang sangat rumit yang bergantung pada
kandungan organik tanah sebagaimana bahan penting lainnya seperti tanah liat
dan oksida logam hidrat. Tanah liat
mampu mengikat kation-kation logam berat sehingga konsentrasi logam berat dalam
limbah setelah melalui kolom tanah menjadi berkurang. Keadaan ini ditunjukan oleh penurunan daya
hantar listrik limbah setelah dilakukan ke kolom tanah, dibandingkan dengan
sebelum melalui kolom tanah tersebut (saeni, 1980). Logam berat sesudah masuk
dalam tanah dapat disebarkan melalui proses yang rumit kebagian lain dari
tanaman tersebut. Logam berat yang
terkelat dalam tanah keberadaannya sangat dipengaruhi oleh aktifitas tanaman
tingkat tinggi serta mikroorganisme.
Keduanya merupakan sumber ligan yang larut dalam air untuk membentuk
senyawa kompleks. Logam yang diikat
komplek organic bersifat tidak larut, tidak dapat dicuci dan relative tidak
tersedia bagi tanaman (Stevenson, 1982).
Logam tersebut dapat juga menjadi tidak bergerak oleh penyerapan
kepermukaan atau detoksifikasi oleh pengkelatan dengan senyawa yang ada dalam
tanaman. Emisi timbal dalam bentuk
PbBrCl sesudah terdeposisi dalam tanah akan terikat dalam komplek bahan organic
ataupun berubah menjadi PbSO4 atau PbCO3. Namun
secara umum akumulasi logam terjadi dipermukaan daun, batang dan akar (Conell, et al , 1995). Timbal merupakan unsur
yang tidak essensial bagi tanaman, kandungannya berkisar antara 0.1-10
ppm. Pada sebaran timbal pada tanaman
secara normal antara 0.5-3.0 ppm. Secara
tidak langsung tingginya kadar timbal tidak terlalu berpengaruh terhadapa
tanaman tersebut namun bila dikonsumsi manusia akan menimbulkan keracunan
(Alloway, 1995). Faktor-faktor yang
mempengaruhi kadar timbal dalam tanaman adalah; jangka waktu tanaman kontak
dengan timbal, kadar timbal dalam tanah, morfologi dan fisiologi serta umur tanaman
dan jalur masuk timbal dalam tanaman melalui akar dan daun. Timbal setelah masuk ke sistem tanaman akan
diikat oleh membran-membran sel, mitokondria dan kloroplas. Bahkan pencemaran dapat mengakibatkan
kerusakan fisik juga non fisik, yaitu penurunan kemampuan tanaman dalam
menyerap air, pertumbuhan yang lambat atau pembukaan stomata yang tidak
sempurna.
Masuknya partikel timbal dalam jaringan daun bukan karena
timbal diperlukan tanaman, tetapi hanya sebagai akibat ukuran stomata daun yang
cukup besar dan ukuran partikel timbal yang relatif kecil dibandingkan ukuran
stomata. Timbal masuk ke dalam tanaman melalui proses
penyerapan pasif (Widiriani, 1996).
Hasil penelitian Smith (1981) dalam Widiriani, 1996 menunjukan bahwa panjang
stomata daun 10 μm dan lebar 27 μm sedangkan ukuran timbal berkisar antara 2
μm. Penyerapan melalui daun terjadi karena partikel di udara
jatuh dan mengendap pada permukaan daun.
Permukaan daun yang lebih kasar, berbulu, dan lebar akan lebih mudah
menangkap partikel timbal dibandingkan permukaan daun yang halus, tidak berbulu
dan sempit. Tingkat akumulasi timbal
pada vegetasi dan tanah akan meningkat seiring dengan meningkatnya kepadatan
arus lalu lintas (Widiriani, 1996).
Penelitian yang dilakukan Tuherkih, et al (1999) mengungkapkan
bahwa kandungan logam berat sayuran pada daerah Cianjur lebih tinggi daripada
daerah Sukabumi. Hal ini diduga ada
hubungannya dengan arus lalu lintas jalan raya antara Puncak-Cianjur lebih
padat dibandingkan daerah Sukabumi sehingga akumulasi logam berat dari asap
kendaraan bermotor lebih tinggi. Menurut
Rahayu (1995) sekitar 50% senyawa timbal
yang dilepaskan melalui kendaraan bermotor akan mencapai radius 100 meter dari
jalan raya, sisanya tersebar secara luas dalam biosfer. timbal
yang terkandung dalam bahan bakar bensin 70% akan diemisikan bersama-sama gas
buangan yang dikeluarkan kendaraan bermotor.
Partikel-partikel timbal tersebut
akan berada di udara dalam waktu beberapa minggu (Sarditoko, 2002). Di Manchester diketahui terdapat 1000 ppm
pada debu jalanan. Dari hasil pengamatan
di California, vegetasi di tepi jalan memiliki kandungan 50 ppm timbal, tapi setelah 150 meter dari jalan
raya kandungan timbal menjadi normal
kembali (2 atau 3 ppm). Unsur timbal yang organik seperti tetraethyl timbal dan diethyl timbal serta segala derivat dari timbal sangat mobil didalam tanah dan dapat
terserap tumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan Pb2+ (Rahayu, 1995). Penelitian yang dilakukan di kota Port Pirie,
Australia terhadap kandungan timbal pada
sayuran yang ditanam di halaman rumah menunjukan bahwa kandungan timbal tertinggi terdapat pada sayuran beet
(silver beet) sebesar 1.83 ppm, wortel sebesar 1.31 ppm dan tomat 0.056
ppm. Tingginya kandungan timbal pada wortel dan beet disebabkan karena
kandungan tanah dalam tanah dan pH tanah yang mengakibatkan tingginya
akumulasi timbal yang berasal dari
pabrik maupun kendaraan bermotor (Naidu et
al , 2003).
3.3.3. Penyebaran
Timbal di Biota
Proses pengangkutan logam di lingkungan oleh mikrobia
terdapat tiga proses; (1) degradasai bahan-bahan organik menjadi senyawa yang
bobot molekulnya lebih rendah, yang lebih mampu untuk membentuk senyawa dengan
ion-ion logam; (2) perubahan sifat lingkungan dan bentuk kimiawi logam oleh
kegiatan metabolik, sebagai contoh potensial oksidasi-reduksi dan keadaan pH;
(3) perubahan senyawa an-organik menjadi bentuk organologam dengan cara proses
oksidatif dan reduktif. Mekanisme yang
ketiga ini melibatkan metilasi sejumlah unsur oleh bakteri, sebagai contoh, Hg,
As, Pb, Se dan Sn dimana metilkobalamin
muncul sebagai zat pembentuk metil secara biologis yang utama(Conell, et al , 1995).
Banyak
mahluk hidup yang tercemar mampu untuk mentolelir kepekatan logam yang lebih
dari kebutuhan fisiologis yang sudah diketahui, dan pada beberapa keadaan
terjadi tingkatan. Maka enzim penghambat
akan bekerja. Mahluk hidup yang toleran
terhadap logam mungkin mengandung logam dua atau tiga kali lebih besar daripada
normal. Mekanisme detoksifikasi dapat
melibatkan penyimpanan logam pada tempat yang tidak aktif di dalam mahluk hidup
untuk sementara atau lebih permanen.
Contoh; pada mamalia Singa laut (Zalophus
californianus) penyimpanan logam di dalam tulang seperti halnya pada manusia.
Pada remis (Pecten maximus) penyimpanan dalam ginjal yang berbentuk
granula besar (5 mm)
di dalam sel.. pada cacing ragworm (Polychaeta
Nereis diversicolor) tersimpan dalam jaringan epidermis. Pada umumnya jumlah relatif logam esensial
dalam mahluk hidup menggambarkan tingkat yang perlu untuk menjaga fungsi
biokimiawi, sebagai contoh sistem enzim(Conell, et al , 1995).
3.4.
Toksisitas Timbal
Timbulnya efek toksik di dalam suatu
oragnisme yang disebabkan oleh pengaruh zat, tergantung pada banyaknya zat di
suatu tempat yang rentan didalam badan.
Untuk menilai bahaya keracunan sangatlah penting dan essensial untuk
mengetahui perbandingan jumlah organism terhadap jumlah suatu zat yang
mengenait tubuh organism maupun perbandingan dalam arti luas terhadap jumlah
zat yang terdapat di dalam lingkungan tersebut.
Suatu
keracunan selalu berkaitan dengan proses pemindahan suatu zat. Pertama, pemindahan zat dari suatu sumber
tertentu di dalam lingkungan ke sekelilingnya yang terdekat dengan organisme tersebut
dan kedua dari sekelilingnya terdekat itu sampai ke tempat kerjanya didalam
organisme. Dalam kebanyakan hal zat kimia masuk kedalam lingkungan tidak dalam
bentuk murni, melainkan dalam bentuk tidak murni yaitu tercampur dengan zat dan
material lain (Sutamihardja, 2006).
Timbal
pada bensin adalah komponen organik yang kemudian dapat berubah menjadi an
organik akibat proses pembakaran. Bila
komponen ini dilepaskan di udara komponen ini kurang berbahaya dibandingkan timbal organik. Partikulat atmosfer yang mengandung logam
berat selalu ditimbun dalam jarak yang dekat dengan sumbernya. Sumber umum meliputi daerah yang padat lalu
lintas kendaraan bermotor dan peleburan logam.
Timbal yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor adalah timbal klorobromida. Sesudah pembuangan ke atmosfer terjadi
pertukaran yang cepat dari bromida ke klorida, khususnya di daerah pantai. Gambar 3.
memperlihatkan pola penyebaran
timbal sesudah lepas dari kendaraan bermotor.
3.4.1.
Toksisitas
Timbal pada Tanah
Siccama
dan Smith (1978) dalam Connel et al ,
1995 menemukan bahwa dalam penampungan air di hutan , timbal tertinggal dengan kuatnya di dalam
humus, yang dalam banyak keadaan, secara cepat meningkatkan kandungan timbal.
Di daerah perkotaan kelebihan
timbal sebesar 90% yang berasal dari kendaraan bermotor tertinggal di
tanah, aliran sungai. Logam berat secara kuat akan tertinggal dalam bahan
organik tanah serta mempunyai laju daur ulang beberapa ribu tahun (Hughes et al , 1980 dalam Connel et al , 1995. Jatuhan timbal ke atmosfer menyebabkan
akumulasi logam dalam sampah dari bagian teratas tanah dari suatu sistem
alamiah. Dekomposisi bahan organik,
kecepatan mineralisasi nitrogen dan fosfor, urease tanah, dan aktivitas asam
fosfatase berhubungan negatif dengan kepekatan tembaga plus seng, dengan
kepekatan tembaga beranah 30-200 ppm.
Pengaruh ini dapat dipersulit oleh adanya tingkat kalsium yang tinggi
dalam tanah. Peneliti lainnya
memperlihatkan pengaruh yang mirip pada tembaga, nikel dan timah hitam dan
seng. Secara keseluruhan dapat
diperkirakan bahwa pengaruh ini akan menghasilkan laju mobilisasi kembali zat
makanan yang lebih lambat yang akan mempengaruhi ketersediaan makanan mahluk
hidup (Conell, et al , 1995).
3.4.2. Toksisitas Timbal
pada Hewan
Pada
hewan timbal akan mempengaruhi
pembentukan sel-sel darah dalam sumsum tulang belakang dan menghambat sintesis
hemoglobin. Mekanisme ini mirip dengan
mekanisme penghambatan pembentukan klorofil pada tanaman. Pada Gambar 2.5 dapat
dilihat persamaan jalur penghambatan enzim pembentukan hemoglobin dan
hemopigmen. Penghambatan 2 enzim asam d-aminolevulinat
dehidratase (alad) dan profobilinogenase (pgba) menyebabkan pengeluaran asam d-aminolevulinat
dehidratase dan profobili-nogenase serta
menghambat pembentukan heme dan pigmennya.
Penelitian mengenai struktur
komunitas hewan tidak bertulang belakang tanah menunjukan tidak teramatinya
jumlah atau penyebaran species pada kepekatan timah hitam hingga 399 ppm. Penekanan populasi artropoda sampah yang
disebabkan logam berat pada tanah disekitar pertambangan dan peleburan. Artropoda tanah memegang peranan utama dalam
mobilisasi kembali zat makanan dan sebagai sumber makanan bagi anggota lain
pada ekosistem tersebut. Timbal
anorganik diabsorbsi terutama melalui saluran pencernaan dan pernafasan, dan
merupakan sumber utama timbal di dalam
tubuh. Daya racun timbal di dalam tubuh diantaranya akan
menghambat enzim yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin. Proses ini sangat mirip dengan mekanisme
kimiawi dalam hambatan pembentukan klorofil pada tanaman.
Gambar 6.
Biosintesis Haemoglobin oleh Hewan
Banyak
mahluk hidup yang tercemar mampu untuk mentolelir kepekatan logam yang lebih
dari kebutuhan fisiologis yang sudah diketahui dan pada beberapa keadaan terjadi
tingkatan, maka enzim penghambat akan bekerja.
Mahluk hidup yang toleran terhadap logam mungkin mengandung logam dengan
kepekatan dua atau tiga kali lebih besar daripada normal.
Mekanisme
detoksifikasi dapat melibatkan penyimpanan logam pada tempat yang tidak aktif
di dalam mahluk hidup untuk sementara atau lebih permanen. Penyimpanan sementara umumnya logam terikat
pada protein, polisakarida dan asam-asam amino di dalam jaringan lunak atau
cairan tubuh. Logam timbal akan tersimpan dengan efektif pada
tulang, bulu, dan rambut (Connel et al
, 1995).
3.4.3.
Toksisitas Timbal pada Manusia
Pada manusia semua bentuk timbal mempunyai pengaruh
toksisitas yang sama. Pengaruh tersebut
jarang yang akut, lebih banyak ditemui pengaruh kronis yang umumnya dijumpai
pada pekerja di pertambangan, pabrik pemurnian logam, pabrik mobil, (proses
pengecatan, penyimpanan baterai, pencetakan, pelapisan logam dan pengecatan
sistim semprot). Produk cat saat ini sudah mengalami penurunan konsentrasi
timbal hingga batas maksimum (0.06%), tetapi walaupun begitu bangunan tua yang
masih ada sisa cat lamanya, kandungan timbalnya masih cukup tinggi. Beberapa peneliti juga melaporkan kasus
toksisitas timbal pada orang yang bekerja di industri keramik, karyawan pabrik
pembuat listrik di Jepang, para pekerja di jalan raya dan pedagang
kasongan/tanah liat (Darmono, 2001)
Pada manusia timbal tidak dibutuhkan dalam proses
fisiologis, timbal masuk dalam tubuh manusia melalui pernafasan, diserap dan
diedarkan melalui darah dan terakumulasi dalam hati, pancreas dan tulang. Bila timbale
terakumulasi dalam tubuh manusia dapat mempengaruhi dan merusak fungsi mental,
perilaku dan anemia pada tingkat keracunan yang lebih berat dapat menyebabkan
muntah-muntah serta kerusakan yang serius pada sistem saraf serta gangguan pada
sistem otak. Timbal dalam tubuh manusia
akan menyebabkan pengurangan sel-sel darah merah, penurunan sintesa hemoglobin
dan penghambatan sintesa heme yang
menimbulkan anemia, dalam pembentukan tulang timbal yang bersifat seperti
calsium dapat menggantikan calsium sehingga tidak terjadi pembentukan tulang
sehingga akan mengakibatkan kelumpuhan.
Menurut Tsalev dan Zaprianov (1985), tingkat
keracunan timbal dipengaruhi oleh; (a) Umur, janin yang masih berada dalam
kandungan, balita dan anak-anak lebih rentan di bandingkan orang dewasa; (b)
Jenis kelamin, wanita lebih rentan dibandingkan pria; (c) Penderita penyakit
keturunan atau orang-orang yang sedang sakit akan lebih rentan; (d) Musim,
musim panas akan meningkatkan daya racun timbale terutama terhadap anak-anak;
(e) peminum alcohol akan lebih rentan terhadap timbal. Orang-orang yang bekerja langsung dengan
bensin seperti petugas pompa bensin, pintu tol, polantas, supir taksi dapat
mengakumulasi Pb dalam darahnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak
berhubungan. Selain itu Pb dalam darah akan meningkat bila manusia
mengkonsumsi makanan kaleng atau susu bubuk dalam kaleng, karena pengalengan
menggunakan solderan yang mengandung Pb.
Pb yang masuk dalam tubuh 90% tertimbun dalam tulang dan sisanya dalam
jaringan lemak terutma hati dan ginjal.
Toksisitas
timbal yang terjadi pada anak belum sekolah (sekitar 3 tahun) yang hidup di
kawasan kumuh dan dibawah standar kehidupan layak, sehingga kurang nilai
kecukupan nutrisinya. Anak yang hidup
dalam lingkungan yang demikian cenderung mempunyai kebiasaan makan sembarangan,
makan dan minum bahan yang terkontaminasi timbal. Sumber toksisitas timbal pada anak sekitar 2
tahun adalah 45% dari makanan terkontaminasi, 45% dari debu, 8% dari barang
yang dijilati atau dimakan dan 1% dari barang yang dimakan. Pada table 2.6 dapat terlihat rekomendasi WHO
untuk kadar timbale yang terdapat di udara, makanan dan minuman (Darmono,
2001).
Tabel 6. Rekomendasi WHO untuk Kadar
Timbal pada Udara, Makanan dan Minuman (Vettorazzi, 1982 dalam Darmono, 2001)
Bahan
|
Limit Konsentrasi
|
Udara (μg/m3)
Makanan (mg/Kg)
Minuman (mg/L)
|
30-60
0.1-0.2
0.05
|
Bayi dan anak-anak biasanya lebih peka terhadap
toksisitas timbal daripada orang dewasa hal ini disebabkan karena; (a) mereka
mengkonsumsi makanan lebih banyak untuk setiap unit berat badannya; (b)
absorbsi timbalnya lebih intensif dalam saluran pencernaan; (c) organ seperti
otak, ginjal, dan hati relatif muda dan masih terus berkembang. Gejala keracunan akut timbal pada anak
dimulai dengan hilangnya nafsu makan, sakit perut dan muntah, tidak
berkeinginan untuk main, berjalan sempoyongan, sulit berkata-kata, ensepalopati
dan akhirnya koma. Pada 1-6 minggu
setelah mengkonsumsi belum terlihat gejala, setelah 6 minggu baru terlihat
gejala seperti diatas. Hasil penelitian
Molina et al (1983) mengungkapkan
bahwa keracunan kronis timbal terjadi pada keluarga pembuat tembikar (tanah
liat) di daerah Meksiko. Hasil
penelitian lain mengungkapkan bahwa kecerdasan anak berkorelasi dengan
konsentrasi timbal dalam darah untuk anak pra-sekolah. Tingkat kecerdasan (IQ) pada anak dengan
kadar timbal tinggi (>40μg/dl) dalam darah akan mempunyai tingkat lebih
rendah daripada anak dengan kadar timbal rendah (<40μg/dl) dalam darahnya
(Tabel 7). kadar timbal yang tinggi juga
akan berpengaruh pada ibu hamil dan menyusui, anak yang lahir dari ibu yang
mempunyai kadar timbal dalam darahnya tinggi akan melahirkan anak dengan berat
badan dibawah normal.
Tabel 7. Perbandingan Tingkat Kecerdasan
(IQ) anak dengan konsentrasi timbal
dalam darah (Molina et al, 1983)
Grup
|
Pb
darah limit
|
Anak
umur 2-3 tahun
Perempuan
– laki-laki
|
IQ
A B
C
|
I
II
|
63.39
26.27
|
16 17 33
19 11 30
|
64.81 68.64 65.79
75.13 79.67 74.47
|
DAFTAR PUSTAKA
Azwir Anhar, Ermi.S dan
Desnawati, (2000). Potensi Sayuran yang Ditanam dekat Jalan Raya dalam Menyerap
Timbal (Pb). Prosiding BKS-PTN Bidang
MIPA, UNRI 2000.
Burau,R.G.(1982). Lead In A.L. Page (Ed.)
Method of Soils Analysis. The University of Wiconsin, Madison.
C.S.Clark, V.Thuppil, R. Clark, S. Sinha, G.
Menezes, H.D.Souza, N.Nayak, A. Kuruvilla, T.Law, P.Dave and S.Shak. Lead in
Paint and Soil in Karnataka and Gujarat, India. Journal of Occupational and
Environmental Hygiene, 2:38-44, January 2005.
Danielle Oliver and Ravi Naidu, 2000. Uptake
of Copper (Cu), Lead (Pb), Cadmium (Cd), Arsenic (As) and
Dichlorodiphenylchloro-ethane (DDT) by Vegetabel Grown in Urband Environtments.
Proceeding of the Fifth National Workshop on the Assessment of Site
Contamination.
Darmono, 1995. Logam dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup.
Penerbit Universitas Indonesia. .(UI-Press)
Jakarta.
Darmono, 1995. Kandungan Logam Berat (Pb,Cd, Cu dan Zn) pada
Rumput Pakan Ternak yang Tumbuh di Sekitar Pabrik Semen di Kabupaten Bogor.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Veteriner untuk meningkatkan Kesehatan
Hewan dan Pengamanan Bahan Pangan Asal Ternak.
Balitvet. Bogor.
Darmono, 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Penerbit
Universitas Indonesia.(UI-Press) Jakarta.
Des W.Connel dan Gregory
J.Miller, 1995. Kimia dan Ekotoksikologi
Pencemaran. Penerbit Universitas Indonesia. .(UI-Press) Jakarta.
Fardiaz Srikandi, 1992. Polusi Air dan Udara.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Gulson Brian L., Karen J. Mizon,
Jeff D. Davis, Jacqueline M. Palmer, and Graham Vimpani,2004.
Identification of Sources of Lead in Children in a Primary Zinc–Lead Smelter Environment. Environmental Health Perspectives Vol 112- 1
Palar Heryando, 1994.
Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat.
Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Jusko Todd A., Charles R. Henderson, Jr.,Bruce P.
Lanphear, Deborah A. Cory-Slechta,Patrick J. Parsons, and Richard L. Canfield,
2007. Blood
Lead Concentrations Less than 10 Micrograms
per Deciliter and Child
Intelligence at 6 Years of Age Environmental
Health Perspective http://dx.doi.org/) Online 20
November 2007
Kusdiwirarti Setiono,
Johan S.Masjhur dan Anna Alisyahbana (Ed), 1998. Manusia, Kesehatan dan
Lingkungan. PT Alumni Bandung.
Lambert Timothy W. and Stephanie Lane, Lead,
Arsenic, and Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Soil and House Dustin the
Communities Surrounding the Sydney, Nova Scotia, Tar Ponds Environmental Health Perspectives Vol
112 No.1
Soedomo
Moestikahadi, 2001. Pencemaran Udara.
Penerbit ITB. Bandung.
Sutamihardja, 2006. Toksikologi Lingkungan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Nusa Bangsa
.
Tuherkih Enggis, Joko
Purnomo, Moersidi.S. dan J. Soeyitno, (1999).
Kadar Timbal pada Sayuran di Pinggir Jalan Seminar Nasional Biologi ke
XV. Bandar Lampung. 964-969
Tsalev D.L. dan Z.K. Zaprianov, 1985. Atomic Spectroscopy Occupution and
Environmental Health. CRC Press, Inc Florida
Umar Genius,
(2003). Analisis Kebijakan
Penanggulangan Kemacetan Lalu Lintas di KI Jakarta. Makalah Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian
Bogor.
Ward, N.I., D Reeves and R.R. Brooks, 1975.
Lead in Soil and Vegetation a long a New Zealand State Higway With Low Traffic
Volume. Journal Environment Pollution.
Great Britain
.
Wardhana Wisnu Arya, 2001. Dampak Pencemaran
Lingkungan. Penerbit Andi Yogyakarta.
Widiriani,R. 1996.
Kandungan Timbal pada Tanaman Teh dan Tanah di Perkebunan Gunung Mas
Bogor. Tesis Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar