Selasa, 05 Januari 2016

Perilaku Pb Pada Lingkungan dari Kendaraan Bermotor

Perilaku Pb Pada Lingkungan dari Kendaraan Bermotor
Vanda Julita Yahya-S3 PSL-UNRI-UI (2008)


1.     PENDAHULUAN

Pertumbuhan pembangunan dan perekonomian yang pesat pada suatu kota akan mencirikan bahwa kota tersebut akan mengalami perubahan kualitas lingkungan atau akan terjadi penurunan kualitas lingkungan.  Sektor transportasi merupakan salah satu  sektor indikatif yang sangat berperan dalam penurunan kualitas lingkungan. Perkembangan sektor ini akan secara langsung mencerminkan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang sedang berlangsung.  Namun demikian sektor ini dikenal pula sebagai salah satu sektor yang dapat memberikan dampak terhadap lingkungan dalam cakupan spasial dan temporal yang besar.  Penggunaan bahan bakar minyak secara intensif dalam sektor ini menjadi penyebab utama timbulnya dampak terhadap lingkungan udara, terutama didaerah-daerah perkotaan.  Proses pembakaran bahan bakar minyak akan mengeluarkan unsur dan senyawa-senyawa pencemar ke udara, seperti padatan total tersuspensi (debu), karbon monoksida, total hidrokarbon, oksida-oksida nitrogen, oksida-oksida sulfur, partikel timbal dan oksidan fotokimia (Soedomo, 2001).
Di Indonesia penggunaan bahan bakar minyak masih di dominasi oleh penggunaan bensin bertimbal/Pb.   Timbal dalam bensin merupakan senyawa Tetra Ethyl Lead (TEL) yang sengaja ditambahkan dalam bahan bakar dengan tujuan untuk menaikan angka oktan dalam bahan bakar.  Angka oktan secara sederhana dapat diartikan sebagai indeks waktu penyalaan bahan bakar bensin.  Makin tinggi angka oktan Mogas (Mobil Gasoline) akan semakin cepat menyala.  Kelambatan waktu penyalaan akan menimbulkan bunyi pada mesin mobil (knocking).  Sehingga penambahan senyawa  timbal yang merupakan bahan aditif dalam bensin akan berfungsi sebagai anti-knocking dimana penggunaannya sudah sejak tahun 1920-an (Widianto, 1994).
Timbal atau  Pb adalah neurotoksin, zat racun yang menyerang saraf dan bersifat akumulatif serta dapat merusak perkembangan otak pada anak-anak.  Hasil studi menunjukan bahwa dampak timbal berbahaya pada anak-anak karena akan menurunkan tingkat kecerdasan (IQ).  Selain itu timbal juga sebagai polutan udara yang mempunyai efek toksik yang luas pada manusia dan hewan karena mengganggu fungsi ginjal, saluran pencernaan, sistem saraf serta menurunkan fertilitas.
Penelitian yang dilakukan di kota Bandung, Semarang dan Surabaya terhadap contoh tanah di pinggiran jalan raya menunjukan bahwa pencemaran  timbal pada tanah berkisar 105-897 ppm (Prajanti et al , 2000).  Terakumulasinya unsur  timbal dalam tanah akan terakumulasi pula oleh tumbuhan.  Sumber pencemar  timbal dalam tanah dapat berasal dari asap kendaraan bermotor, penambangan dan industri serta cat tembok yang larut bersama air hujan (Burau, 1982).  Penelitian terhadap tanaman sayuran caisin, kangkung dan bayam yang ditanam di tepi jalan raya kota Bandung mengandung  timbal rata-rata 28,78 ppm, hal tersebut merupakan konsentrasi diatas ambang batas yang ditetapkan oleh Ditjen Pengawasan Obat dan Makanan, Depkes RI, yaitu sebesar 2 ppm.  Hasil penelitian terhadap kandungan  timbal yang terdapat pada ASI (air susu ibu) pada ibu-ibu yang tinggal dipinggiran kota mengandung timbal 10-30mg/kg, sedangkan untuk ibu-ibu yang tinggal dipedesaan mengandung timbal 1-2mg/kg (Anonim, 2003).  Penelitian yang dilakukan Haryanto pada tahun 2003 menunjukan bahwa sekitar 30-46% pengemudi dan polisi serta 50% pedagang kaki lima di kota Bandung memiliki kadar timbal dalam darahnya diatas ambang normal yaitu lebih besar dari 40mg/dl darah dalam Anonimous, 2003.  Logam berat yang terdapat pada tanah dapat melakukan pertukaran ion dan adsorbsi.  Logam dalam tanah, berperan sebagai satuan ion bermuatan dan membentuk bahan organik dengan logam yang tidak larut.  Pencemaran yang berasal dari udara kandungan  timbal berada pada permukaan dan  tersimpannya pada kedalaman tanah tergantung dari jenis tanah, bila tanah kaya akan bahan organik maka konsentrasi  timbal akan tinggi pada bagian dalam daripada permukaan (Burau, 1982), dan menurut Ward et al  (1975), konsentrasi  timbal pada kedalaman 5 cm bersifat lebih stabil.  Kandungan dalam tanah yang bersifat stabil akan terakumulasi pada cacing tanah karena cacing tanah mengkonsumsi tanah.  Pentingnya penelitian ini untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan cemaran  timbal (Pb) agar tidak melebih ambang  batas maksimum   timbal  dalam tubuh sesuai anjuran WHO.
2.    PENCEMARAN

Pencemaran atau polusi adalah suatu kondisi yang telah berubah dari bentuk asal pada keadaan yang lebih buruk.  Pergeseran bentuk tatanan dan kondisi  asal pada kondisi yang buruk ini dapat terjadi sebagai akibat dari masukan dari bahan-bahan pencemar atau polutan.  Bahan polutan tersebut pada umumnya mempunyai sifat racun  (toksik) yang berbahaya bagi organisme hidup.  Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya pencemaran.(Palar, 1994).
Berdasarkan Keputusan Mentri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1988 yang dimaksud dengan pencemaran adalah masuk atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam air/udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara/air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. 
Dengan semakin meningkatnya perkembangan sektor industri dan transportasi, baik industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri kimia, industri logam dasar, industri jasa dan jenis aktivitas manusia lainnya, maka semakin meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan, udara dan tanah akibat kegiatan tersebut.  Pencemaran terjadi pada saat senyawa-senyawa yang dihasilkan dari kegiatan manusia di tambahkan ke lingkungan, yang akan menyebabkan perubahan  buruk terhadap kekhasan fisik, kimia, biologis dan estetis yang akan menimbulkan rangkaian  kejadian yang dapat terlihat pada Gambar 1. 
Dalam beberapa kasus, pencemaran merupakan suatu fenomena yang jelas.  Pada kasus lain pencemaran merupakan kejadian yang sukar dilihat oleh mata.  Salah satu contoh adalah keluarnya gas hidrogen sulfida dari sumber pengilangan minyak dekat Denver, kasus Chernobil di Rusia dan di Bhopal, India dimana dari kasus-kasus tersebut menyebabkan kematian pada manusia.   Terjadinya kasus diatas karena adanya zat pencemar yang mempunyai pengaruh dalam menurunkan nilai lingkungan.  Sehingga pencemaran sering diartikan sebagai peristiwa penambahan bermacam-macam bahan sebagai hasil aktivitas manusia ke dalam lingkungan yang biasanya memberikan pengaruh berbahaya terhadap lingkungan tsb.   Kepekatan bersih suatu zat kimia dapat dirumuskan dalam bentuk proses kinetika dan laju keseimbangan proses utama yang bekerja pada zat tersebut pada suatu tempat tertentu.  Cara kerja ini berdasarkan pada sebuah acuan bahwa semua jalur utama pergerakan  dan perpindahan suatu bentuk zat kimia, dan hasil perubahan bentuknya, termasuk kepekatan sebagai fungsi waktu dan tempat. 
Laju kinetika dan keseimbangan secara luas digunakan sebagai ukuran kuantitatif untuk menilai sumbangan berbagai proses individual.  Cara kerja tersebut membutuhkan dua anggapan dasar: (1) kepekatan zat kimia dan laju pengurangannya pada setiap tempat dan waktu ditentukan oleh gabungan laju tidak bergantung pada proses penyebaran. (2) untuk setiap proses, hubungan kuantitatif terjadi antara sifat-sifat lingkungan dan kimiawi. Perilaku dan pengaruh pencemar lingkungan dihubungkan dengan dinamikanya di dalam keempat kompartmen atau fase-fase utama yang menyusun ekosfer bumi, yaitu udara, air, tanah dan biota.  Sehingga awal dari pencemaran yang terjadi karena masuknya suatu zat kimia kedalam lingkungan sehingga akan mengganggu keseimbangan lingkungan.  Lingkungan yang tidak seimbang  disebabkan adanya suatu proses pengangkutan dan perubahan bentuk pencemar di dalam lingkungan. Dimana hal tersebut erat kaitannya dengan sifat-sifat kimia-fisika pencemar, proses pengangkutan di dalam lingkungan dan proses perubahan bentuk pencemar. 
Sumber                                                                       Pencemar
                                                                        (sifat-sifat fisika-kimia)

                                                            Jalur-jalur dan fluks biogeokimia
 


Transpor
dan transformasi
                                                Udara                          Air        Tanah\sedimen
 



                                                                            Pemancaran
 


Tingkat lingkungan                 
                                                                           Mahluk hidup
 



                                                (sifat-sifat                                            (sifat-sifat
                                                fisika polutan                           biokimia polutan)


Tanggapan
mahluk hidup 
                                   
Toksisitas atau kondisi                                   Biotransformasi
                                    sublethal dan lethal                             Bioakumulasi
                                                                                                Perpindahan rantai
                                                                                                makanan
 


            Kekhasan & dinamika
                                           populasi yang telah berubah
            (perkembangbiakan, imigrasi, penerimaan yg baru, mortalitas)

            Gambar 1. Digramatik Pencemaran pada Komponen

Masuknya suatu zat kimia kedalam lingkungan akan menyebabkan perpindahan secara antar komponen untuk membentuk keseimbangan yang bergantung pada sifat fisika-kimia zat tersebut.  Di dalam suatu kompartmen, yaitu udara, air, tanah dan biota (Gambar 3.) (Connell, et al , 1995)
Seperti terlihat pada Gambar 2. bahwa proses-proses lingkungan akan mempengaruhi nasib zat-zat kimia di lingkungan atmosfer, daratan maupun perairan.  Kepekatan bersih suatu zat kimia dapat dirumuskan dalam bentuk proses kinetika dan laju keseimbangan proses utama yang bekerja pada zat tersebut pada suatu tempat tertentu.  Pada Tabel 1. akan diperlihatkan kompartmen lingkungan dan prosesnya.  Zat kimia yang berada dalam lingkungan selain dipengaruhi oleh proses lingkungan juga akan dipengaruhi oleh sifat dari lingkungan itu sendiri (Tabel 2.).  Pada proses pencemaran di udara   tekanan uap merupakan parameter yang berguna untuk menduga sejauh mana zat-zat kimia akan diangkut kedalam atmosfer melalui proses penguapan.  Dan masuknya zat kimia kedalam lingkungan akan menyebabkan perpindahan secara antar komponen untuk membentuk keseimbangan yang bergantung pada sifat fisika-kimia zat tersebut.
Gambar 2.  Proses Pengangkutan dan Perubahan Bentuk untuk Pencemar

2.1.  Pencemaran Udara
Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan.  Udara yang dulunya segar, kini kering dan kotor.  Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan pencemaran udara, yaitu masuknya zat pencemar (berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol) kedalam udara.  Masuknya zat pencemar kedalam udara dapat secara alamiah, misalnya asap kebakaran hutan, akibat gunung berapi, debu meteorit dan pancaran garam dari laut; juga sebagian besar diakibatkan oleh kegiatan manusia, misalnya akibat aktivitas transportasi, industri, pembuangan sampah, baik akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran maupun kegiatan manusia.
Tabel 1.   Kompartment Lingkungan dan Prosesnya
Kompartmen                         Perpindahan                        Perubahan Bentuk
Udara             Perpindahan meteorologis                        Fotolisis
                        Difusi dan dispersi                          Oksidasi
                        Presipitasi/Jatuhan

Air                   Penyerapan                                      Fotolisis
                        Penguapan                                       Hidrolisis
                        Pengambilan Biologis                    Oksidasi
                                                                                    Metabolisme/Biodegradasi

Tanah                        Penyerapan dan sedimen             Hidrolisis
                        Aliran                                                 Oksidasi
                        Penguapan                                       Fotolisis
                        Pencucian                                        Reduksi
Pengambilan Biologis                                Metabolisme/Biodegradasi



Sumber : Connell et al , 1995.


Pembangunan fisik kota dan berdirinya pusat-pusat industri disertai dengan melonjaknya produksi kendaraan bermotor, mengakibatkan peningkatan kepadatan lalu lintas dan hasil produksi sampingan yang merupakan salah satu sumber pencemaran udara (Soedomo, 2001).
Menurut Wardhana, 2001 pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya.  Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada diudara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan binatang.  Bila keadaan seperti tersebut terjadi maka udara dikatakan telah tercemar.




Tabel  2Kompartment Lingkungan dan Sifatnya
Proses                                                Sifat-sifat
Perpindahan Fisik

Perpindahan Meteorologis            Kecepatan angin
Pengambilan Biologis        Biomassa
Penyerapan                          Kandungan organik tanah atau sedimen, kandungan masa sistem perairan
Volatilisasi                             Gerakan perputaran, laju penguapan, koefisien aerasi, kandungan organik tanah
Aliran                                     Laju presipitasi
Pencucian                            Koefisien penyerapan (adsorbsi)
Jatuhan                                 Kepekatan partikulat, kecepatan angin

Kimiawi

Fotolisis                                 Penyinaran matahari, transmisivitas air atau udara
Oksidasi                                 Kepekatan oksidan dan penghambat
Hidrolisis                               pH, kebasaan atau keasaman tanah atau sedimen
Reduksi                                 kepekatan oksigen, kepekatan ion besi dan keadaan pengomplekan

Biologis

Biotransformasi                    Populasi mikroorganisme dan tingkat aklimasi

Sumber : Connell et al , 1995.

Berdasarkan asal dan kelanjutan perkembangannya di udara, pencemar udara dapat dibedakan menjadi pencemar udara primer dan pencemar udara secunder.  Pencemar udara primer yaitu semua pencemar di udara yang ada dalam bentuk yang tidak berubah, sama seperti saat dibebaskan dari sumbernya sebagai hasil dari suatu proses tertentu.  Pencemar uadara primer yang mencakup 90% dari jumlah pencemar udara seluruhnya, umumnya berasal dari sumber-sumber yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti dari industri (cerobong asap industri) dimana dalam industri tersebut terdapat proses pembakaran yang menggunakan bahan bakar minyak/batu bara, proses peleburan/ pemurnian logam; dan juga dihasilkan dari sektor transportasi (mobil, bis, sepeda motor dll).  Dari seluruh pencemar primer tersebut, sumber pencemar yang utama berasal dari sektor transportasi, yang memberikan andil sebesar 60% dari pencemaran udara total.  Pencemar udara secunder adalah semua pencemar diudara yang telah berubah karena reaksi tertentu antara dua atau lebih kontaminan/polutan.  Umumnya polutan secunder tersebut merupakan hasil antara polutan primer dengan polutan lain yang ada di udara.  Reaksi-reaksi yang menimbulkan polutan secunder diantaranya adalah proses fotokimia dan reaksi oksida katalis.  Pencemar udara secunder yang terjadi melalui fotokimia, misalnya oleh pembentukan ozon, yang terjadi antara molekul hidrokarbon yang ada di udara dengan NOx melalui pengaruh sinar ultra violet dari matahari.  Sebaliknya pencemar secunder yang terjadi melalui reaksi-reaksi oksida katalis diwakili oleh polutan-polutan berbentuk oksida gas yang terjadi diudara karena adanya partikel-partikel logam di udara yang berfungsi sebagai katalisator (Kristanto, 2002).
Pencemaran logam  timbal tertinggi berasal dari industri yang berawal karena terjadinya revolusi industri pada abad 18 dan pada abad 19 pasokan  timbal diudara disebabkan karena penambahan logam  timbal pada bahan bakar kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai anti ketukan (antiknock).  Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan  timbal diudara lebih tinggi pada   daerah padat penduduk yang banyak menggunakan kendaraan bermotor daripada daerah perindustrian.  Sehingga lingkungan padat penduduk berbanding lurus dengan tingkat kepekatan kandungan  timbal di udara. 
Konsentrasi  timbal pada permukaan es di North Pole tiga hingga lima  kali lebih tinggi dibandingkan pada awal mula adanya teknologi industri.  Industri dunia yang  menghasilkan  timbal  pada tahun 1987 sebesar 2,110,000 metrictons; Rusia  506.000 metrictons (Kristanto, 2002)

2.2.  Pencemaran dari Kendaraan Bermotor
            Kendaraan bermotor sebagai produk teknologi dalam operasinya memerlukan bahan bakar minyak bumi (BBM).  Bahan bakar mobil (kendaraan bermotor) yang secara umum disebut bensin adalah senyawa hidrokarbon yang kandungan oktana atau isooktanannya tinggi.  Senyawa oktana adalah senyawa hidrokarbon yang digunakan sebagai patokan untuk menentukan kualitas bahan bakar (bensin) yang dikenal dengan angka oktanaPada kompresi tinggi isooktana memberikan bunyi ketukan pada mesin mobil (knocking atau ping).  Untuk mengurangi ketukan atau menaikan angka oktana, bahan bakar dapat juga diberikan bahan tambahan (aditif).  Bahan aditif tersebut sering disebut sebagai senyawa anti ketukan (anti knoucking coumpound).  Senyawa anti ketukan disebut TEL (Tetra Ethyl Lead) atau (CH3CH2)4 Pb.  Bahan aditif baru adalah ethyl fluid, merupakan campuran dari 65% TEL, 25% 1,2 dibromo etana (BrCH2CH2Br) dan 10% 1,2 dichloroetana (ClCH2CH2Cl).  Hydrogen yang terhalogen ini (setelah diberi ethyl fluid) menyebabkan  timbal (Pb) akan diubah menjadi  timbal dibromida yang relatif mudah menguap sehingga mudah keluar dari silinder mesin mobil melalui knalpot (Wardhana, 2001).  Mekanisme penguraian senyawa TEL dalam bahan bakar mobil adalah :
 (C2H5)4 Pb                            (C2H5)3 Pb  +  C2H5  
(C2H5)3 Pb +  (C2H5)4 Pb     (C2H5)6 Pb  +  C2H5
(C2H5)6 Pb                             (C2H5) Pb  +  (C2H5)2 Pb
            (C2H5)2 Pb                             Pb  +  C4H10  
Kandungan senyawa  timbal yang dihasilkan pada pembakaran TEL berbeda tergantung pada jenis mesin, umur mesin dan kecepatan kerja mesin.  Jenis dan komponen-komponen  timbal yang diproduksi dari asap mobil dapat dilihat pada Tabel 3. dimana kolom pertama menunjukan komposisi asap mobil segera setelah distater, sedangkan kolom kedua menunjukan komposisi asap mobil 18 jam setelah distater.  Data asap mobil setelah 18 jam menunjukan bahwa komposisi  timbal mungkin mengalami reaksi ketika di lepaskan di udara.  Cara menangkap asap mobil dalam percobaan ini dilakukan dengan menampung asap di dalam kantung berwarna hitam yang diisi udara bersih kering, kemudian udara tersebut dianalisis 18 jam kemudian.  Dari data tersebut terlihat bahwa komponen  timbal yang terdapat dalam jumlah tinggi di dalam asap mobil terutama adalah  timbal oksikarbonat (PbCO32PbO),  timbal okside ( PbOx) dan  timbal karbonat ( PbCO3) (Fardiaz, 1992).
Menurut Conell et al , 1995,   timbal yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor dengan bahan bakar  mengandung  timbal yaitu dalam bentuk  timbal chlorobromide.  Setelah pembuangan keatmosfer terjadi pertukaran yang cepat dari bromida ke chlorida, khususnya di daerah pantai.  Gambar 3. menggambarkan pola penyebaran  timbal sesudah lepas dari kendaraan bermotor.  Gambar 4. menunjukan  kemacetan di perkotaan yang akan berdampak terhadap terakumulasinya logam  timbal di udara.
Penelitian yang dilakukan oleh Van Hook  et al  pada tahun 1977 serta Siccama dan Smith pada tahun 1978 menemukan bahwa penampungan air di hutan mengandung kadar timbal yang tinggi. Timbal tertinggal dan terikat kuat dalam humus, yang dalam banyak keadaan secara cepat akan meningkatkan kandungan  timbal.  Di daerah perkotaan kelebihan  timbal sebesar 90% yang berasal dari kendaraan bermotor tertinggal di tanah dan aliran sungai (Bogges dan Wixson, 1977 dalam Conell et al , 1995).  Menurut Hughes et al, 1980 dalam Conell et al , 1995,  timbal secara kuat tertinggal dalam bahan organik tanah serta mempunyai laju daur ulang beberapa ribu tahun.
Polutan udara primer adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan langsung ke udara yang menyebabkan konsentrasi meningkat dan membahayakan.  Hal ini dapat berupa komponen udara alamiah seperti carbondioksida yang meningkat diatas konsentrasi normalnya atau sesuatu yang tidak biasanya terdapat di udara seperti senyawa timbal (Pb).






            Tabel 3.  Komponen  Timbal di dalam Asap Mobil
Komponen  timbal
Persen total  timbal dalam asap
      Segera                18 jam  
 setelah stater     setelah  stater
  
      PbBrCl
      PbBrCl.2 PbO
      PbCl2
      Pb (OH)Cl
      PbBr2
      PbCl22 PbO
      Pb (OH)Br
      PbOx
      PbCO3
      PbBr22 PbO
      PbCO32 Pb


32.0                     12.0
31.4                                   1.6
10.7                                   8.3
7.7                                    7.2
5.5                                     0.5
5.2                                     5.6
2.2                                    12.0
2.2                                      0.1
1.2                                    13.8
1.1                                      0.1
1.0                        29.6



Gambar 3. Jalur Potensial penyebaran dan pemindahan dalam   ekosistem pinggir jalan.

Gambar 4. Kemacetan di perkotaan yang akan berdampak terhadap terakumulasinya logam  timbal di udara.

Menurut Umar (2003), faktor yang mempengaruhi besarnya polutan yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor antara lain;
a.    Kendaraan bermotor itu sendiri,
b.    Kemacetan lalu lintas sehingga pada daerah tertentu terjadi akumulasi polutan yang tinggi,
c.    Pengemudi yang tidak mengemudikan kendaraan dengan benar dan baik serta perawatan dari mesin kendaraan itu sendiri,
d.    Kondisi lingkungan geografis yang relatif tertutup, sehingga menyulitkan pergerakan bebas udara yang tercemar.  Seperti halnya di DKI Jakarta karena lingkungan penuh dengan bangunan gedung-gedung bertingkat yang menyulitkan sirkulasi udara.
Menurut Soedomo (2001), pola penyebaran dan difusi pencemar udara  timbal dari kendaraan bermotor pada suatu daerah juga sangat ditentukan oleh data meteorologi yaitu;
a.    Pola arah dan kecepatan angin dalam bentuk bunga angin,
b.    Radiasi sinar matahari dan lama waktu penyinarannya,
c.    Kelembapan udara dalam persentase humiditas,
d.    Curah hujan dan jumlah hari hujan,
e.    Profil temperatur vertical yang bekerja,
f.     Penutupan awan.
3.    TIMBAL   ( Pb)

3.1.  Sifat Kimia dan fisika
Menurut Vogel, (1990),  timbal adalah logam berwarna abu-abu kebiruan, dengan kerapatan yang tinggi (11,48 gml-1 pada suhu kamar), mudah larut dalam asam nitrat (8M) dan terbentuk nitrogen oksida;

3 Pb  +  8HNO3                                 3 Pb2+  +  6NO3-  +  2NO  +  4H2O
gas nitrogen (II)  oksida yang tidak berwarna itu bila bercampur dengan udara akan teroksidasi menjadi nitrogen oksida berwarna merah;

2NO (tak berwarna)  +  O2                   2NO2 (merah)

Dengan asam nitrat pekat, terbentuk lapisan pelindung berupa  timbal nitrat pada permukaan logam, yang mencegah pelarutan lebih lanjut.  Asam klorida encer atau asam sulfat encer mempunyai pengaruh kecil karena terbentuknya  timbal chlorida atau  timbal sulfat yang tidak larut pada permukaan logam itu.
Menurut Fardiaz (1992) sifat  timbal adalah;
a.        Mempunyai titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam bentuk cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal’
b.        Merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai bentuk ,
c.        Sifat kimia  timbal menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai logam pelindung bila kontak dengan udara lembab.  Dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang terbentuk mempunyai sifat yang berbeda dengan  timbal murni; dan mempunyai densitas  timbal lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali emas dan merkuri.


Sifat kimia menurut tabel periodic (2003),  timbal mempunyai nomor atom 82 dengan berat massa (BM) 207.2 amu, titik cair (melting point) 327.5oC(600.65oK, 621.5oF), titik cair (boiling point) 1740.0oC (2013.15oK, 3164.0oF), struktur kristal, kubik, densitas 11.34g/cm3 dan warna bluish.

3.2.        Bentuk-bentuk  Persenyawaan Timbal (Palar, 2004)
·            Timbal bersenyawa dengan bismut (Pb-Bi), suatu persenyawaan yang digunakan dalam industri baterai yaitu sebagai grid dalam bentuk alloy.
·            Timbal oksida (PbO4) digunakan dalam industri baterai sebagai bahan yang aktif dalam pengaliran arus elektron.
·            Persenyawaan 1% Pb dengan stibium (Sb), 0.15% dengan As, 0.1% dengan Sn, dan 0.1% dengan Bi banyak digunakan untuk kabel telepon
·            Persenyawaan dengan atom nitrogen untuk membentuk senyawa azida mempunyai kemampuan ledakan dengan pancaran energi yang besar, maka persenyawaan ini banyak digunakan untuk detonator (bahan peledak).
·            Persenyawaan dengan Cr (Cromium), Mo (Molibdum) dan Cl (chlor) digunakan untuk pewarnaan pada cat.  Senyawa PbCrO4 untuk mendapatkan warna kuning chrom, Pb(OH)2.2PbCO3 untuk warna timah putih dan Pb3O4 untuk warna timah merah.
·            Persenyawaan dengan silikat (Pb-silikat) yang dibentuk dari intermediate Pb-asetat (CH3-COO-Pb-OOCH3), digunakan sebagai bahan pengkilap keramik dan bersifat tahan api.
·            Persenyawaan dengan arsenat digunakan untuk insektisida.
·            Persenyawaan dengan barium-ferrit akan meningkatkan sifat magnetic dari keramik.
·            Persenyawaan dengan tellurium (Te) digunakan sebagai komponen aktif pada pembangkit listrik tenaga panas.
·            Persenyawaan dengan CH dalam bentuk (CH3) 4 Pb (tetrametil-Pb) dan (C2H5) 4 Pb (tetraetil-Pb) sebagai additive yang ditambahkan pada kendaraan bermotor.
 










3.3.         Penyebaran  Timbal
Pencemaran yang diakibatkan oleh logam  timbal terkait dengan kondisi udara, air dan tanah yang ada disekitarnya dan akan terus bertambah secara kuantitaif bila terjadi penambahan.  Penambahan    timbal di lingkungan karena emisi kendaraan bermotor, tergantung dari kondisi geografis, cuaca/iklim dan ukuran partikel debu.   Timbal dari udara berada pada permukaan tumbuhan/daun maupun buah, air,  dan tanah.  Pada manusia dan binatang  timbal dari lingkungan akan menempel pada permukaan kulit serta akan memasuki organ pernafasan. 
Penyebaran  timbal di bumi sangat sedikit.  Jumlah  timbal yang terdapat diseluruh lapisan bumi hanyalah 0.0002% dari jumlah seluruh kerak bumi.  Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kandungan logam berat lainnya yang ada di bumi.  Logam  timbal tidak pernah ditemukan dalam bentuk logam murni, selalu dalam bentuk persenyawaan yaitu  PbS (galena),  PbSO4 (anglesit) dan  Pb3O4  (Fardiaz, 1992).

3.3.1.  Penyebaran  Timbal di Udara
Jumlah  timbal diudara mengalami peningkatan yang sangat drastis sejak dimulainya revolusi industri di Benua Eropa.  Emisi  timbal ke dalam lapisan atmosfer bumi dapat berbentuk gas dan partikulat.  Emisi  timbal yang masuk dalam bentuk gas, terutama sekali berasal dari buangan gas kendaraan bermotor yang merupakan hasil samping dari pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin kendaraan.  Timbal hasil sampingan ini berasal dari senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb yang selalu ditambahkan dalam bahan bakar kendaraan bermotor yang berfungsi sebagai anti-ketuk pada mesin-mesin kendaraan.  Selain itu kendaraan bermotor diberikan pula scavenger, yaitu etilendibromida (C2H4Br2) dan etilen diklorida. Senyawa ini dapat meningkatkan residu timbal yang dihasilkan setelah pembakaran, sehingga dalam gas buangan terdapat senyawa timbal dengan halogen (Palar, 2004).
Dalam bentuk partikulat biasanya berasal dari asap yang berasal dari cerobong pabrik.    Hal ini berlangsung terus menerus sepanjang hari, sehingga kandungan  timbal di udara naik secara drastis dibuktikan dengan suatu hasil penelitian terhadap kandungan  timbal yang terdapat pada lapisan es di Greenland pada tahun 1969.  Arus angin ternyata telah menerbangkan debu-debu dan partikulat-partikulat yang mengandung logam  timbal ke daerah kutub (Palar, 2004).
Menurut hasil penelitian Jakarta Urban development Project (Patria, 2001), di tahun 2000 kandungan timbal udara pada daerah Jakarta telah mencapai 1,7-3,5 m/m3 hal tersebut menunjukan tingkat kepadatan serta kecepatan lalu lintas yang sangat tinggi. 

3.3.2.  Penyebaran  Timbal di Tanah dan Tanaman

Beberapa cara masuknya polutan ke dalam tanah;
a.    Secara langsung yaitu; penggunaan pupuk secara berlebihan, pemberian pestisida atau inteksida dan pembuangan limbah yang tidak dapat dicernakan.  Contohnya ; plastic.
b.    Melalui air; air yang mengandung bahan pencemar (polutan) akan mengubah susunan kimia tanah sehingga mengganggu jasad yang hidup didalam atau dipergunakan tanah.
c.    Melalui tanah; udara yang tercemar akan menurunkan hujan, yang mengandung bahan pencemar, akibatnya tanah akan tercemar, karena polutan udara biasanya tersebar diatas tanah, maka dapat dimengerti bahwa banyak bahan-bahan toksik di udara akan jatuh kepermukaan bumi dan akan masuk ke tanah.  Disini polutan-polutan akan mengalami transformasi kimiawi oleh organism yang hidup di dalam tanah.  Ammonia dapat diubah oleh mikroorganisme dalam tanah menjadi nitrat seperti juga maonia merupakan suatu unsure hara tanaman.  Zat ini dapat pula diubah oleh mikroorganisme menjadi nitrit yang lebih toksik daripada dua bentuk sebelumnya.
Zat-zat polutan di dalam tanah mengalami atau tidak perubahan kimiawi, mereka mengalami;
·         Zat-zat itu akan diambil dan diserap oleh tanaman
·         Polutan yang ada dalam tanah dibawa oleh air hujan dan masuk kedalam badan air.
·         Polutan yang ada di dalam tanah cukup mudah menguap dan masuk dalam atmosfer. 
Beberapa polutan tanah terutama logam-logam toksik tertentu akan tetap berada di dalam tanah selamanya karena zat-zat tersebut zat yang mudah menguap dan tidak dimanfaatkan oleh tanaman.  Sifat yang mengatur masuknya partikel ke dalam tanaman dan permukaan tanah berdasarkan; (a) ukuran partikel, (b) morfologi permukaan deposisi, (c) umur aerosol dan (d) kecepatan angin. 
Masuknya logam  timbal kedalam tanaman melalui permukaan daun diatas tanah dan sistem perakaran.  Proses melarutnya bahan metalik pada permukaan daun menyebabkan bahan ini dapat masuk ke dalam tanaman sedangkan yang masuknya melalui sistem perakaran pertama-tama harus melalui tanah.  Interaksi antara logam dan tanah merupakan proses yang sangat rumit yang bergantung pada kandungan organik tanah sebagaimana bahan penting lainnya seperti tanah liat dan oksida logam hidrat.  Tanah liat mampu mengikat kation-kation logam berat sehingga konsentrasi logam berat dalam limbah setelah melalui kolom tanah menjadi berkurang.  Keadaan ini ditunjukan oleh penurunan daya hantar listrik limbah setelah dilakukan ke kolom tanah, dibandingkan dengan sebelum melalui kolom tanah tersebut (saeni, 1980). Logam berat sesudah masuk dalam tanah dapat disebarkan melalui proses yang rumit kebagian lain dari tanaman tersebut.  Logam berat yang terkelat dalam tanah keberadaannya sangat dipengaruhi oleh aktifitas tanaman tingkat tinggi serta mikroorganisme.  Keduanya merupakan sumber ligan yang larut dalam air untuk membentuk senyawa kompleks.  Logam yang diikat komplek organic bersifat tidak larut, tidak dapat dicuci dan relative tidak tersedia bagi tanaman (Stevenson, 1982).  Logam tersebut dapat juga menjadi tidak bergerak oleh penyerapan kepermukaan atau detoksifikasi oleh pengkelatan dengan senyawa yang ada dalam tanaman.  Emisi timbal dalam bentuk PbBrCl sesudah terdeposisi dalam tanah akan terikat dalam komplek bahan organic ataupun berubah menjadi PbSO4 atau PbCO3Namun secara umum akumulasi logam terjadi dipermukaan daun, batang dan akar (Conell, et al , 1995). Timbal merupakan unsur yang tidak essensial bagi tanaman, kandungannya berkisar antara 0.1-10 ppm.  Pada sebaran timbal pada tanaman secara normal antara 0.5-3.0 ppm.  Secara tidak langsung tingginya kadar timbal tidak terlalu berpengaruh terhadapa tanaman tersebut namun bila dikonsumsi manusia akan menimbulkan keracunan (Alloway, 1995).  Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar timbal dalam tanaman adalah; jangka waktu tanaman kontak dengan timbal, kadar timbal dalam tanah, morfologi dan fisiologi serta umur tanaman dan jalur masuk timbal dalam tanaman melalui akar dan daun.  Timbal setelah masuk ke sistem tanaman akan diikat oleh membran-membran sel, mitokondria dan kloroplas.  Bahkan pencemaran dapat mengakibatkan kerusakan fisik juga non fisik, yaitu penurunan kemampuan tanaman dalam menyerap air, pertumbuhan yang lambat atau pembukaan stomata yang tidak sempurna.
Masuknya partikel timbal dalam jaringan daun bukan karena timbal diperlukan tanaman, tetapi hanya sebagai akibat ukuran stomata daun yang cukup besar dan ukuran partikel timbal yang relatif kecil dibandingkan ukuran stomata.  Timbal masuk ke dalam tanaman melalui proses penyerapan pasif (Widiriani, 1996).  Hasil penelitian Smith (1981) dalam  Widiriani, 1996 menunjukan bahwa panjang stomata daun 10 μm dan lebar 27 μm sedangkan ukuran timbal berkisar antara 2 μm.  Penyerapan melalui daun terjadi karena partikel di udara jatuh dan mengendap pada permukaan daun.   Permukaan daun yang lebih kasar, berbulu, dan lebar akan lebih mudah menangkap partikel timbal dibandingkan permukaan daun yang halus, tidak berbulu dan sempit.  Tingkat akumulasi timbal pada vegetasi dan tanah akan meningkat seiring dengan meningkatnya kepadatan arus lalu lintas (Widiriani, 1996).
Penelitian yang dilakukan Tuherkih, et al  (1999) mengungkapkan bahwa kandungan logam berat sayuran pada daerah Cianjur lebih tinggi daripada daerah Sukabumi.  Hal ini diduga ada hubungannya dengan arus lalu lintas jalan raya antara Puncak-Cianjur lebih padat dibandingkan daerah Sukabumi sehingga akumulasi logam berat dari asap kendaraan bermotor lebih tinggi.  Menurut Rahayu (1995) sekitar 50% senyawa  timbal yang dilepaskan melalui kendaraan bermotor akan mencapai radius 100 meter dari jalan raya, sisanya tersebar secara luas dalam biosfer.   timbal yang terkandung dalam bahan bakar bensin 70% akan diemisikan bersama-sama gas buangan yang dikeluarkan kendaraan bermotor.  Partikel-partikel  timbal tersebut akan berada di udara dalam waktu beberapa minggu (Sarditoko, 2002).  Di Manchester diketahui terdapat 1000 ppm pada debu jalanan.  Dari hasil pengamatan di California, vegetasi di tepi jalan memiliki kandungan 50 ppm  timbal, tapi setelah 150 meter dari jalan raya kandungan  timbal menjadi normal kembali (2 atau 3 ppm).  Unsur  timbal yang organik seperti tetraethyl  timbal dan diethyl  timbal serta segala derivat dari  timbal sangat mobil didalam tanah dan dapat terserap tumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan  Pb2+ (Rahayu, 1995).  Penelitian yang dilakukan di kota Port Pirie, Australia terhadap kandungan  timbal pada sayuran yang ditanam di halaman rumah menunjukan bahwa kandungan  timbal tertinggi terdapat pada sayuran beet (silver beet) sebesar 1.83 ppm, wortel sebesar 1.31 ppm dan tomat 0.056 ppm.  Tingginya kandungan  timbal pada wortel dan beet disebabkan karena kandungan tanah dalam tanah dan pH tanah yang mengakibatkan tingginya akumulasi  timbal yang berasal dari pabrik maupun kendaraan bermotor (Naidu et al , 2003).
3.3.3.  Penyebaran  Timbal di Biota
Proses pengangkutan logam di lingkungan oleh mikrobia terdapat tiga proses; (1) degradasai bahan-bahan organik menjadi senyawa yang bobot molekulnya lebih rendah, yang lebih mampu untuk membentuk senyawa dengan ion-ion logam; (2) perubahan sifat lingkungan dan bentuk kimiawi logam oleh kegiatan metabolik, sebagai contoh potensial oksidasi-reduksi dan keadaan pH; (3) perubahan senyawa an-organik menjadi bentuk organologam dengan cara proses oksidatif dan reduktif.  Mekanisme yang ketiga ini melibatkan metilasi sejumlah unsur oleh bakteri, sebagai contoh, Hg, As,  Pb, Se dan Sn dimana metilkobalamin muncul sebagai zat pembentuk metil secara biologis yang utama(Conell, et al , 1995).
Banyak mahluk hidup yang tercemar mampu untuk mentolelir kepekatan logam yang lebih dari kebutuhan fisiologis yang sudah diketahui, dan pada beberapa keadaan terjadi tingkatan.  Maka enzim penghambat akan bekerja.  Mahluk hidup yang toleran terhadap logam mungkin mengandung logam dua atau tiga kali lebih besar daripada normal.  Mekanisme detoksifikasi dapat melibatkan penyimpanan logam pada tempat yang tidak aktif di dalam mahluk hidup untuk sementara atau lebih permanen.  Contoh;  pada mamalia Singa laut (Zalophus californianus) penyimpanan logam di dalam tulang seperti halnya pada manusia. Pada remis (Pecten maximus) penyimpanan dalam ginjal yang berbentuk granula besar (5 mm) di dalam sel..  pada cacing ragworm (Polychaeta Nereis diversicolor) tersimpan dalam jaringan epidermis.  Pada umumnya jumlah relatif logam esensial dalam mahluk hidup menggambarkan tingkat yang perlu untuk menjaga fungsi biokimiawi, sebagai contoh sistem enzim(Conell, et al , 1995).

3.4.        Toksisitas   Timbal
Timbulnya efek toksik di dalam suatu oragnisme yang disebabkan oleh pengaruh zat, tergantung pada banyaknya zat di suatu tempat yang rentan didalam badan.  Untuk menilai bahaya keracunan sangatlah penting dan essensial untuk mengetahui perbandingan jumlah organism terhadap jumlah suatu zat yang mengenait tubuh organism maupun perbandingan dalam arti luas terhadap jumlah zat yang terdapat di dalam lingkungan tersebut.
Suatu keracunan selalu berkaitan dengan proses pemindahan suatu zat.  Pertama, pemindahan zat dari suatu sumber tertentu di dalam lingkungan ke sekelilingnya yang terdekat dengan organisme tersebut dan kedua dari sekelilingnya terdekat itu sampai ke tempat kerjanya didalam organisme. Dalam kebanyakan hal zat kimia masuk kedalam lingkungan tidak dalam bentuk murni, melainkan dalam bentuk tidak murni yaitu tercampur dengan zat dan material lain (Sutamihardja, 2006).
Timbal pada bensin adalah komponen organik yang kemudian dapat berubah menjadi an organik akibat proses pembakaran.  Bila komponen ini dilepaskan di udara komponen ini kurang berbahaya dibandingkan  timbal organik.  Partikulat atmosfer yang mengandung logam berat selalu ditimbun dalam jarak yang dekat dengan sumbernya.  Sumber umum meliputi daerah yang padat lalu lintas kendaraan bermotor dan peleburan logam.   Timbal yang dikeluarkan dari kendaraan bermotor adalah  timbal klorobromida.  Sesudah pembuangan ke atmosfer terjadi pertukaran yang cepat dari bromida ke klorida, khususnya di daerah pantai.  Gambar 3.  memperlihatkan pola penyebaran  timbal sesudah lepas dari kendaraan bermotor.

3.4.1.     Toksisitas   Timbal  pada Tanah
Siccama dan Smith (1978) dalam Connel et al , 1995 menemukan bahwa dalam penampungan air di hutan ,  timbal tertinggal dengan kuatnya di dalam humus, yang dalam banyak keadaan, secara cepat meningkatkan kandungan  timbal.  Di daerah perkotaan kelebihan  timbal sebesar 90% yang berasal dari kendaraan bermotor tertinggal di tanah, aliran sungai. Logam berat secara kuat akan tertinggal dalam bahan organik tanah serta mempunyai laju daur ulang beberapa ribu tahun (Hughes et al , 1980 dalam Connel et al , 1995.  Jatuhan timbal ke atmosfer menyebabkan akumulasi logam dalam sampah dari bagian teratas tanah dari suatu sistem alamiah.  Dekomposisi bahan organik, kecepatan mineralisasi nitrogen dan fosfor, urease tanah, dan aktivitas asam fosfatase berhubungan negatif dengan kepekatan tembaga plus seng, dengan kepekatan tembaga beranah 30-200 ppm.  Pengaruh ini dapat dipersulit oleh adanya tingkat kalsium yang tinggi dalam tanah.  Peneliti lainnya memperlihatkan pengaruh yang mirip pada tembaga, nikel dan timah hitam dan seng.  Secara keseluruhan dapat diperkirakan bahwa pengaruh ini akan menghasilkan laju mobilisasi kembali zat makanan yang lebih lambat yang akan mempengaruhi ketersediaan makanan mahluk hidup (Conell, et al , 1995).

3.4.2.       Toksisitas   Timbal  pada Hewan 

Pada hewan  timbal akan mempengaruhi pembentukan sel-sel darah dalam sumsum tulang belakang dan menghambat sintesis hemoglobin.  Mekanisme ini mirip dengan mekanisme penghambatan pembentukan klorofil pada tanaman. Pada Gambar 2.5 dapat dilihat persamaan jalur penghambatan enzim pembentukan hemoglobin dan hemopigmen.  Penghambatan 2 enzim asam d-aminolevulinat dehidratase (alad) dan profobilinogenase (pgba) menyebabkan pengeluaran asam d-aminolevulinat dehidratase  dan profobili-nogenase serta menghambat pembentukan heme dan pigmennya.
Penelitian mengenai struktur komunitas hewan tidak bertulang belakang tanah menunjukan tidak teramatinya jumlah atau penyebaran species pada kepekatan timah hitam hingga 399 ppm.  Penekanan populasi artropoda sampah yang disebabkan logam berat pada tanah disekitar pertambangan dan peleburan.  Artropoda tanah memegang peranan utama dalam mobilisasi kembali zat makanan dan sebagai sumber makanan bagi anggota lain pada ekosistem tersebut.  Timbal anorganik diabsorbsi terutama melalui saluran pencernaan dan pernafasan, dan merupakan sumber utama  timbal di dalam tubuh.  Daya racun  timbal di dalam tubuh diantaranya akan menghambat enzim yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin.  Proses ini sangat mirip dengan mekanisme kimiawi dalam hambatan pembentukan klorofil pada tanaman.
Gambar  6. Biosintesis Haemoglobin oleh Hewan
Banyak mahluk hidup yang tercemar mampu untuk mentolelir kepekatan logam yang lebih dari kebutuhan fisiologis yang sudah diketahui dan pada beberapa keadaan terjadi tingkatan, maka enzim penghambat akan bekerja.  Mahluk hidup yang toleran terhadap logam mungkin mengandung logam dengan kepekatan dua atau tiga kali lebih besar daripada normal.
Mekanisme detoksifikasi dapat melibatkan penyimpanan logam pada tempat yang tidak aktif di dalam mahluk hidup untuk sementara atau lebih permanen.  Penyimpanan sementara umumnya logam terikat pada protein, polisakarida dan asam-asam amino di dalam jaringan lunak atau cairan tubuh.  Logam  timbal akan tersimpan dengan efektif pada tulang, bulu, dan rambut (Connel et al , 1995). 


3.4.3.  Toksisitas   Timbal  pada Manusia 
Pada manusia semua bentuk timbal mempunyai pengaruh toksisitas yang sama.  Pengaruh tersebut jarang yang akut, lebih banyak ditemui pengaruh kronis yang umumnya dijumpai pada pekerja di pertambangan, pabrik pemurnian logam, pabrik mobil, (proses pengecatan, penyimpanan baterai, pencetakan, pelapisan logam dan pengecatan sistim semprot). Produk cat saat ini sudah mengalami penurunan konsentrasi timbal hingga batas maksimum (0.06%), tetapi walaupun begitu bangunan tua yang masih ada sisa cat lamanya, kandungan timbalnya masih cukup tinggi.  Beberapa peneliti juga melaporkan kasus toksisitas timbal pada orang yang bekerja di industri keramik, karyawan pabrik pembuat listrik di Jepang, para pekerja di jalan raya dan pedagang kasongan/tanah liat (Darmono, 2001)  
Pada manusia timbal tidak dibutuhkan dalam proses fisiologis, timbal masuk dalam tubuh manusia melalui pernafasan, diserap dan diedarkan melalui darah dan terakumulasi dalam hati, pancreas dan tulang.  Bila timbale terakumulasi dalam tubuh manusia dapat mempengaruhi dan merusak fungsi mental, perilaku dan anemia pada tingkat keracunan yang lebih berat dapat menyebabkan muntah-muntah serta kerusakan yang serius pada sistem saraf serta gangguan pada sistem otak.  Timbal dalam tubuh manusia akan menyebabkan pengurangan sel-sel darah merah, penurunan sintesa hemoglobin dan penghambatan sintesa heme yang menimbulkan anemia, dalam pembentukan tulang timbal yang bersifat seperti calsium dapat menggantikan calsium sehingga tidak terjadi pembentukan tulang sehingga akan mengakibatkan kelumpuhan.
Menurut  Tsalev dan Zaprianov (1985), tingkat keracunan timbal dipengaruhi oleh; (a) Umur, janin yang masih berada dalam kandungan, balita dan anak-anak lebih rentan di bandingkan orang dewasa; (b) Jenis kelamin, wanita lebih rentan dibandingkan pria; (c) Penderita penyakit keturunan atau orang-orang yang sedang sakit akan lebih rentan; (d) Musim, musim panas akan meningkatkan daya racun timbale terutama terhadap anak-anak; (e) peminum alcohol akan lebih rentan terhadap timbal.  Orang-orang yang bekerja langsung dengan bensin seperti petugas pompa bensin, pintu tol, polantas, supir taksi dapat mengakumulasi Pb dalam darahnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak berhubungan.  Selain itu  Pb dalam darah akan meningkat bila manusia mengkonsumsi makanan kaleng atau susu bubuk dalam kaleng, karena pengalengan menggunakan solderan yang mengandung Pb.  Pb yang masuk dalam tubuh 90% tertimbun dalam tulang dan sisanya dalam jaringan lemak terutma hati dan ginjal.
Toksisitas timbal yang terjadi pada anak belum sekolah (sekitar 3 tahun) yang hidup di kawasan kumuh dan dibawah standar kehidupan layak, sehingga kurang nilai kecukupan nutrisinya.  Anak yang hidup dalam lingkungan yang demikian cenderung mempunyai kebiasaan makan sembarangan, makan dan minum bahan yang terkontaminasi timbal.  Sumber toksisitas timbal pada anak sekitar 2 tahun adalah 45% dari makanan terkontaminasi, 45% dari debu, 8% dari barang yang dijilati atau dimakan dan 1% dari barang yang dimakan.  Pada table 2.6 dapat terlihat rekomendasi WHO untuk kadar timbale yang terdapat di udara, makanan dan minuman (Darmono, 2001).

Tabel 6.   Rekomendasi WHO untuk Kadar Timbal pada Udara, Makanan dan Minuman (Vettorazzi, 1982 dalam Darmono, 2001)
Bahan
Limit Konsentrasi
Udara (μg/m3)
Makanan (mg/Kg)
Minuman (mg/L)
30-60
0.1-0.2
0.05

Bayi dan anak-anak biasanya lebih peka terhadap toksisitas timbal daripada orang dewasa hal ini disebabkan karena; (a) mereka mengkonsumsi makanan lebih banyak untuk setiap unit berat badannya; (b) absorbsi timbalnya lebih intensif dalam saluran pencernaan; (c) organ seperti otak, ginjal, dan hati relatif muda dan masih terus berkembang.  Gejala keracunan akut timbal pada anak dimulai dengan hilangnya nafsu makan, sakit perut dan muntah, tidak berkeinginan untuk main, berjalan sempoyongan, sulit berkata-kata, ensepalopati dan akhirnya koma.  Pada 1-6 minggu setelah mengkonsumsi belum terlihat gejala, setelah 6 minggu baru terlihat gejala seperti diatas.  Hasil penelitian Molina et al (1983) mengungkapkan bahwa keracunan kronis timbal terjadi pada keluarga pembuat tembikar (tanah liat) di daerah Meksiko.  Hasil penelitian lain mengungkapkan bahwa kecerdasan anak berkorelasi dengan konsentrasi timbal dalam darah untuk anak pra-sekolah.  Tingkat kecerdasan (IQ) pada anak dengan kadar timbal tinggi (>40μg/dl) dalam darah akan mempunyai tingkat lebih rendah daripada anak dengan kadar timbal rendah (<40μg/dl) dalam darahnya (Tabel 7).  kadar timbal yang tinggi juga akan berpengaruh pada ibu hamil dan menyusui, anak yang lahir dari ibu yang mempunyai kadar timbal dalam darahnya tinggi akan melahirkan anak dengan berat badan dibawah normal.
Tabel 7.  Perbandingan Tingkat Kecerdasan (IQ) anak dengan konsentrasi timbal  dalam darah (Molina et al, 1983)

Grup

Pb darah limit

Anak umur 2-3 tahun
Perempuan – laki-laki

IQ
A      B      C
I
II
63.39
26.27
16            17            33
19             11           30
64.81      68.64       65.79
75.13      79.67       74.47

DAFTAR  PUSTAKA

Azwir Anhar, Ermi.S dan Desnawati, (2000). Potensi Sayuran yang Ditanam dekat Jalan Raya dalam Menyerap Timbal (Pb).  Prosiding BKS-PTN Bidang MIPA, UNRI 2000.

Burau,R.G.(1982). Lead In A.L. Page (Ed.) Method of Soils Analysis. The University of Wiconsin, Madison.

C.S.Clark, V.Thuppil, R. Clark, S. Sinha, G. Menezes, H.D.Souza, N.Nayak, A. Kuruvilla, T.Law, P.Dave and S.Shak. Lead in Paint and Soil in Karnataka and Gujarat, India. Journal of Occupational and Environmental Hygiene, 2:38-44, January 2005.

 Danielle Oliver and Ravi Naidu, 2000. Uptake of Copper (Cu), Lead (Pb), Cadmium (Cd), Arsenic (As) and Dichlorodiphenylchloro-ethane (DDT) by Vegetabel Grown in Urband Environtments. Proceeding of the Fifth National Workshop on the Assessment of Site Contamination.

Darmono, 1995.  Logam dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup. Penerbit Universitas Indonesia. .(UI-Press)  Jakarta.


Darmono, 1995.  Kandungan Logam Berat (Pb,Cd, Cu dan Zn) pada Rumput Pakan Ternak yang Tumbuh di Sekitar Pabrik Semen di Kabupaten Bogor. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Veteriner untuk meningkatkan Kesehatan Hewan dan Pengamanan Bahan Pangan Asal Ternak.  Balitvet. Bogor.

Darmono, 2001.  Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Penerbit Universitas Indonesia.(UI-Press) Jakarta.

Des W.Connel dan Gregory J.Miller, 1995.  Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Penerbit Universitas Indonesia. .(UI-Press)  Jakarta.

Fardiaz  Srikandi, 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Gulson Brian L.,  Karen J. Mizon,  Jeff D. Davis,  Jacqueline M. Palmer, and Graham Vimpani,2004.   Identification of Sources of Lead in Children in a Primary Zinc–Lead Smelter Environment.  Environmental Health Perspectives Vol 112- 1
Palar Heryando, 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat.  Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Jusko Todd A., Charles R. Henderson, Jr.,Bruce P. Lanphear, Deborah A. Cory-Slechta,Patrick J. Parsons, and Richard L. Canfield, 2007. Blood Lead Concentrations Less than 10 Micrograms per Deciliter and Child Intelligence at 6 Years of Age Environmental Health Perspective http://dx.doi.org/) Online 20 November 2007

Kusdiwirarti Setiono, Johan S.Masjhur dan Anna Alisyahbana (Ed), 1998. Manusia, Kesehatan dan Lingkungan.  PT Alumni Bandung.

Lambert Timothy W.  and Stephanie Lane,   Lead, Arsenic, and Polycyclic Aromatic Hydrocarbons in Soil and House Dustin the Communities Surrounding the Sydney, Nova Scotia, Tar Ponds  Environmental Health Perspectives   Vol 112  No.1

Soedomo Moestikahadi,  2001. Pencemaran Udara. Penerbit ITB. Bandung.

Sutamihardja,  2006. Toksikologi Lingkungan.  Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Nusa Bangsa
.
Tuherkih Enggis, Joko Purnomo, Moersidi.S. dan J. Soeyitno, (1999).  Kadar Timbal pada Sayuran di Pinggir Jalan Seminar Nasional Biologi ke XV. Bandar Lampung. 964-969

Tsalev D.L. dan Z.K. Zaprianov, 1985.  Atomic Spectroscopy Occupution and Environmental Health. CRC Press, Inc Florida

Umar Genius, (2003).  Analisis Kebijakan Penanggulangan Kemacetan Lalu Lintas di KI Jakarta.  Makalah Falsafah Sains.  Program Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor.

Ward, N.I., D Reeves and R.R. Brooks, 1975. Lead in Soil and Vegetation a long a New Zealand State Higway With Low Traffic Volume.  Journal Environment Pollution. Great Britain
.
Wardhana Wisnu Arya, 2001.  Dampak Pencemaran Lingkungan.  Penerbit Andi Yogyakarta.

Widiriani,R.  1996.  Kandungan Timbal pada Tanaman Teh dan Tanah di Perkebunan Gunung Mas Bogor. Tesis Program Pascasarjana IPB, Bogor.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar